1 Accident

38.5K 2.9K 59
                                    


We don't meet people by accident,

They are meant to cross our path for a reason

(Anonymous)


"Aku nggak nyaman pake baju ini,"keluh gadis bertubuh tinggi dengan kebaya berwarna merah itu.

Wajahnya yang cantik dengan make up tipisnya menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan perkataannya. Ketidaknyamanannya begitu kentara meski sesekali ia menampilkan senyuman terhadap orang-orang yang lewat dan tersenyum karena mengenalinya.

"Nggak apa-apa. Lo cantik banget, Jingga,"ujar temannya yang juga memakai baju yang sama.

"Rasanya aneh, Er..." gadis bernama Jingga itu kembali mengeluh. Erin, temannya hanya menggeleng kecil dan menyuap sesendok puding miliknya.

"Sabar aja. Lagian kan ini cuma hari ini aja, jadi bridemaids-nya Anya,"ujar temanya yang lain, Lena.

Jingga hanya bisa menghela napas, dan seperti kedua temannya, ia pun ikut menyantap dessert yang ada di pesta itu. Sepertinya dia memang harus menelan segala protesannya akan baju kebaya merah cerah yang dipakainya bersama dengan kedua temannya yang lain. Sebenarnya ia ingin menolak mentah-mentah pilihan Anya –teman mereka bertiga yang saat ini sedang menjalani resepsi pernikahan –untuk menggunakan kebaya merah karena desain baju pernikahan ala Palembang nya berwarna merah dengan aksen emas. Tapi apa daya, tidak ada yang bisa membantah the-soon-to-be-bride kan?

Bukannya Jingga tidak suka warna merah. Ia sejujurnya sangat menyukai warna-warna cerah karena menurutnya dapat membuat mood membaik. Namun tidak dengan pakaian bernama kebaya dan pakaian lainnya yang menunjukkan sisi feminin seorang gadis. Apalagi pekerjaannya selama ini dapat membuatnya bisa berpakaian bebas sesukanya, dan tidak mengharuskannya memakai pakaian formal seperti kemeja atau blazer.

Jingga bisa melihat tatapan-tatapan berminat para pria (yang mungkin single) ke arahnya. Ia memalingkan wajah dan kali ini mencoba lebih fokus kepada pembicaraan kedua temannya. Ini yang membuat gadis berusia 25 tahun ini tetap single hingga sekarang.

Jingga tidak mau menanggapi perhatian pria-pria yang tertarik padanya. Menurutnya pacaran itu hanya akan membuang waktu dan pikirannya. Sementara keluarganya saat ini butuh perhatian ekstra darinya.

Sejujurnya Jingga ingin sekali merasakan seperti teman-temannya yang lain, punya seseorang yang spesial. Akan tetapi pria-pria yang mendekatinya selalu pada akhirnya menjauh ketika mengetahui tanggung jawab yang diembannya. Jingga yang bekerja sebagai jurnalis harus membiayai dua orang adiknya dan juga satu keponakannya yang masih sekolah. Apa ada pria yang mau mendekatinya karena hal itu?

Jingga kemudian melihat ke arah pelaminan, dimana Anya dan suaminya menerima ucapan selamat para tamu. Wajah Anya tersenyum bahagia, begitupun Rama, suami Anya. Hidup Anya termasuk beruntung. Anak tunggal, orang tua kaya, dan sekarang suami yang sangat mencintai Anya.

Hal itu membuat Jingga bertanya-tanya, apa suatu hari nanti ia bisa bertemu dengan seseorang yang tidak semata-mata melihat kondisi keluarganya saja. Pertanyaan yang membuatnya berpikir pahit, seandainya ia adalah Anya.

Kemudian ponselnya berdering.

"Ya, La?"ucap Jingga lembut pada sang keponakan. Suara kekanakan Langit menyapanya, diiringi dengan suara jahil milik Awan, adik bungsu Jingga. Kemudian Jingga tertawa mendengar ucapan heboh kedua anggota keluarganya itu.

Meski banyak kesulitan yang harus ia hadapi demi mereka, Jingga tidak akan mau menggantikan keluarganya dengan apapun juga.

***

Dear JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang