Bab 5. Felicia Carvel

432 43 3
                                    

"Ka-kasus apaan?" Ucapku terbata-bata. Bagaimana tidak, rahasia yang hanya aku dan yona yang tau mungkin saja diketahui oleh dua laki-laki tampan ini. Kalau saja rahasia itu bukanlah rahasia yang WOW.. sudah daritadi mereka kuberitahu. Suasana ini benar-benar genting. Bahaya 45 nih!

"Jangan sok bodoh deh. Kemarin kalian nemuin sesuatu di lokasi itu kan?" Balas Si ketos--yang belakangan kuketahui bernama rei--sambil menatapku dan yona dengan tatapan sinis minta dicolok.

"Maksud lo apaan?!" Ucap yona dengan nada tinggi dan mata melotot. Dua laki-laki ini benar-benar harus diacungi jempol. Mereka tidak takut sama sekali walaupun dipelototin oleh yona. Oke.. bukannya melebih-lebihkan kurasa jika Mak lampir, pocong, kuntilanak, dan kawan-kawannya dipelototi oleh yona mereka juga akan lari terbirit-birit. Kecuali pocong tentunya.. dia pasti akan melompat-lompat sampai terguling. Hehehe...

"Kemarin gue liat lo berdua ngambil sesuatu dari sepatu jessy, terus lo berdua pergi menjauh dari kerumunan menuju ketempat tersembunyi dan kalian mengeluarkan sesuatu yang membuat raut wajah kalian berubah." Ucap rei panjang lebar " Benda apa itu?"

Pantas saja aku merasa familiar dengan wajahnya. Dia adalah laki-laki yang memandangku dengan tatapan intens saat kejadian hari itu. Aku ingat sekarang. Jadi.. dia mengikutiku dan yona? Tapi untuk apa?

"I-itu itu..."

"Cincin gue jatuh" sambar yona sebelum aku menuntaskan kata-kataku. Jujur .. tadi aku memang hampir membongkar rahasia kami.

"Cincin gue jatuh dekat kaki jessy jadi gue ambil. Dan gue ketempat sepi buat... " jeda sejenak "... buat mastiin cincin gue lecet apa nggak! Dan betul.. cincin gue lecet pastilah wajah gue berubah.. secara itu kan cincin MAHAL!!"

Aku sepertinya harus memberikan a plus untuk temanku yang satu ini. Benar-benar pandai bersandiwara.

"Atau jangan-jangan?" Ucap daren yang daritadi bungkam sambil memandang kami bergantian. "jangan-jangan kalian pelakunya?!"

Sontak mataku dan yona membelalak lebar. Bukan karena tertangkap basah tapi karena tidak terima dituduh sembarangan.

"Eh.. somplak! tuh mulut dijaga jangan asal nyablak! Enak aja nuduh kita. Makanya pas pembagian mulut dateng cepet supaya dapat mulut yang gampang diatur." Ucapku emosi. Kulihat rei dan daren agak terkejut dengan perubahan sikapku. Enak saja... siapa yang mau dituduh yang tidak-tidak coba?

"He eh.. dasar cowok sialan. Neneknya kucing gue aja nggak pernah ngomong gitu sama gue. Siapa lo ngomong kayak gitu?" Ucap yona dengan emosi menjadi-jadi. Walaupun emosi hampir saja aku tertawa. Yaiyalah nenek kucingnya nggak pernah nuduh dia.. ngomong aja nggak bisa.

"Kita nggak mau nuduh, tapi kalo kalian nggak mau ngaku terpaksa kami mengatakan kalo kalianlah salah satu tersangkanya." Ucap daren dengan nada sok bijak. Untung capek kalo nggak udah aku cakar mukanya. Kulihat yona dan rei saling bertatapan sejak tadi, kurasa mereka bahkan tidak berkedip. Kalian salah jika berpikir kalo mereka saling suka.. mereka saling menatap tajam satu sama lain. Seakan-akan mereka ingin saling memangsa.

Kulihat yona merogoh saku roknya dan mengeluarkan dua lembar kertas kusut. Loh.. jangan bilang dia mau ngaku..

"Gue bukannya takut sama kalian.. tapi gue paling nggak suka dituduh yang nggak-nggak!" Ucap yona pelan namun tegas.

Kulihat kedua cowok itu membaca kertas itu dengan mata membulat. Sepertinya mereka terkejut mengetahui kenyataan bahwa kasus penganiayaan kemarin itu disebabkan oleh orang yang membenci kami.

"Emang apa yang udah kalian lakuin sampai bikin nih orang nekat banget?!" Tanya daren tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas itu.

"Kita juga nggak tau." Ucapku sedih. Super super sedih. Kulihat yona hanya mengangguk sebentar.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang