5 Melody

25.6K 2.3K 83
                                    

Sudah dua jam sejak Rayyan mengatakan hal itu pada Jingga, namun wanita itu masih belum membalas pesannya. Membuat Rayyan merutuki dirinya sendiri. Kenapa oh kenapa ia harus menyatakan keinginannya untuk menghubungi wanita itu? Padahal mereka belum lama kenal, dan tentunya akan terasa aneh sekali jika sudah mulai berhubungan melalui telepon.

Tapi Rayyan sangat penasaran dengan sosok Jingga. Perbincangan mereka via chatting membuat Rayyan merasa nyaman, seperti kepada seorang teman. Wajar kan jika ia ingin berbicara langsung dengan seseorang yang dianggapnya teman? Apalagi ketika wanita itu sedih...

Rayyan merasa tolol sekali karena sejak tadi ia tidak bisa tidur karena wanita itu tidak membalas pesannya. Pria itu kemudian bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamar untuk keluar mengambil minum di dapur. Namun, suara notifikasi pesan di ponselnya membuat Rayyan bergegas kembali masuk ke kamar hingga ia tersandung di ujung karpet kamarnya.

Rayyan meringis saat merasakan dengkulnya membentur lantai berlapis karpet. Namun ia kembali bangkit dan bergegas dan mengambil ponselnya di ranjang. Lalu disana, ada pesan masuk dari Jingga. Pesan yang singkat namun menurut Rayyan sangat manis, membuat pria itu tersenyum.

'Aku gk tau tepat atau gk, ngasih nomorku ke kamu. Tapi supaya kmu gk kaget, aku kasih tau skrg aja. Suaraku jelek, cempreng, bikin sakit telinga. I warned you ya.'

Rayyan terkekeh membaca pesan itu.

Kemudian di bawahnya tertulis nomor ponsel yang diyakini Rayyan adalah nomor ponsel milik Jingga. Tidak berapa lama, masuk pesan baru.

'Jgn ditelpon skrg ya. Btw, akan lebih adil kalo kmu juga ngasih nomor kmu juga. Bye, Rayyan. Gud nite. Sleep well,'

Rayyan pun membalas pesan Jingga dan menuliskan nomor ponselnya. Bibirnya terus tersenyum. Pikirannya terus bertanya-tanya saat ia kembali berbaring di ranjang. siapa yang nantinya menjadi orang yang pertama kali menelpon?

***

Jingga cukup kaget ketika Rayyan mengatakan ingin menelponnya. Sehingga wanita itu tidak bisa langsung menjawab pertanyaan pria itu. Ia berpikir berulang kali, apa untungnya dia jika memberikan nomornya pada pria yang hanya dikenalnya lewat media sosial? Bagaimana jika aslinya pria itu ternyata tidak sebaik yang terlihat?

Berpikir seperti itu membuat Jingga mendengus. Terlihat bagaimana? Mereka kan hanya kenal lewat chatting saja. Meski mereka sering chatting, hal itu sama sekali tidak menjamin jika kedua belah pihak benar-benar mengatakan hal yang jujur. Seperti Jingga yang menggunakan nama panggilan, bukan nama asli. Bisa jadi pria itu juga sama.

Kalau ternyata pria itu penipu, memberikan nomor ponselnya sama saja membuka jalan untuk penipuan atau menjadi korban keisengan. Jadi untuk apa Jingga memberikan nomor ponselnya pada Rayyan?

Pada akhirnya karena rasa penasaran. Nalurinya sebagai seorang jurnalis yang memang memiliki rasa penasaran terlalu tinggi susah sekali dibendung. Dengan mengendap-endap Jingga masuk ke kamar adiknya, dan mengambil satu kartu perdana nomor ponsel yang dijual oleh Awan di meja belajar. Kemudian ia memasangnya di sim 2 ponselnya yang sejak awal tidak diisi sim card nomor.

Usai mengaktifkan nomor baru tersebut, Jingga mengirim pesan untuk Rayyan dan memberi tahu nomor barunya. Namun, ia mengatakan tidak mau dihubungi sekarang. Ia juga meminta nomor ponsel pria itu. Jingga tersenyum puas. Dengan begini, jika ternyata terbukti pria itu hanya pria iseng dan hanya berniat mempermainkannya, kartu nomor itu bisa langsung Jingga buang.

Jingga kemudian berbaring di tempat tidurnya dengan senyum puas di wajah. Tanpa menyadari jika perasaan sedihnya tadi sudah menguap begitu saja.

***

Dear JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang