6 The Lonely Woman

24K 2.2K 44
                                    


"You want somebody, just anybody

To lay their hands on your soul tonight.
You want a reason to keep believin'
That some day you're gonna see the light..."

Desperate - David Archuleta


"Maaf, bikin Tante repot lagi,"ucap Langit.

Jingga menyadari kemurungan di wajah keponakannya itu, lalu mengusapnya lembut. "Udah biasa kok. Kalau nggak direpotin malah aneh rasanya,"kekehnya.

Gadis berusia 14 tahun itu masih menatap tantenya sedih. Ia menyesalkan kondisinya saat ini, yang tidak sepintar om kecilnya, sehingga harus belajar ekstra keras di penghujung sekolah menengah pertama. Langit menyadari jika tidak belajar dengan keras, mungkin ia tidak akan masuk ke sekolah negeri. Makanya ia terlalu memforsir dirinya sendiri dan berakhir jadi sakit dan malah lebih merepotkan tantenya.

"Lala mau masuk ke sekolah negeri,"ucap gadis itu sedih.

Tangan Jingga yang sedang mengelus rambut keponakannya itu langsung terpaku. Ia kemudian tersenyum lembut. "Bisa, kalau kamu belajar rajin lalu menjaga kesehatan. Tapi kalau nggak bisa masuk sekolah negeri, sekolah swasta yang bagus juga banyak,"ucap Jingga dengan nada ringan.

Jingga menghela napas dalam hati. Nilai Langit yang pas-pasan di sekolah tidak akan mungkin mengantarkan anak itu masuk ke sekolah negeri yang bagus. Sebagai pengganti orangtua, tentunya ia tidak ingin keponakannya itu masuk ke sekolah negeri dengan nomor bawah dan fasilitas tidak bagus. Makanya ia harus lebih bekerja keras agar bisa menyekolahkan Langit di sekolah swasta yang bagus.

"Kalo Lala masuk swasta, Tante pasti kesusahan bayar uang sekolahnya,"

Jingga tertegun melihat ekspresi Langit yang menunjukkan perasaan terbebani. Seharusnya remaja berusia 14 tahun tidak memikirkan hal seperti itu. Seharusnya Langit dan Awan menikmati masa-masa sekolah mereka yang menyenangkan tanpa memikirkan biaya atau masalah lainnya. Seperti Jingga dulu... sebelum keempat orang dewasa yang selalu melindungi mereka meninggalkan mereka di waktu yang bersamaan.

Jingga kemudian mencubit pipi Langit dengan keras, membuat gadis itu menjerit kesakitan dan menarik tangan tantenya, berusaha melepaskan. "Tante Je! Sakitttt!!"gerutu Langit dengan mengusap-usap pipinya yang kini memerah.

"Langit! Tante udah bilang ya, masalah uang atau apapun itu kebutuhan kamu, Tante yang pikirin! Kamu cukup sekolah aja yang bener!"ucap Jingga tegas.

"Tapi Tante...."

"Lagian rezeki itu nggak salah alamat kok. Jadi kita nggak usah khawatir, yang penting cari dengan cara halal,"kata Jingga kemudian tersenyum dan mengusak-usak rambut Langit hingga berantakan. "Ngerti?"

"Iya, ngerti," Langit kemudian tersenyum kecil, lalu memeluk Jingga. "Makasih Tante, udah jadi Mama-nya Lala. Mama yang cantik dan baikkkk hati!"

Jingga merasa haru mendengar penuturan keponakannya itu. Disamakan oleh almarhum kakak iparnya yang baginya adalah wanita hebat, membuat Jingga merasa bangga dan senang. Namun, ia tidak ingin menangis di hadapan gadis kecilnya itu. "Kamu ngomong gitu supaya Tante kasih Sate Padang ya?"ucapnya dengan nada curiga.

Langit nyengir. "Boleh ya?"

Jingga mencubit lagi pipi keponakannya itu, membuat Langit kembali meringis sebal. "Awan cuma beli 2 porsi, jatah kamu makanan rumah sakit sampai sembuh,"

"Yahhhh~"

Kemudian tirai ruang rawat Langit terbuka, dan muncul Awan yang membawa bungkusan makanan. "Kenapa nyebut-nyebut aku?"tanyanya lalu menyerahkan bungkusan Sate Padang pada Jingga. Jingga segera membukanya dan meletakkan seporsi miliknya di piring plastik.

Dear JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang