BAB 6

15K 1.3K 38
                                        

Pagi ini, lagi-lagi kenyataan tidak berjalan sesuai harapan. Ekspektasi terlalu tinggi. Kalau kata Kunto Aji, harapan tinggi jatuh menguaplah tak berbentuk.

Janji Zayn untuk menjemput Zena dan berboncengan berdua ke sekolah menguap menjadi angin. Perintah nyonya besar tidak bisa dilanggar atau konsekuensinya Zayn tidak boleh makan black forest cake selama seminggu. Matilah Zayn kalau sampai itu terjadi! Jadi, daripada terjadi huru-hara hingga bumi gonjang-ganjing di pagi hari, Zayn terpaksa menuruti ucapan Bundanya. Dia diantar ke sekolah oleh Yosa––meski kakaknya itu juga mengomel dengan berbagai alasan. Mulai dari malas, tidak ada kuliah pagi sampai harus pergi ke pet shop untuk memandikan BonBon––anjing pudelnya. Mana ada pet shop buka jam setengah tujuh pagi?

Di persimpangan komplek, pertemuan terjadi. Mobil Yosa beriringan dengan mobil hitam lain yang ternyata dikemudikan oleh Arthur. Reuni singkat dan sekedar bertukar kabar berlangsung sekitar lima menit, dengan Zayn dan Zena yang berusaha saling mengintip dari posisi mereka masing-masing.

"Tambah cantik aja lo, Yos."

"Tapi kok lo tambah jelek ya? Haha."

"Nggak masalah, asal lo mau sama gue aja."

"Najis."

Lalu, tanpa diberi aba-aba kedua mobil itu melaju bersamaan meninggalkan start. Menyapa hiruk pikuk kehidupan pagi kota Jakarta.

Tepat lima belas menit kemudian, gerbang sekolah sudah terlihat. Zayn dan Zena turun berbarengan. Melangkah tertatih, Zayn dibantu Zena agar lebih cepat sampai di kelas dan mengistirahatkan kakinya. Rasanya pasti nyut-nyutan. Zena sampai ngeri melihat luka di kaki Zayn, apalagi memarnya.

"YEU, ada pasangan baru nih!"

"Cieee Zayn abis jatuh malah dapet berkah!"

"Gandeng terooosss!"

"UHUKK- UHUUKK!"

Suara-suara penggoda. Zena sampai harus meremas lengan Zayn karna gugup dan malu. Zayn menggeplak kepala Arga sebelum dari mulutnya keluar ledekan lagi. Tadi suara batuk dibuat-buatnya yang terdengar paling nyaring. Zayn berjalan melewatinya dan memilih satu bangku di belakang, di sebelah bangku kosong yang diceritakan Zena sebagai singgasananya.

"Gue duduk disini aja ah, deket sama lo."

"Gue–lo?"

"Malu, Zeze," bisik Zayn setengah menunduk. Menimbulkan ledekan panjang kembali membahana memenuhi atmosfer kelas. Dua anak manusia itu terlihat berbeda, yang cewek salting dan yang cowok melotot tajam. "Sekarang panggilnya gue-lo aja ya? Dibiasain."

"Iya, Zeze––eh lupa, gue ngerti. Ya udah duduk, pegel tau ngegandeng mulu."

"Alah, boong. Bilang aja seneng."

"Dih."

Zena mengeluarkan dua buku tulis dari dalam ransel biru mudanya. Di sebelah, dibandingkan menyiapkan buku-buku yang diperlukan di jam pelajaran pertama, Zayn malah asyik membuka ponsel. Membalas LINE dari Gladys. Isinya tetap soal kebawelannya menanyakan apakah Zayn sudah sarapan atau belum, ditambah minum obat untuk pagi ini.

Gladys Eriska : beb ntar aku ada latihan cheers gak bisa ke rumah gak papa kan?

Zayn Zafran : iya gak papa by

Biasanya, Zayn akan sebal kalau Gladys lebih memilih hobinya itu ketimbang dijemput lalu pergi jalan-jalan dengannya, tapi hari ini Zayn malah senang kalau Gladys menjalankan hobinya. Jadi dia ada kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan Zena. Terlalu banyak yang harus diceritakan. Dia belum merasa puas walau semalam Zena di rumahnya sampai jam sepuluh.

Zayn and Zena ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang