Kriiiing...
Kriiing...
Kriiiing...Ditemani sinar pagi yang menerobos masuk dari gorden kamar, Cakka melenguh panjang menatap jam weker stich diatas nakas, ingin sekali rasanya Ia membanting benda itu sampai hancur. Ah, matanya masih berat untuk dibuka, sangat berat malah.
Semalam setelah mengantar Agni pulang, Cakka kembali kerumah sakit lantaran belum bisa menerima pengusiran yang dihadiahkan padanya dan juga Alvin. Besar harapan Rio akan melepas topeng angkuhnya jika mereka kembali berbicara dari hati ke hati, menyambutnya dengan senyum merekah sambil mengatakan bahwa insiden tadi hanya bercanda saja.
Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, sesampainya Ia disana Rio tidak menunjukkan sikap ramah apapun, sama sekali. bahkan dia jelas-jelas tidak mengizinkan siapapun umtuk masuk, perlu digarisbawahi ya siapapun.
Tidak satu orangpun boleh masuk kecuali Dokter dan perawat yang bertanggung jawab.
Sungguh, baru kali ini Cakka melihat sisi lain seorang Mario Aditya yang ternyata bisa sangat kejam dengan sahabatnya sendiri tanpa sebab yang jelas.
Beberapa minggu selama Rio di karantina dirumah sakit, hanya kaca bening yang bisa menjadi wasilah untuk bisa melihat sahabatnya berbaring diruang pesakitan, Rio tampak begitu rapuh dan tak berdaya hingga mereka takut sekedar menatap satu sama lain.
Dan kini, disaat keadaan sudah memungkinkan mereka untuk bertemu, bagaimana bisa mereka membuang kesempatan itu?
Berkali-kali Cakka mengetuk pintu, ah ralat menggedornya dengan harapan sang empunya kamar bersedia membiarkannya masuk meski kemungkinan berhasil sangat kecil, dia tahu usahanya tidak akan berbuah banyak disaat seperti ini.
Yo... Gue butuh lo banget nih, bukain kek! Gue perlu pendapat lo!
Seingatnya dia sempat mengucap kalimat itu semalam, mencoba mengajak Rio bicara di balik pintu tanpa kenal lelah, Cakka kebinggungan dan dia butuh Rio untuk meyakinkan keputusannya kali ini.
Tidak lelah dia mengajak Rio bicara, menceritakan kegamangannya perihal demo eskul yang akan berlansung hari ini, semakin panjang Ia bercerita, semakin lirih pula suaranya.
Pak Duta memang tidak menuntut timnya untuk tampil sempurna, tapi mengingat insiden memalukan tempo hari, keinginan itu tentu turut tersirat dalam permintaan beliau di demo kali ini. Selain itu, ada hal penting lain yang harus dipertimbangkan dalam permainan hari ini, utamanya adalah mempertahankan nama baik Tim demi menyelamatkan kesejahteraan banyak orang, bagaimana jika jika juniornya kembali mempertanyakan perihal kapten basket Cakra sementara dia belum punya jawaban? Pembelaan macam apa yang bisa mereka terima?
Toook...
Toook...
Toook..."Cakka, bangun sayang! Ada Agni tuh di depan" Cakka menyerngit masih dalam posisi berbaring setelah mendengar panggilan Bu Ida dibalik pintu. Seingatnya kemarin mereka janjian agak siang, mungkinkah Agni sudah tidak sabar saking kangennya?
Iseng, Cakka menoleh pada jam dinding Stitch di nakas, kalau pengelihatannya benar sekarang masih pukul setengah enam pagi.
Astaghfirullah, si Agni kesambet apa ya?
"Cakka... Sayang... Kamu udah bangun kan, Nak?"
"I... iya... iya, ma..." dengan tenaga seadanya yang masih setengah sadar, Dia beranjak bangun, kepalanya pening sekali. diabaikannya rasa tidak nyaman itu dan memilih segera ke kamar mandi, membasuh muka bantalnya sebelum menemui Agni di ruang tamu. Tidak lucu jika dirinya langsung keluar dengan wajah acakadut begini, kan? Tidak lucu kalau Agni sampai ilfill pada pandangan pertama. Ah, Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] BAHASA RASA
Teen FictionSEKUEL : [1] LUKA SEMESTA Blurb : Akhirnya, setelah melewati perjuangan yang panjang Rio bisa berdamai dengan masa lalu, menikmati kebersamaan keluarga yang selama ini dia rindukan bersama wanita yang dia perjuangkan. Siapa sangka, Rio akhirnya b...