Bab 19. Felicia Carvel

237 25 1
                                    

Diavo Meigen. Dia memang kakak kelasku saat SMP. Dia memang pernah menembakku dan aku menolaknya. Dan syal merah. Benda itu adalah hadiah yang diberikannya padaku saat aku ulang tahun.

Aku sedih. Mengingat bahwa aku memang turut andil. Aku memang bersalah. Yah kuakui itu. Sedih rasanya membayangkan bahwa aku dengan egois nya menolaknya saat itu tanpa memikirkan perasaannya.

Sekarang aku sedang berada di rumah sakit. Yona masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Orang tua Yona telah mengakui kesalahan mereka. Yang tidak pernah perhatian pada Yona. Yang selalu mementingkan pekerjaan mereka tanpa Yona. Mama juga tadi telah datang menjenguk Yona. Sekarang tinggal aku sendiri di salah satu bangku rumah sakit. Merenungi kesalahan-kesalahanku.

Sekarang satu masalah telah selesai tapi bagaimana dengan masalahku yang satu lagi? Ayahku?

"Kenapa melamun?" Tanya seseorang yang tiba-tiba duduk disampingku. Aku menolehkan kepalaku dan kulihat Daren sedang tersenyum kearahku.

"Memikirkan satu lagi masalahku." Ucapku murung. Daren mengelus kepalaku lembut membuatku menegang.

"Ayahmu yah? Lebih baik lo maafin dia. Nggak baik lo marah sama orang tua." Aku memikirkan kata-katanya. Memang ada benarnya tapi hatiku masih sakit mengingat pengkhianatan Ayah terhadap Mama.

"Gue bantu deh." Ucap Daren lagi "Gimana kalo kita kerumah Ayah lo dan minta maaf?"

Aku menghembuskan nafas. Baiklah. Aku akui saat itu aku benar-benar tidak sopan. Mungkin ini memang jalan terbaik yang harus kuambil.

"Baiklah."

***

Daren membawaku ke salah satu perumahan mewah.  Aku merasa asing dengan tempat ini menahan diri untuk bertanya karena Daren sangat fokus menyetir. Entah kenapa di mataku Daren bertambah ganteng berkali-kali lipat sekarang. Dengan kemeja abu-abunya dipadukan jeans hitam, laki-laki disampingku ini benar-benar seperti malaikat.

Daren menghentikan mobilnya di depan rumah dengan cat abu-abu. Aku menatap bingung padanya yang dengan santainya memencet bel.

"Cari siapa?" Tanya seorang satpam.

"Pak Dirga ada?"

Setelah Daren berkata demikian kami diperbolehkan masuk. Aku penasaran bagaimana Daren tahu rumah Ayah. Tapi aku tidak bertanya karena sekarang aku sedang sibuk menahan gejolak emosiku. Ada rasa rindu, sedih, dan marah menguasaiku. Kurasakan tangan lembut tiba-tiba menggenggam tanganku.

Daren menatapku seakan-akan mencoba menenangkan. Danitu berhasil. Saat kami tiba di ruang tamu kulihat seorang wanita tengah bermain dengan anak kecil. Aku ingat wanita itu. Istri baru Ayah.

"Permisi tante."

Wanita itu menoleh dan terkejut melihat kami. Lebih tepatnya aku.

"Fe-Felic..."

"Selamat siang tante." Ucapku sambil tersenyum tulus. Aku akan memaafkan mereka. Demi kebahagiaan Ayah.

"Febi panggilin Ayah yah!" Ucap wanita itu pada anaknya. Anak kecil itu hanya mengangguk dan berlari kearah suatu ruangan.

"Ayo duduk. Saya tidak menyangka kalian akan berkunjung." Ucap Tante Hana ramah.

Aku dan Daren langsung mendudukkan diri. Tidak lama anak kecil tadi datang kembali bersama lelaki yang sudah berkepala empat namun masih terlihat tampan. Ayah.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang