Seluas apakah dunia? Untuk apa manusia mencari tahu? Bahkan setelah ratusan tahun menginjakkan kaki di tanah ini, mungkinkah manusia lupa dengan hal-hal yang telah ditentukan untuk mereka? Sejauh apapun mencari, pada akhirnya akan kembali ke tempat...
Entah bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu, namun yang kuketahui kini aku telah meninggalkan teman-temanku di Divisi Pasukan Pengintai dan memilih untuk melanjutkan perjalanan melalui jalur yang dikehendaki oleh Dor Uluros. "Baiklah jika itu yang kau inginkan," demikianlah kata-kata terakhir dari Qarqar yang kuingat sebelum akhirnya kami berpisah. Sementara Earl, Calin maupun Ythri tidak mengatakan apapun dan memang tampaknya mereka sangat terkejut dengan keputusanku pada saat itu.
Kelompokku kini adalah kelompok yang berisi para orang-orang Divisi Jelajah. Para Dor Uluros yang mengagumkan yaitu Goran, Jahr, Yara dan Findar, serta orang-orang suku Lahuri yang dikenal sangat pemberani yaitu Kilan, Arbail, Kosha, Hylrim dan Gumbedor. Kelompok yang terdiri dari 10 orang ini bergerak ke arah utara kemudian berbelok sedikit ke timur, melewati Lembah hijau diantara sungai Huiri dan Duiri; tempat dimana kami beristirahat kala itu setelah insiden hutan gelap.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cukup lama kami berkuda, hingga matahari yang lelah tampak turun dan beristirahat di balik bukit-bukit. Pada akhirnya kami berada di celah antara dua tebing batu yang menjulang amat tinggi. Celah yang tampak berkabut. Tanahnya kecokelatan dan amat berbatu. Tempat ini begitu tandus, sampai-sampai tak terlihat sedikitpun rumput atau tanaman lain tumbuh di tanah maupun di celah-celah bebatuan.
Kami melangkahkan kuda-kuda kami sedikit ke dalam, menyusuri tebing-tebing tinggi di kedua sisi kami berjalan. Bebatuan sebesar kepalan tangan sesekali jatuh dari atas tebing. Tak sedikit yang hampir mengenai beberapa orang diantara kami. Saat itu seseorang dari kami melihat sesuatu di balik tebing-tebing itu. Seorang pria besar dari suku Lahuri, Gumbedor tampak menunjuk ke arah tebing batu yang menjulang tinggi tepat di depan kami.
"Hei, kau melihat itu?" bisik Gumbedor pada Goran.
Kemudian aku melihat kearah tebing yang ditunjuknya. Tampak samar terlihat tubuh seekor naga berwarna kuning keemasan yang amat besar tertidur di balik bebatuan besar di atas tebing. Sangat besar, mungkin jenis Armae Dinobal, jenis naga yang harus dihadapi dengan pasukan serta peralatan yang cukup banyak seperti saat menghadapi Arghaleim saat di hutan gelap. Goran tampak berusaha meredam suara kami yang mulai cukup gaduh akibat melihat naga itu.
"Tenang! jangan menimbulkan suara yang bisa membangunkannya. Naga itu tampaknya tertidur. Kita tidak bisa menghadapi naga sebesar itu dengan jumlah kita yang seperti ini. Kita akan dibantai habis kalau naga itu terbangun," ujar Goran.
Ya, tentu saja naga sebesar itu tidak akan mungkin bisa dikalahkan dengan kami yang hanya berjumlah tak lebih dari 10 orang tanpa peralatan yang memadai. Kami setuju untuk bergerak lebih hati-hati dan berjalan dengan senyap. Maka saat itu kami meninggalkan naga itu begitu saja. Itu demi keselamatan semua orang yang ada di kelompok ini. Kami berjalan melalui sisi-sisi tebing dan jalan setapak perlahan-lahan hingga tak terasa telah menyusuri setengah dari jarak perjalanan kami di datarang terlarang ini. Setibanya kami di sebuah perbukitan yang cukup landai, sebuah anak panah melesat entah dari mana asalnya. Menancap tepat didepan kuda yang ditunggangi oleh Goran di barisan terdepan. Seketika itu juga kuda yang ditungganginya tampak kaget dan memekik hingga Goran hampir saja terjungkal dari atas pelana.