30 - Jangan Jadi Manusia Sok Kuat

939 57 17
                                    

Debo memasangkan seatbelt samping kemudi setelah memastikan Rio tidak akan berontak apalagi kabur ke UKS hanya untuk melihat keadaan Gabriel yang bahkan sudah dipastikan jauh lebih baik daripada kondisi Rio sendiri untuk saat ini.

"Udahlah, percuma juga lo kesana kalau ujung - ujunganya cuma pamer sepatu doang, nggak nyadar badan banget, heran!" Seakan belum puas dengan celoteh panjang dari lapangan outdoor ke parkiran, Debo kembali mengeluarkan unek - uneknya dengan sepenuh hati meski tak mendapat balasan berarti.

Tadi, dalam perjalanan ke UKS tiba - tiba Rio terjatuh begitu saja disisi koridor, Debo yang berjalan tidak jauh darinya sigap membantu, susah payah Rio mencoba untuk berdiri namun kakinya terasa lemas seperti jelly sehingga Debo terpaksa memapahnya mencari tempat duduk terdekat. Cukup lama mereka menunggu di sudut berharap tenaga Rio kembali pulih namun bukannya membaik tapi yang ada Rio malah menggigil dan mengeluarkan keringat dingin, seragam basket cakra yang dikenakannya seketika basah lengkap dengan badan gemetaran.

Debo panik dibuatnya, apalagi Rio bersikeras untuk melanjutkan langkah mereka ke UKS agar bisa melihat Gabriel ditengah kondisinya yang tidak memungkinkan. Bagaimana mereka bisa sampai disana jika menggerakkan kakinya saja Rio sudah kuwalahan?

Debo tahu Rio keras kepala, tapi dia tidak habis pikir kenapa Rio sebegitu nekatnya jadi manusia.

"Kita ke rumah sakit aja ya, lo lemes banget gini" Debo mengamati Rio setelah aksi ngomelnya selesai. Dia juga sudah mengirim pesan pada Ify sesuai permintaan Rio karena mereka tidak bisa kembali ke kelas sampai jam pelajaran selesai.

Rio menggeleng pelan, baru beberapa hari dia bisa menghirup udara segar setelah melalukan treatment tahap dua yang ternyata membutuhkan waktu lebih lama untuk recovery sampai - sampai dia harus membatalkan beberapa planning penting, termasuk memperbaiki hubungan pertemanan mereka yang berada di ujung perpisahan.

Tidak apa jika Cakka tetap akan menganggapnya penghianat tapi setidaknya mereka bisa berpisah baik - baik. Dia harus bisa memperbaiki keadaan demi mempertahankan persahabatan para gadis termasuk Ify yang akan sangat kesepian seandainya hubungan mereka justru menjadi canggung karena permasalahan ini, rasanya tidak adil jika mereka yang sudah mendampingi dengan setia harus merasakan keretakan yang sejatinya bukan sesuatu hal yang besar.

lagipula, tekatnya sudah bulat.

Ia harus meninggalkan mereka apapun yang terjadi.

Sudah saatnya mereka survive, sudah selesai main - mainnya, sudah saatnya mereka mulai fokus akan passion mereka dan kembali merajut mimpi dengan semangat berjuang yang patut diperhitungkan.

Aw, aargh...

Rio menggingit bibir bawahnya kuat - kuat saat dentuman yang cukup keras kembali menghantam kepalanya, pandangannya seketika berbayang.

"Yo?"

"Rio?"

"Kenapa?"

"Woy, lo bisa denger gue kan?"

"Ng... nggak kok, g... gue nggak apa - apa"

"Nggak apa - apa kakek lo kiper! Kenapa sih, seneng banget maksain diri! kalau sakit ya bilang sakit, biar gue ada gunanya disini" Debo mencak - mencak. "Gue nggak sejago itu buat bisa baca pikiran lo tapi bukan berarti gue nggak ngerti lo sengaja bersikap sok kuat ke gue, ke kita semua! kita nggak lagi syuting film kalau lo lupa!" Debo melanjutkan kalimatnya dengan suara lebih tinggi dengan penekanan kata di kalimat terakhir, dadanya naik turun menahan golakan amarah yang siap meledak kalau saja Rio tidak menggenggam lengannya dan membuatnya sadar dengan keadaan mereka sekarang.

"So... sorry, g... gue udah ngelibatin lo dalam masalah ini, gue tahu lo pasti berat buat ngelakuin semuanya..."

"Ya tapi bukan gitu maksud gue, Gue bukannya keberatan ada disini, tapi—

[2] BAHASA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang