Tanpa disadari seseorang menunggunya diluar gerbang. Nata menjumpainya dari kejauhan. Bersandar pada besi gerbang dan mengecek jamnya berkali-kali. Sesekali memperhatikan siswa yang jalan melintas.
Sepertinya dia pulang kerja. Jas hitam itu masih melekat ditubuhnya. Wajahnya tampak letih lesu. Namun semua semburat itu perlahan memudar ketika mata itu menatap kearahnya. Menarik bibirnya tersenyum.
"Ayah kira kamu udah pulang." Alex menyambut kedatangan Nata. Memasukan ponselnya yang sebelumnya ingin digunakan.
"Ayah baru pulang kerja?"
"Ayah pulang lebih awal hari ini." Alex kembali tersenyum. "Kamu udah makan?"
"Siang tadi udah." Nata menatap malu-malu. Alex menghembus napas kecil.
"Kita mampir sebentar, yah. Kamu juga lapar, kan?"
Nata mengangguk setuju. Nggak butuh waktu lama untuk berpikir. Mereka segera masuk mobil. Nata nggak menuntut harus pergi kemana, semua terserah ayah.
Ini diluar dugaan Nata. Sebuah kebahagiaan tersendiri. Ditemani ayah sepulang sekolah. Ayah nggak seburuk yang dia kira. Semua berada jauh dari ekspetasi Nata sebelumnya. Image buruk yang selalu Nata bayangkan, sama sekali nggak tergambar dari pria disampingnya itu. Mamih yang melukiskan semuanya, rasa tertutupnya terhadap figur ayahnya dulu membuatnya harus berfantasi aneh, berpikiran buruk tentang ayahnya.
Dan ternyata, dia sosok yang hangat. Selalu tertawa disela balasan bocah itu. Alex menanyainya tentang kesibukannya disekolah, hal yang dilakukannya disekolah, dan tertawa ketika mendengar kalau Nata menyukai salah satu laki-laki disekolah.
Mungkin Nata belum menyadari sisi putihnya itu dulu. Mungkin karena ayah Alex selalu sibuk bekerja. Hanya bertanya singkat ketika saling bertemu. Terkesan cuek pada awalnya. Tapi sekarang Nata menampik itu jauh-jauh. Mereka disini sekarang, berbaur, mencurahkan perhatian seperti layaknya seorang ayah kepada anaknya.
"Rava?" Alex mengangkat alis, sedikit membuat efek terkesima.
"Hmm-mm." Nata mengangguk cepat. "Dia sepantaran sama aku. Lebih tua dia satu tahun."
"Apa kalian dekat?" Alex mengaduk ice coffee-nya. Menyeruputnya pelan.
"Bisa dibilang begitu." Nata melahap nasi gorengnya. "Dia baik. Mungkin ayah bakal setuju kalo udah ketemu langsung."
Alex tersenyum ringan. Tiba-tiba sebuah pertanyaan mengganjal dihatinya. "Apa... Rava tahu tentang 'itu'?"
Nata mengerjap kecil, dia tahu apa yang dipertanyakan ayahnya. "Belum." Jawabnya ragu.
Alex mengangkat alis kecil, menaikkan bibirnya berlawanan.
Alex menghembus kecil. "Kalo boleh ayah berpesan, ingatlah siapa kita didunia ini, Nat. Bukan masalah tentang siapa kamu menyukai seseorang. Namun nggak semua orang mempunyai pandangan yang sama. Kamu ngerti kan maksud ayah, Nata?"
Nata menjilat bibir, mengangkat wajah dan menggangguk setuju.
Yah, itulah yang Nata ragukan. Dia nggak bisa berpikir pasti mengenai orientasi seksual Rava, atau mengenai cara pandangnya terhadap sesuatu. Dia nggak mau terjebak karena kebaikan semata. Baik bukan berarti mudah menerima. Bisa jadi dia menolak ketika mengetahui siapa Nata sebenarnya. Menjauh, atau melakukan hal yang nggak diharapkannya.
"Nata paham, kok, yah.”
Alex tersenyum kecil, dia tahu Nata memang sudah menyadarinya dari dulu. Pemikirannya sudah dewasa. Sebuah rahasia yang nggak boleh diketahui oleh lain, bahkan ketika dia jatuh cinta sekalipun. Sebagai manusia biasa, sulit rasanya memendam rasa dalam-dalam ketika menghadapi seseorang yang kita sukai. Apalagi ketika orang itu melakukan hal yang membuat jiwa berada diawang-awang. Itu bukanlah hal yang mudah. Dan Nata akan selalu ingat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART
Teen Fiction[BxB 15+] [END] copyright©2017 ORIGINAL written by Naarenn 29 Oktober 2016 - 15 April 2017 Nata memang enggan membuka "pintu"-nya. Dia lebih suka menguncinya rapat-rapat agar semua orang tidak tahu apa yang ada didalamnya. Jika mereka tahu, Nata bis...