Bangunan-bangunan kokoh berdiri berjajar saling berhimpit dan berhadapan memenuhi setiap sudut ibukota. "Bar, penginapan, toko ... mungkin ini pusat kota." gumamku melihat keramaian orang-orang yang semakin lama semakin memadat di setiap sudut.
Aku menapaki jalan-jalan ibukota yang penuh dengan lalu-lalang orang. "Silahkan, silahkan, kerang segar, ikan segar ...," kudengar seorang pria paruh baya menawarkan dagangannya di atas gerobak kayu yang disandarkan di tepi jalan. Beberapa orang melihatku dengan pandangan aneh, sebab aku berjalan agak tertatih-tatih karena luka dikakiku.
Belum benar-benar tenang perasaan maupun kekhawatiran ini mendengar desaku yang hancur, Namun siang itu aku mendapat perintah langsung untuk menghadap sang pemimpin negara persatuan antar suku, sang pemimpin yang menduduki kuasa tertinggi di Tanah Kesslein. Generasi kedua dari Seimar Darka, sang tombak guntur Raghar Darka.
Sebelumnya Earl berkata padaku bahwa jalan menuju desaku telah ditutup dan dijaga dengan ketat karena menjadi tempat berbahaya. Tapi ada cara untuk membawaku kembali ke desa, yaitu dengan menumpang karavan milik pedagang sampai perbatasan Ibukota. Namun aku harus menemui sang pemimpin dahulu. "Jika mereka tahu kau kabur dari tempat itu, mereka pasti akan mencarimu." ujar Earl saat itu.
Earl menuntunku menyusuri jalan hingga sampai ke Istana yang berada tepat ditengah-tengah ibukota. Setelah agak lama mengikuti serangkaian proses pemeriksaan oleh penjaga istana, akhirnya kami diizinkan masuk kedalam istana melalui sebuah gerbang yang sangat besar. Barisan tegap pasukan legiun dari suku darka mengiringi sepanjang jalanku menuju ke singgasana.
Sang pemimpin Tanah Kesslein terlihat duduk di singgasana, sosoknya yang berambut panjang dan bertubuh tegap tampak sangat berwibawa dengan mengenakan jubah khas dari suku Darka. "Salam, yang terhormat pemimpin kami... Naku Raghar Darka." aku memberi salam kepadanya. Tak lupa memanggilnya dengan sebutan Naku, sebuah gelar bagi pemimpin negara ini yang berarti "Tangan Dewa" dalam bahasa suku Darka.
"Kau pria dari suku Lukaru, kulihat jiwa pemburu naga darimu. Kau membawa nama Lukaru di bahumu nak, sebuah suku yang selalu menghasilkan pemburu-pemburu handal." Naku Raghar berbicara dengan menunjuk ke sebuah bendera bergambar seekor naga melingkari sebuah matahari, terpampang jelas bersama bendera-bendera lain yang terpasang hampir memenuhi seluruh dinding ruangan.
"Nak, yang kau lihat itu adalah panji-panji yang dibawa leluhurmu saat bertempur melawan Kesslein Grimar bersama dengan suku Darka," Ujarnya.
"Aku tahu perasaanmu saat ini, tentang desamu," Naku Raghar berkata seolah memang mengetahui diriku yang sangat dilanda kekhawatiran tentang nasib desaku.
"Apakah kau membawa gulungan surat perintah yang diberikan padamu?" sambungnya sambil menanyakan kertas yang telah hilang entah kemana saat insiden waktu itu.
"Maafkan saya Naku, saya kehilangan gulungan itu," jawabku.
"Sayang sekali," jawabnya singkat.
"Saat itu saya dan Bolmur beristirahat di bukit Nabia dan berencana akan melakukan latihan esoknya. Namun, malam itu kami diserang puluhan Micmic."
"Puluhan? mustahil Micmic bergerak dalam kelompok sebanyak itu," Tiba-tiba terdengar seseorang anggota legiun yang berdiri di samping sang pemimpin, berbicara seolah tak percaya dengan apa yang telah aku ceritakan.
"Tenanglah, biarkan anak ini menceritakan apa yang terjadi," sela Naku Raghar mencoba memberiku kesempatan menjelaskan apa yang terjadi.
Kujelaskan semua yang kualami pada saat malam itu termasuk tentang sosok manusia berkulit naga. Naku Raghar hanya tampak terdiam, berbeda dengan orang-orang disekitarnya yang terdengar gaduh.
![](https://img.wattpad.com/cover/70061597-288-k134024.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DRACOMILLIR
FantasySeluas apakah dunia? Untuk apa manusia mencari tahu? Bahkan setelah ratusan tahun menginjakkan kaki di tanah ini, mungkinkah manusia lupa dengan hal-hal yang telah ditentukan untuk mereka? Sejauh apapun mencari, pada akhirnya akan kembali ke tempat...