[2] Kenalin Dia Erik

10.9K 832 64
                                    

Nata mulai menggoreskan pensilnya di atas kertas. Membuat pola wajah. Objek yang ditatapnya sekarang sedang mendribel bola di tengah lapangan sekolah. Melemparkannya ke dalam ring. Nata sibuk menuangkan imajinasinya di tribun sebelah utara. Sedikit susah memang melukis objek bergerak. Tapi nggakpapa. Nata cuman butuh mengingat tangkapan sekilas dari matanya. Demi apa! Dagunya kegedean!

Setelah peristiwa memalukan di bus itu, Nata jadi suka salting setiap bertemu Rava. Senang iya. Sudah barang pasti. Tapi peristiwa itu membuat Nata sedikit merasa aneh. Gimana kalo Rava tahu dia gay? Secara peristiwa itu terjadi begitu cepat, baru ketemu, badan mereka sudah main tindih-tindihan. Dan Nata nggak langsung menyingkir. Mereka pake acara tatap-tatapan ala-ala FTV di televisi itu. Pokoknya pikiran itu terus menggerayangi otak Nata.

Sekarang mereka main tos. Salah satu tim berhasil mencetak three point. Objek lukis Nata girang bukan main. Memeluk anggota lain. Melewati Rava yang sedari tadi menonton di bawah pohon.

Loh?

Ya. Nata bukan sedang melukis Rava. Rava dari tadi anteng di bawah pohon tepi lapangan sekolah, menyesap tenang bubble tea-nya sambil sesekali berdialog dengan satu teman sekelasnya.

Objek lukis itu Erik. Kakak kelas yang merangkap jadi kapten tim basket sekolah ini. Jelas dia famous. Ditambah fisiknya yang membuat siapapun termangu  menatapnya. Wajah manly-nya yang nampak dingin nan menawan, mata minimalis namun tajam, kulit putih yang  kemerahan ketika terkena sengatan matahari, ditambah keringat yang kini mengucur disetiap lekuk tubuh atletis itu. Siapa yang nggak tergoda mendapati makhluk seperti itu di siang bolong?

10 menit berlalu. Nata sudah hampir selesai. Bagian kaki itu tinggal setengah bagian. Nata kembali mengalihkan pandangan ke lapangan.

Tapi...

...loh? mereka kemana?

"Lagi apa lu?"

Nata langsung tersentak kaget. Bahunya terguncang mirip orang kesetrum. Nata menengok ke belakang. Fix, kini jantung Nata sudah beneran copot.

Erik. Bediri di belakangnya.

"Ngapain lu nglukis gua?!" Erik berkacak pinggang. Bulu ketiak Erik terekspos jelas. Tipis. Berjejer rapi di satu garis. Nata menelan ludah.

Bener-bener nih kakak kelas.

Nata menyembunyikan kertas itu di balik punggung. Meremasnya perlahan. Terpaksa. Jujur, ia sedikit  menyesal. Padahal ia menyukai hasilnya. Bagus. Nggak seperti biasanya. Sangat disayangkan memang.

"Siapa yang ngelukis elo? G-gue lagi gambar sketsa lapangan basket, kok!" Nata tergagap. Mencoba berkilah.

Erik masih dalam posisinya. Menatap Nata nggak percaya. Erik melangkah dengan cepat. Merebut kertas di balik punggung Nata. Jelas Nata kalah. Badan Erik yang lebih besar menjadikannya lebih mudah menyingkirkan tubuh Nata. Sedetik, Erik membuka kertas yang sudah menjadi gumpalan itu.

"See?" Erik memamerkan buktinya. "Masih ngelak juga?"

Sekarang daging udah jadi bakso. Nata nggak bisa mengelak lagi. Bukti sudah di tangan Erik. Kongkret. Nata panik bukan main. Nyawanya sedang berada di ujung tanduk.

"Dia gambar gue yang minta!"

Nata terkejut. Suara itu datang dari arah  belakang Nata. Terdengar familiar. Sebuah lengan menyampir di sebelah bahu cowok itu. Disusul tubuh yang sama tingginya dengan Nata berdiri menentang Erik. Nggak salah lagi.

Bubble Tea itu belum habis juga ternyata.

"Gue minta gambar lo buat dijadiin karikatur mading. Boleh, kan?" Rava angkat bicara. Nada bicaranya tampak santai. Menetralisir suasana tegang di antara mereka.

HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang