Nata berlari cepat. Melewati semua orang yang menghalangi jalannya. Erik mencoba mengejarnya, begitu juga dengan ayah Alex dan Papa Andre. Menghampiri seorang suster dimeja receptionist.
“Delia Iswanoyo! Saya anaknya!”
Suster itu segera membuka lembaran kertas didekatnya, “Ibu Delia ada di ruang operasi sekarang.”
Nata kembali berlari. Menjejakan kakinya dengan cepat. Seiring langkahnya bergerak, pikiran buruk terus membayanginya. Terus terbayangi oleh kondisi lemah mamih Delia. Matanya merebak. Ketika pandangannya mengedar, matanya mendapati sesuatu. Sebuah pintu besar dengan bertuliskan ‘ruang operasi’.
Nata segera bergerak. Mendekati pintu diujung lorong dengan cepat. ketika langkahnya melaju semakin mendekat, sebuah tarikan menghentikannya. Memaksa dirinya untuk berhenti.
“Lepasin, Rik!”
“Lu gila, huh?! Lu mau ganggu proses operasi?!”
Beberapa saat Alex muncul dibelakangnya, bersamaan dengan Andre.
“Tapi Mamih gue disana! Gue harus temenin dia! Gue nggak boleh biarin dia sendirian!”
“Kita harus sabar menunggu, Nat.” Alex menengahi. “Sebaiknya kita berdoa untuk kelancaran mamih kamu.”
Nata meringis. Tubuhnya berguncang. Membiarkan pipinya basah berteteskan air. Hatinya luruh. Hatinya sekarat sekarang. Terpukul berat akan keadaan mamihnya. Dan membuatnya terisak cukup lama. Ketika tubuh itu lelah dan terlelap, mereka akhirnya bisa bernapas lega. Dua jam berlalu, sampai detik ini belum ada tanda-tanda seseorang keluar dari ruangan.
Tiba-tiba pintunya bergerak. Memunculkan seorang pria dengan balutan serba hijau dengan masker di wajahnya. Sepanjang mata menelisik, tetesan darah terpercik kecil dibagian tubuhnya.
“Biar aku aja.” Andre mengambil alih. Membiarkan Alex diposisinya memeluk tubuh lelap Nata.
“Bagaimana keadaannya, Dok?”
“Anda keluarga dari pasien?”
Andre mengangguk. Nggak mengindahkan status yang dimilikinya.
“Pasien mengalami pendarahan hebat. Pasien telah kehilangan banyak darah. Tangannya retak akibat benturan. Bagian kepalanya terbentur hebat. Dan kemungkinan besar akan terjadi koma.”
“Lalu apa yang harus kami lakukan, Dok?”
“Kalian banyaklah berdoa. Hanya Tuhan yang menentukan segalanya . Kalian banyak harus bersabar.”
Alis Andre mengerucut. Mengangguk mengerti. “Makasih, Dok.”
Dokter itu mengangguk. Berjalan meninggalkan Andre ditempatnya. Seketika Andre menghembuskan napas. Mendapati tatapan penasaran Alex dan Erik yang terduduk ditempatnya.
“Bagaimana, Ndre?” Alex berucap pelan.
Andre mendudukan tubuhnya. “Kita nggak bisa berharap banyak.”
Alex mengerutkan alis. Mengangguk kecil. Kalimat itu cukup untuk menjawab semuanya. Mereka nggak bisa berbuat apa-apa. Nggak ada yang bisa mereka lakukan. Mereka hanya bisa berdoa. Mengharapkan yang terbaik untuk keadaan Delia.
Erik menghela napas. Pandangannya tertuju pada bocah yang terlelap didalam tubuh Alex itu. Dia nggak tahu cobaan apa lagi yang akan dihadapi Nata nanti. Hidupnya amatlah terasa berat. Ada saja hal yang harus dihadapinya. Yang perlu menguras hati, yang perlu kekuatan jiwa. Dan Erik bisa melihat itu.
***
Untuk sekarang, Erik menggantikan posisi Alex. Melindungi tubuh lelap yang bernapas berat dalam balutan tangannya. Lagi-lagi ini terjadi. Setelah beberapa jam lalu bocah ini berhasil melupakan masalahnya, masalah lain datang menghampiri. Dan sekarang nggak kalah memilukan. Untuk satu alasan, Nata nggak bisa menerima ini. Sangat-sangat nggak bisa menerimanya. Mendapati kabar mengejutkan setelah pulang dari pasar malam, membuatnya melupakan apa itu kebahagiaan. Polisi menghubungi nomornya, telinganya mendengar sendiri sirine ambulans dan suara gaduh tempat itu dalam telefon. Menguatkan fakta bahwa hal itu benar-benar terjadi. Dan sekarang, dia harus menerima kenyataan baru. Bahwa dirinya kembali masuk dalam kelamnya kehidupan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART
Teen Fiction[BxB 15+] [END] copyright©2017 ORIGINAL written by Naarenn 29 Oktober 2016 - 15 April 2017 Nata memang enggan membuka "pintu"-nya. Dia lebih suka menguncinya rapat-rapat agar semua orang tidak tahu apa yang ada didalamnya. Jika mereka tahu, Nata bis...