Part 22

1.2K 72 0
                                    

"Hallo ma, kenapa?"

"Kamu masih disekolah Prill?"

"Iya ma, tapi bentar lagi pulang kok"

"Kamu pulang sama siapa nanti?"

"Pulang sama Ali ma"

"Syukurlah kalau gitu, mama tenang jadinya. O.. ya Prill, sore ini mama sampai Jakarta"

"Ya udah, nanti aku jemput. Kalau Ali masih di rumah, biar aku sama dia yang jemput mama"

"Nggak usah prill, mama pulang sendiri bisa kok. Kalian tunggu mama di rumah aja ya"

"Oke deh kalau gitu, ma udah ya kayaknya Prilly udah ditunggu Ali ini mau pulang"

"Baiklah, kalian hati-hati ya"

Klik.

Prilly mematikan saluran teleponnya dengan mamanya.

"Kok lo bisa deket sama Ali sih prill?" Tanya seseorang yang tiba-tiba datang. Membuat Prilly terlonjak kaget

Prilly baru menyadari kalau ia saat ini sedang berada di toilet. Bisa dibilang 'tempat umum' jadi wajar saja kalau ada yang mendengar pembicaraannya dengan mamanya tadi. Prilly melirik gadis yang dibelakangnya melalui pantulan kaca yang dihadapannya.

"Ee.. soalnya.." ia bingung harus menjawab apa, bukannya tak mau menutupi pertemanannya dengan Ali namun ia takut jika pertemanan mereka banyak yang mengetahui terutama penggemar Ali akan mem-bully nya. Seperti saat ini, ia takut jika harus di bully oleh Safira teman sekelasnya, yang notabenenya adalah salah satu penggemar Ali di sekolah ini.

"Soalnya apa prill?" Desak Safira. "Eehhhmm.."

Prilly menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "nyokapnya Ali sama nyokapnya gue itu sahabatan, jadi otomatis kita juga temenan"

Ia menghela nafas lega, karena bisa memberi alasan yang sangat tepat.

"Oo gitu.. nyokap kalian udah sahabatan lama?" Tanya Safira lagi. Dijawab oleh Prilly dengan anggukan cepat tanpa menoleh kebelakang.

"Tapi kenapa gue baru ngeliat kalian deket akhir-akhir ini?" Tanya Safira yang sekarang menggunakan nada sinisnya.

Prilly membalikan tubuhnya, sehingga ia melihat jelas tubuh Safira, teman sekelasnya. "Menurut gue sih, itu nggak penting buat lo ya" jawab Prilly tak kalah sinisnya, karena ia merasa akan ada bau-bau pem-bully-an sehingga ia mengantisipasinya terlebih dahulu. Walaupun sebenarnya ia takut dan tak mau bertengkar.

"Ya, emang nggak penting juga" Safira pun segera pergi meninggalkan Prilly.

"Hufftt.. untung gue bisa lawan dia tadi" syukur Prilly dalam hati.

*****************

"Brayen!" Seru Ali saat melihat Brayen yang sudah berada diparkiran.

"Kenapa bro?" Tanya Brayen saat Ali sudah berada dihadapannya.

"Liat Prilly nggak?"

"Gue nggak liat tu, kenapa emangnya?"

"Gue mau pulanglah" jawab Ali santai. Brayen mengernyitkan dahinya "lo pulang bareng Prilly?"

Ali mengangguk, "kayaknya lo belum cerita ke gue deh"

Kali ini gantian Ali yang mengernyitkan dahinya seraya menatap Brayen "cerita tentang Prilly" sergah Brayen cepat.

"Dari nginep di rumahnya, panggilan nenek lampir, nggak natap Prilly dengan tajam terus sekrang pulang bareng" jelas Brayen.

"Nyokapnya dia sama nyokap gue sahabatan lama, otomatis kita sekarang temenan" jawab Ali yang tanpa sengaja dan tanpa ia ketahui, kalau Prilly juga menjelaskan hal sama pada Safira.

Berawal Dari TatapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang