[19] Let Me Love You

5.4K 474 45
                                    

Dalam bayangan senja, kaki itu melangkah dalam kesunyian. Hanya ketukan langkah itu yang mengisi keheningan diantara mereka. Dalam diam, pikiran mereka melayang satu sama lain. Membiarkan angin menerpa tubuh mereka yang bergerak berlawanan arah.

Erik menggendong Nata. Membuat bocah itu seperti tempurung di punggungnya. Nata nggak bisa berjalan. Kakinya terluka. Nata terlihat kasihan ketika merintih kesakitan. Maka dari itu, Erik berinisiatif membantu.

Namun, bukan berarti Erik bersikap hangat.

Erik masih dingin. Erik lebih suka langsung bergerak ketimbang melibatkan mulutnya lebih dulu. Kalimat pertolongan itu menjadi kalimat pertama dan terakhir beberapa menit yang lalu. Nata juga begitu, Nata masih canggung. Dia enggan membuka suara. Kalimat ‘terimakasih’ juga menjadi kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya. Nata membiarkan tubuh kokoh itu membawanya pulang.

“Rik.”

Erik tetap bergerak. Tak terlihat menggerakan kepala, namun Nata tahu kalau Erik sedang mendengarkannya.

“Capek?” Nata mengerut canggung. Pertanyaan konyol macam itu? Jelas lah Erik capek!

Dia bertanya begitu hanya ingin mencairkan suasana. Mungkin saja Erik berkenan mengobrol dengannya. Nata benci suasana ini. Dia ingin mengobrol dengan Erik. Namun sampai lima menit berlalu, Erik masih senang menutup mulutnya.

Mungkin Erik juga sadar kalau itu pertanyaan yang nggak perlu dijawab.

“Kalo gitu biar gue jalan aja nggak papa—”

“Lu bisa diem?” Erik berhenti. Leher itu menoleh kearahnya. Memaksa Nata bungkam.

Nata mengangguk patuh. Meskipun Erik nggak bisa melihatnya, kesunyian dari mulut Nata bisa dianggap jawaban.

Erik kembali bergerak. Melempar Nata mendorong tubuhnya sedikit ke udara. Memperbaiki posisinya.

Nata nurut. Bocah itu lebih memilih patuh. Suasana ini sungguh nggak nyaman. Tapi tampaknya Erik nggak peduli. Cowok itu tetap menopang Nata menyusuri jalan di depannya. Erik sama sekali nggak kelihatan capek, meskipun begitu, Nata tetap harus mengingat, Erik baru saja sembuh.

“Makasih.” Ucap Nata pada akhirnya. “Gue seneng lo dateng.”

Erik menatap kedepan. Mulutnya mengatup. Nata meremas jarinya sendiri. Ucapannya seperti menguap cepat dari kuping Erik.

“Kayaknya gue sampe sini aja.”

“Kita masih jauh.”

“Kaki gue udah baikan, kok!”

“Gausah nekat.”

“Lo baru sembuh, gue takut lo kecapean.”

Sedetik, Erik berhenti. Tubuh itu merendah menurunkan Nata.

Nata berdiri dengan kikuk. Menghindari tatapan dingin Erik.

“Gua cabut!” kalimat itu membuat Nata terperanjat. Cowok itu berbalik dan mulai melangkah meninggalkannya.

Tangan Nata mengambang, namun nggak ada satu kata pun keluar dari mulutnya. Bocah itu membiarkan punggung itu melambai.

Nata sendiri nggak yakin, apakah dia mampu berjalan?

Entah kenapa Erik ragu untuk melanjutkan langkah. Cowok itu melambat, bahkan berhenti. seokkan itu menempatkan Erik di titik sekarang dia berdiri.

Nata berjalan tertatih. Ketika Nata menapakkan kaki kanannya ke tanah, rasa ngilu itu kembali datang. Nata mendesis menahan nyeri. Namun Nata tetap nekat.

HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang