Jumat telah berganti dengan Sabtu, itu artinya acara Survival Training sudah terselenggara dengan baik selama satu hari.
Banyak yang meratapi nasibnya karna harus terdampar di hutan rimbun seperti ini, namun banyak juga yang terlihat bersemangat untuk mengikuti acara-acara yang telah disusun oleh panitia. Semalam, mereka diperintahkan untuk membuat api unggun besar, duduk bersama mengelilinginya sambil melakukan permainan santai. Sebelumnya, dari siang sampai sore tenaga mereka sudah digerus untuk mengelilingi hutan bagian timur, mencari kayu bakar dan bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam. Mulai dari buah-buahan liar sampai dedaunan yang harus mereka pahami apakah jenisnya bisa dikonsumsi oleh manusia.
Di tempat ini, tidak ada makanan enak, kasur yang empuk dan fasilitas gadget apapun, namun di sini mereka diajarkan apa arti kebersamaan yang sesungguhnya. Mereka dituntut untuk bahu-membahu memenuhi kebutuhan mereka tanpa boleh hanya bergantung pada orang lain.
"Pagi, Zezenya Zaza."
Sapaan khas itu serta merta membuat Zena menggerakkan tubuhnya. Dia yang sudah duduk di depan perapian dan sedang menunggu airnya matang harus berbagi tempat karna Zayn langsung duduk bersamanya.
"Pagi," jawab Zena. Pandangannya lalu beralih dari wajah cerah Zayn menuju batok kelapa warna hitam yang berisi air, benda itu berada di tangan Zayn. "Zaza udah ngerebus air? Cepet banget."
"Zaza udah bangun dari subuh tadi. Trus ambil air di sungai sama Arga, eh tapi abis itu dianya balik tidur lagi. Ya udah Zaza sendiri yang ngerebus airnya."
"Kok nggak ngajak Zeze sih?"
"Zaza juga kepikiran gitu, tapi takut ganggu tidurnya Zeze," ucap Zayn lantas mengangsurkan batok pemberian panitia untuk setiap murid yang harus digunakan sebagai pengganti gelas. "Nih, Zeze minum punya Zaza dulu aja. Masih anget kok. Pasti udah haus kan?"
"Ih, nggak ah. Zeze mau nunggu air Zeze mateng, nggak seru dong masa nggak ada perjuangannya sama sekali," jawab Zena, tangannya mendorong kembali batok yang sudah ada di dekat tangannya.
"Ceilah, ngomongnya gaya banget sih Zeze," Zayn terbahak, lengannya dia gunakan untuk menyenggol lengan Zena. Tidak mau kalah, Zena pun melakukan hal serupa.
"Lagian Zaza udah ngerebus airnya lama masa mau dikasih ke Zeze gitu aja, haus mah tinggal minum aja. Tenggorokan keburu kering entar."
"Zeze aja yang minum duluan, ntar kalo air Zeze udah mateng gantian buat Zaza."
"Masa gitu?"
"Batok punya Zaza bersih tau. Zaza kan nggak jorok, jadi kalo mau dipake Zeze aman-aman aja," Zayn bersikeras memberikan batok miliknya. Dia mengambil tangan Zena untuk mengambil alih batoknya dan dia meminta satu tangan Zena yang lain untuk sama-sama melingkari benda tersebut. "Biar tangan Zeze ikutan anget. Udara di hutan kan beda sama Jakarta."
Kalau sudah begini, Zena cuma mempunyai satu pilihan, yaitu menuruti perintah Zayn. Zena mendekatkan bibir batok ke mulutnya dan mulai mengalirkan air hangat dari sana. Tidak munafik, sebenarnya Zena juga sangat haus. Terakhir kali dia minum adalah semalam, dan Zena tidak bisa jika tidak minum air putih sehabis bangun tidur.
"Pinternyaaa," kata Zayn lembut seraya tangannya mencubit gemas pipi Zena. "Zeze udah nggak marah lagi kan sama Zaza?"
Air di dalam mulut Zena terasa macet, tidak bisa mengalir sempurna ke tenggorokan. Pertanyaan Zayn mau tidak mau membuatnya berpikir, mana bisa dia masih marah sementara Zayn terus saja memperlakukan dia dengan cara istimewa. Zayn itu anak patuh, maka dia menuruti semua perintah mama Zena agar menjaga cewek itu. Kekesalan Zena terhadap sikap sekaligus perkataan Zayn tempo hari bagai debu yang telah disapu oleh angin. Zayn bahkan menebus kesalahannya dengan kelewat baik, sampai-sampai beberapa kali Zena merasakan apa yang namanya baper dadakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zayn and Zena ✔
Fiksi Remaja[Teenfict Story] Bagi Zayn, Zena adalah kepingan coklat di atas black forest cakenya, dan bagi Zena, Zayn adalah taburan gula halus di atas donat polosnya. Tanpa keduanya semua terasa hambar.