"Ma, bedak Zeze nggak ketebelan kan ya?" tanya Zena sambil mengusap-usap kedua pipinya.
"Zeze ya, Mama udah bilang berapa kali coba. Nggak ada bedak tebel, sayang. Kamu cantik kok. Udah pas."
"Mana sini, Dek, gue liat," ucap Arthur di sisi kanan Zena. Setelah Zena mengalihkan pandangan padanya, Arthur bukannya mengamati tapi malah menarik ke atas ujung hidung Zena menggunakan telunjuknya. "Ya ampun, adek gue cantiknyaaaa!"
"KAKAK!" protes Zena. Mengusir telunjuk Arthur lalu gantian melompat untuk menjangkau rambut kakaknya itu. "Acak-acak nih! Nih nih–"
"Ma, Zeze nih––rusak kan mana nggak bawa sisir lagi!"
"Haha, sukurin!"
"Anak-anak Papa nggak bisa jaim dikit apa ya?" Papa menyela di antara kedua tubuh anaknya. "Ini dimana ya?"
"Di jalan kan, Pa."
"Nah itu tau, kalo di jalan ribut-ribut kaya apa dong?"
"Kucing sama tikus, Pa," balas Arthur. Dia lalu cekikikan sendiri. "Arthur kucingnya, Zeze tikusnya. Kan pas tuh."
"KA––"
"Zeze, ini udah mau deket rumah Zayn lho. Jangan malu-maluin Mama sama Papa."
"Mama ih, belain Kak Arthur!"
Zena melipat kedua tangannya sambil terus berjalan. Seperti yang sudah direncanakan malam sebelumnya, malam ini keluarganya diundang makan malam oleh keluarga Zayn. Sebenarnya acaranya tidak terlalu formal, tapi Zena mempersiapkan penampilannya sejak jam lima sore tadi.
Dia sengaja menggelung rambut panjangnya agar terlihat rapi. Agar terkesan manis, Zena menyematkan hiasan berupa jepit bunga berwarna kuning muda. Gaun yang dia pakai pun bermotif bunga-bunga. Jadi, anggap saja malam ini tema yang diusung Zena adalah flower everywhere.
"Mbak Anna––" Mama Zena setengah berteriak ketika memasuki gerbang rumah Zayn. Si nyonya rumah sudah bersiap di depan pintu untuk menyambut para tamunya. "––aaakk kangennyaaa."
"Ya ampun, kamu kenapa nggak keliatan tua sih?"
"Ah, masa gitu, Mbak? Mbak Anna juga masih sama kaya dulu. Tambah cantik malah."
"Tapi cantikkan kamu lho, beneran."
Zayn dan Zena bertukar pandangan, sebentar kemudian mereka sama-sama menggeleng. Kelakuan ibu-ibu dimana-mana sama saja. Sedangkan suami-suami mereka mempunyai cara yang lebih berwibawa untuk saling bertukar kabar.
"Ini Zeze si cewek kutil bukan sih?" Zayn baru sadar kalau ada yang berbeda dengan penampilan Zena malam ini. Para orangtua mereka sudah masuk, sementara mereka berdua bersama Arthur masih berdiam di teras.
"Demi ketemu sama lo nih adek gue jadi lebay."
"Lebay gimana, Kak?" tanya Zayn. Seenaknya saja dia memutar-mutar tubuh Zena untuk memberi penilaian. "Seriusan kaya berubah lho Zeze."
"Tambah cantik kan, Za?"
"Em–ya gimana ya, biasa aja sih sebenernya," jawab Zayn santai sambil mengurut dagunya. Zena bagai dijatuhkan dari khayangan tingkat tujuh, padahal yang dia harapkan arti berubah yang Zayn ucapkan mempunyai makna cantik. Dasar menyebalkan.
Sama menyebalkannya dengan Arthur yang terbahak-bahak melihat raut kekecewaan di wajah adiknya.
Zena melotot pada kakaknya. Sebelah kakinya yang dilapisi flat shoes warna krem menimpa kaki Arthur. "Terusin aja ngetawain gue, Kak!"
"UH! Kaki lo ya be––hai, Yosa," Arthur tidak jadi mengomel karna terpana melihat Yosa. Cewek itu seribu kali lebih cantik dibalut gaun warna pink lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zayn and Zena ✔
Roman pour Adolescents[Teenfict Story] Bagi Zayn, Zena adalah kepingan coklat di atas black forest cakenya, dan bagi Zena, Zayn adalah taburan gula halus di atas donat polosnya. Tanpa keduanya semua terasa hambar.