Bab 9. Felicia Carvel

364 36 0
                                    

Malam ini aku tidak dapat tidur. Kulirik jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari lalu menghembuskan nafas. Bayangan Jessy terus menghantuiku seakan dia menyalahkanku atas kejadian yang menimpa dirinya. Ditambah besok kemungkinan akan ada korban lagi apabila kami tidak berhasil menjaga Mona dari si pelaku.

Apa aku menghubungi Yona saja? Tapi tidak enak kalo misalnya dia sudah tidur dan akhirnya terbangun karenaku.

Hingga saat ini aku belum mendapatkan alasan dari pembalas dendam-an ini. Aku tidak habis pikir kenapa dia harus menyiksa orang lain jika dia dendam padaku? Menurutku selama ini aku selalu sopan pada orang lain.

Tiba-tiba ponsel ku berdering. Aku meraih benda pipih itu dari nakas di sebelah kasur ku. Kutatap layar ponselku dengan kening mengerut.

Nomor tidak diketahui

Siapa yang menelepon malam-malam begini dengan nomor tidak diketahui? Pembunuhkah? Atau penculik? Tapi apa urusan mereka denganku.

Karena malas meladeni otakku yang terus berpikir melenceng dari jalur akal. Aku menerima panggilan itu. Kutekan tombol berwarna hijau dan menyeretnya ketengah.

"Halo?" Tanyaku.

"Hai, Fel!" Ucap suara diseberang. Aku merasa seperti mengenal suara ini tapi karena sekarang kepalaku tidak bisa diajak berkompromi maka aku tidak dapat menerka siapa gerangan si penelpon.

"Sapa nih?" Ucapku hati-hati.

"Ini gue.. Daren. Masa lupa sama suara gue?" Ucapnya sambil tertawa kecil. Aku langsung terduduk di kasurku dengan tampang melongo. Apa? Darimana dia dapat nomerku? Kuharap ini bukan mimpi. Kalau ini adalah mimpi, tolong jangan bangunkan aku.

"Gue nggak ganggu, kan?" Sambungnya pelan. Aku langsung tersentak membuat jiwaku yang tadinya melayang entah kemana kembali ke raga ku.

"Ah.. nggak. Kakak nggak ganggu kok." Ucapku bersemangat. Kudengar Daren tertawa kecil diseberang sana.

"Gue kan udah bilang buat jangan manggil gue 'kakak'. Nggak enak didengar. Oh ya.. kenapa lo belum tidur? Ini udah jam berapa coba?" Katanya heran. Oh demi apa dia bertanya itu padaku? Bukankah itu artinya dia khawatir padaku? Oh oke Felic kembalikan akal sehatmu. Bisa saja dia hanya heran. Ok sepertinya hanya karena itu.

"Nggak bisa tidur. Kak-- eh lo sendiri?" Ucapku balik bertanya. Kuakui aku sedikit salah tingkah. Hey.. bagaimana tidak? Kau ditanya kabar oleh orang tampan? Bukankah itu luar biasa? Oh.. kurasa tidak. Mungkin biasa saja. Hanya aku saja yang membesar-besarkan. Ok abaikan aku.

"Lagi belajar. Kenapa nggak bisa tidur?" Tanyanya lagi. Hey.. apa kau tidak sadar setiap kau bertanya jantungku serasa akan copot? Sadarlah wahai anak manusia.

"Mmm mikirin besok. Gue... yah .. takut." Kataku hati-hati.

Hening sebentar.

"Nggak usah takut kali. Kita pasti bisa nyelamatin dia dan nangkep si pelaku! Yakin deh!" Ucapnya berusaha menenangkanku atau setidaknya itulah yang kutangkap dari cara bicaranya. Aku tersenyum kecil mendengarnya.

Cowok ini sangat perhatian. Kalau begini terus aku bisa pingsan ditempat. Oh tuhan berikan aku kekuatan. Tapi tunggu... mungkin ini cuma cara dia bikin baper cewek. Secara dia kan salah satu most wanted boys. Hey.. dia juga gila fans. Mungkinkah dia memang sering berbuat baik begini pada semua fansnya. Oh pasti itu. Tidak mungkin dia mau mendekati gadis biasa sepertiku. Apa hanya aku yang merasa di spesialkan? Ah.. ini sakit.

"Mm." Kataku pendek dan jutek. Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba jutek. Mungkin karena pemikiran tadi. Lupakan.

"Kenapa lo tiba-tiba kayak jutek gitu?" Tanyanya. Dia cukup peka ternyata. Wah wah.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang