Bab 6. Rei Kanie

429 41 5
                                    

"Sepertinya gue tau pola serangan si pelaku."

Aku langsung mengangkat alis tinggi-tinggi tidak paham dengan apa yang barusan dikatakan yona. Kulihat dua orang disampingku juga sama herannya.

"Maksud lo?" Tanya felic mewakili pertanyaan kami semua. Yona menarik nafas lalu mengeluarkan selembar foto dari sakunya.

Di foto itu ada jessy yang terlihat tersenyum lebar bersama teman-temannya. Tampak disitu wajah jessy dicoret dengan lipstik semerah darah.

"Ini gue temuin di loker gue. Gue juga nggak tau siapa yang naroh tapi kayaknya ini adalah sebuah peringatan siapa yang akan jadi korban selanjutnya!" Kata yona dengan mata menajam.

"Maksud lo si pelaku naroh foto ini buat nunjukin siapa korban dia?" Tanya daren. Aku memberikan ekspresi menunggu jawaban kepada yona. Dia terlihat menarik nafas sebentar.

Oke. Ini benar-benar membuatku pusing.

"Iya. Apa kalian ingat ruang loker baru dibuka hari ini dan nggak ada murid yang bisa masuk karena ruangan itu terkunci selama seminggu? Jadi kemungkinan besar si pelaku naroh foto ini sehari sebelum jessy ditemukan dengan luka-luka itu!" Kata yona berapi-api.

Aku berpikir sebentar. Memang benar apa yang dia katakan. Tidak mungkin seorang murid dapat masuk ke ruang loker yang dikunci. Kemungkinan besar si pelaku menyisipkan foto itu sebelum beraksi.

"Tapi bisa saja kan pelakunya seorang guru?" Tanya daren lagi.

Yona berdecak geram. "Iya emang, tapi bagaimana dia bisa masuk keruangan itu kalo kuncinya dipegang sama kepsek!" Jelas yona dengan geram. Aku dan felic mengangguk mengerti sementara daren terlihat salah tingkah karena dipelototi yona.

Siapa suruh dia cari masalah sama mak lampir? Untung aja dia belum dimakan dan dijadiin tumbal.. hiii

"Baiklah. Berarti lo harus ngawasin loker lo siapa tau dugaan ini benar!" Ucapku menengahi karena kalau tidak, mungkin akan terjadi pertumpahan darah disini. Kulihat yona mengangguk walau ogah-ogahan.

Sebenarnya aku tau kenapa yona bersikap jutek kepadaku. Itu karena dia tidak suka direndahkan dan yang pasti .. dia takut ada yang mengalahkan kepopulerannya dalam hal kekuasaan. Entah sebab apa yang membuatnya sangat tidak ingin dianggap lemah oleh orang lain. Hanya yona dan Tuhan lah yang tahu.. (mungkin juga authornya.. huahah)

"Ok. Sekarang udah hampir bel, kita sebaiknya kembali kekelas masing-masing." Kataku dengan nada tidak peduli.

Aku bangkit dan berjalan kearah pintu sambil menyelipkan kedua tanganku kedalam saku celana. Daren tiba-tiba menepuk bahuku menyuruhku berhenti sebelum aku sempat meraih gagang pintu. Aku menatapnya dengan alis terangkat.

"Ladies first!" Katanya lalu menengok kebelakang. Aku tetpaksa menyingkir dari depan pintu sambil menghembuskan nafas.

Felic beralan lebih dulu lalu disusul oleh si nenek sihir a.k.a mak lampir a.k.a yona. Yona menatapku dengan tajam yang kubalas dengan tatapan tidak peduli. Lirih kudengar dia berkata.

"Temen lo ternyata lebih pinter dari lo."

Dasar cewek tidak nyadar diri. Harusnya dia sadar kalau dia itu lebih buruk. Apa perlu aku membelikannya cermin?

***

Aku sedang duduk dikelas sambil membaca buku sejarah ketika daren datang dan mengganggu.

"Yo man!" Sapanya dengan riang sambil berjalan memasuki kelas. Dia langsung menengok kearah buku yang kubaca.

"Wuih.. lagi belajar?!" Tanyanya sambil mengeluarkan buku catatan biologinya.

"Yap. Ngapain lo?" Tanyaku walau sebenarnya sudah tau apa yang sedang dilakukan oleh cowok yang satu ini. Dia menoleh lalu meringis.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang