PROLOG

33.4K 1.8K 54
                                    

Zayn memisahkan bagian tubuhnya yang menempel dengan Zena. Cowok beranjak remaja dengan seragam biru-putih itu memberikan tatapan bersalah. Sementara yang ada di hadapannya membulatkan matanya. Benar-benar bulat.

Namun, tidak sampai dua detik tarikan bibir masing-masing dari mereka menemani suara burung yang barusaja melintas di udara.

"Kalo sahabatan berarti boleh ciuman ya?" Zena bertanya. Mengoleskan lapisan kulit ibu jarinya pada lekuk bibir mungilnya lalu menatap Zayn sejenak.

"Zeze marah sama Zaza gara-gara ciuman tadi?"

Zena terdiam. Sebuah jawaban yang seolah sulit terucap hanya diberikannya melalui gerakan kepala.

Zena menggeleng. Pelan. Lemah.

"Zaza sedih nggak kalo nanti kita nggak bisa ketemu lagi?"

"Kita pasti ketemu lagi kok."

"Kenapa bisa yakin?"

"Karna kita kan emang nggak bisa dipisahin lama-lama," Zayn menatap lekat-lekat manik mata kecoklatan milik sahabat kecilnya. Di sana ada pengharapan, akan sebuah pertemuan kembali di masa depan. "Zaza bakal nungguin Zeze pulang. Zeze pasti pulang buat Zaza kan?"

"Iya. Zeze janji."

"Ciuman tadi itu jangan dilupain ya. Kenang-kenangan dari Zaza."

"Mana bisa lupa. Zaza kan yang pertama."

Zayn lompat ke bawah. Meninggalkan batang pohon besar yang sudah setengah jam ini menampung tubuhnya dengan Zena.

Saatnya telah tiba. Perpisahan itu tidak bisa dihindari.

"Zaza ih– kenapa turun duluan? Zeze kan takut," sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya, Zena menatap ngeri jarak dua meter di bawahnya.

"Zeze lompat!"

"Nggak mau. Nggak berani."

"Tadi berani naik, masa sekarang nggak berani turun."

"Kan beda– Zaza ah!"

"Buru– mau ditinggal sama Papa Mamanya Zeze?" kedua tangan Zayn terbuka, bersiap menangkap tubuh Zena.

"Zaza merem tapi."

"Lho kok?"

"Nanti ngintip."

"Kan Zeze pake celana pendek. Pink kan warnanya?"

"Ih, kok Zaza tau?"

"Itu keliatan."

"Zazaaaa!"

"Udah ayo ah. Manja deh. Dasar kutu kucing!"

"Zaza upilnya macan!" Zena menguatkan dirinya. Zayn pasti mampu melakukannya. "Zeze lompat ya! Satu– dua– tiiii––"

"Nah kan, nggak sakit. Dibilangin juga."

Zena tersenyum lega. Dia masih hidup. Masih utuh tanpa luka sedikitpun.

Dua anak manusia berstatus murid kelas dua SMP itu bergandengan tangan. Menjauh dari taman belakang rumah Zayn. Menjauh dari pohon mangga yang menjadi tempat terjadinya pertemuan dua bibir polos.

Langit yang jingga menjadi saksi. Sore itu, dua sahabat bertemu untuk terakhir kalinya karna setelah ini akan ada bentangan jarak yang memisahkan mereka.

⭐⭐⭐

H e l l o !!!

Saya datang membawa cerita baru (lagi) ehehehehe cerita ringan tentang kehidupan Zayn dan Zena sebagai remaja berikut masa-masa indah mereka di bangku SMU.

Tapi, yang namanya cerita tidak akan selalu indah bukan? Pasti akan ada baper disana-sini.

Well, Happy Reading my lovelies! ❤

Tinggalkan komentar ya agar lebih memberi saya semangat.

Senin, 18 April 2016

Zayn and Zena ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang