Matahari mulai menampakkan dirinya. Menerangi bumi yang awalnya gelap. Mengiringi orang-orang yang disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing. Dan disinilah aku. Di bukit belakang sekolah. Menikmati ciptaan Tuhan. Aku telah berada di sini sejak jam masih menunjukkan pukul 4 subuh.
Aku memejamkan mataku menikmati hembusan angin yang menerpa kulitku. Membayangkan kejadian yang menimpaku beberapa hari ini. Waktu sangat cepat berlalu.
Sekarang aku dihadapkan pada dua pilihan. Kembali menjadi diriku yang dulu atau tetap menjadi diriku yang sekarang. Aku nyaman dengan diriku sekarang tapi tak dapat kupungkiri aku rindu diriku yang dulu. Dimana aku dapat selalu tersenyum dengan ceria. Disukai banyak orang. Hidup tenang tanpa musuh. Aku rindu itu semua. Tapi..
"HAP!" seseorang tiba-tiba memukul pundakku. Aku terlonjak kaget. Hampir saja ku sumpah serapahi orang itu. Jika saja orang itu tidak tertawa. Aku kenal tawa itu. Tawa yang sangat jarang terdengar. Tawa milik Rei. Aku mematung melihatnya duduk disampingku. Rasanya masih malu jika bertemu dengannya. Dia adalah orang yang selalu menemaniku di rumah sakit.
"Ngapain lo ngejutin segala sih? Bisa kali manggilnya biasa aja!" Ucapku ketus. Rei menghentikan tawanya pelan-pelan.
"Habisnya, muka lo lucu kalo ngelamun."
Wajahku memerah "Siapa yang melamun?!"
"Cie blushing. Ya lo lah. Masa pohonnya."
Sialan. Kenapa wajahku harus merah coba. Setan sekali muka ini. Nggak bisa diajak kompromi.
"Terserah." Kupalingkan wajahku kembali melihat kedepan.
"Lo mau tetap jadi kayak gini?" Tanya Rei serius membuatku memalingkan wajah. Ingin bertanya tapi aku sadar apa yang tidak diketahui ketos serba tahu ini.
"Entah. Gue juga lagi mikir. Disatu sisi gue nyaman dengan diri gue sekarang. Disisi lain gue pengen balik jadi diri gue sendiri. Ini kali yah yang disebut dilema?"
"Kalo gue saranin, lo lebih baik balik jadi diri sendiri. Mungkin lo nyaman dengan keadaan lo sekarang tapi nggak selamanya lo harus jadi orang lain. Ada kita. Ada gue. Yang siap dengerin keluh kesah lo. Nggak perlu tawuran lagi buat pelampiasan. Tinggal curhat ke kita. Mungkin lo udah lega."
Aku menatap Rei dalam. Akhirnya aku mengangguk dan tersenyum. Baiklah. Sudah kuputuskan. Aku akan kembali. Demi dia.
***
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah diiringi wajah-wajah melongo. Aku kembali. Hari ini aku memakai pakaian rapi. Rambut diurai dan sedikit hiasan rambut. Bibirku kupoles dengan lipbalm. Dan mataku kuberi sentuhan sedikit eyeliner.
Aksesoris yang kugunakan juga kebanyakan berwarna pink. Tas ransel dengan warna baby pink. Jepit rambut. Serta gelang polos berwarna pink. Seperti yang kalian tau aku sangat fanatik dengan warna pink. Hal yang kusembunyikan adalah kamarku yang memang bercat pink. Maka dari itu tidak ada yang kuijinkan masuk kedalam kamarku.
Akhirnya aku sampai dikelas. Kulihat tatapan kagum dari murid-murid dikelas.
Aku tersenyum manis "Hai."
Terdengar tarikan nafas dari mana-mana. Aku berjalan ke bangku ku. Kulihat Felic ikut melongo seperti yang lain.
"Hei." Ucapku saat telah mendudukkan diri di bangku kesayanganku.
"Yona?"
Aku tertawa terbahak-bahak. Yah gayaku mungkin boleh feminim tapi sifat tomboy ku masih tersisa sedikit. Lihatlah semua orang melongo melihat seorang gadis bertampang bidadari tertawa seperti iblis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Girl
Misteri / ThrillerYona Rosehalf. Seorang gadis SMA yang mempunyai kepribadian sangat jauh dari kata sempurna. Tukang bolos, langganan guru BP, tukang palak. Semua ada pada Yona. Tapi apakah itu kepribadian aslinya atau ada rahasia lain? Rei Kanie. Seorang ketua OSIS...