"Halo?".
"Kamu dimana?".tanya Aga dari seberang sana.
Terdengar bunyi helaian angin di telinga kananku. Sepertinya, Aga tengah berada di jalan.
"Di ruang OSIS nih, kamu dimana?".
"Di atap sekolah".
Mataku terbelalak. Lah, kenapa dia berada di atas sana? Bukannya Aga harus mengikuti program kuliahnya di Bandung?
"Hah?! Kamu kan seharusnya lagi di Bandung".
"Tadi, tapi sekarang aku udah balik".jawabnya disertai dengan kekehan kecil.
"Oh kirain".
"Sini deh".
"Gimana bisa, aku kan mau rapat panitia prom night. Gara gara kamu nih aku jadinya ikutan panitiaan".
Terdengar tawa keras dari ujung sana. Kayanya Aga lagi menertawakanku. "Gak ada yang lucu".ucapku datar.
"Iya iya deh maaf. Kan biar kita bisa masuk dalam nominal king and queen nanti".
"Ya tapi kan gak harus jadi panitia".
"Udah buruan aja sini. Soal rapat, kamu gausah capek capek buat ikut. Ada aku kok, kan yang punya sekolah aku".ucapnya enteng.
"Sekolah masih ditangani sama Papa kamu! Enak aja ngatain milik kamu, kamu juga gak bisa seenaknya dong".
"Ya kan sebentar lagi jatuh ke tangan aku sayang. Udah buruan aja deh kamu kesini. Jangan sampai aku loncat dari atas ke bawah ya cuma gara gara nungguin kamu".
"Lebay deh. Iya iya, aku kesana sekarang".
"Gitu dong".
Tuttt..
Sambungan telepon pun terputus kalau saja aku tidak mematikannya dengan segera. Huh, Aga! Laki laki itu sungguh membuatku kesal. Iya sih, tapi kan dia tidak bisa seenaknya begitu saja.
Aku bangkit dari dudukku, berniat pergi menemui Aga yang sedang berada di atap sekolah saat ini. Aku membuka knop pintu dengan pelan, takut mengganggu orang orang yang sibuk menjalani tugasnya di dalam. Setelah pasti bahwa tidak ada yang tau aku pergi meninggalkan ruangan OSIS demi Aga, aku pun berjalan dengan langkah santai sambil menaiki beberapa anak tangga untuk bisa sampai ke area atap sekolah.
Hembusan angin di pagi ini membuat bulu kudukku meremang. Dingin sekali. Meskipun masih tercampuri dengan hawa polusi udara. Aku menemukan seorang laki laki yang tengah duduk di atas matras bewarna hijau. Aku menghampiri laki laki itu dengan senyum yang merekah.
"Aga!".panggilku.
Aga menolehkan kepalanya menghadapku. "Eh udah disini aja kamunya".
"Kamu daritadi disini terus?".tanyaku.
Aga mengangguk. "Iya. Nungguin kamu".
Aku terdiam. Memilih untuk duduk di sebelah Aga dan bersandar pada dada bidangnya. Tanpa menunggu perintah, Aga langsung membawaku ke dalam dekapannya.
"Aku sayang banget sama kamu".bisiknya membuat kedua pipiku memerah.
Aku tersenyum. "Aku juga sayang banget sama kamu".
"Kalau kita nikah nanti, kamu mau namain anaknya apaan?".
Aku terdiam sejenak. Benar juga, harus dari sekarang untukku menentukan nama anak anakku kelak. Jika kami berdua berjodoh, aku dan Aga pasti bisa memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

KAMU SEDANG MEMBACA
EXPECTED ✔
Teen FictionSalahkah aku jika aku memiliki kedua orangtua yang menyayangiku tanpa harus melihat statusku yang sebenarnya? Salahkah jika aku hidup dalam ketenangan dan kedamaian? Salahkan jika aku mencintai seseorang yang juga mencintaiku apa adanya? Apalah arti...