Satu minggu telah berlalu sejak hari kematian Mona. Dan kini sudah seminggu juga Keysha bersekolah disini. Jujur aku tidak nyaman, tapi apa boleh buat. Aku sedang malas berdebat dengannya. Dan sampai sekarang foto misterius bodoh itu belum datang lagi.. dan kuharap tak akan datang lagi.
Heyy walaupun aku preman ghaol yang kece dan kerennya selanguittt.. aku juga tidak mau bermain-main dengan kematian. Aku ingin menuntaskan teror ini segera.
Kini aku sedang berjalan menyusuri koridor sekolah. pagi ini aku akan kembali melakukan aktifitasku. Apalagi kalau bukan memeriksa si loker keramat--kuberi nama agar lebih kece--yang menjadi tujuan utamaku kesekolah seminggu ini.
Aku membuka kunci lokerku lalu membanting pintunya dengan keras. Dan betapa terkejutnya aku melihat foto dengan coretan lipstik. Aku yang sudah paham apa maksudnya langsung mengambilnya dan berlari menuju kelas Rei.
Aku langsung membanting pintu dan menampakkan muka datar ku. Rei langsung mengangkat wajahnya dari sebuah buku setebal kamus. Sejenak aku tak dapat mengatakan apa-apa. Masik kepikiran yang 'waktu itu'.
Aku berdeham mengembalikan kewarasanku. "Kita perlu bicara!"Dia mengangguk lalu berjalan kearahku. Kurasa aku mulai bertingkah bodoh. Aku tak dapat menggerakkan badanku sampai kurasakan tangan Rei menggenggam tanganku dan menarikku keluar kelas. Dia menggenggamnya sangat lembut seakan tanganku dapat rapuh kapan saja.
Selama beberapa saat kami terus berjalan sambil berpegangan tangan--koreksi, Rei menarik tanganku. Aku tersadar dan langung menghentakkan tanganku agar terlepas dari cekalan Rei. Rei berbalik.
"Gak usah pegangan! Kayak mau nyebrang aja." Ucap ku sok berani. Padahal sebenarnya aku lagi deg-degan. Rasanya jantungku lagi dangdutan.
Rei menghembuskan nafas lalu berjalan duluan. Aku mengikutinya sambil memainkan ponsel. Lebih tepatnya mengirim pesan pada dua cecunguk itu--Felic dan Daren--agar secepatnya menemui kami di... dimana lagi kalo bukan RUANG OSIS.
Rei tiba-tiba berhenti membuatku yang tak fokus dengan jalanan menabrak dada bidangnya. Aku agak kehilangan keseimbangan andai saja Rei tak menahan lenganku. Aku membulatkan mata merasakan jarak kami sangat dekat. Kami sama-sama terdiam. Untung saja bel sudah berbunyi dan tak ada yang melihat kami.
Aku tersadar dan langsung berdeham. Aku hanya menunduk menyembunyikan raut wajah maluku. Entah kenapa sekarang sangat susah menetralkan wajahku didepan laki-laki ini. Rei menggaruk tengkuknya sambil menatapku malu.
"Cantik." Gumamnya. Aku tak terlalu mendengar yang dikatakannya.
"Apa?" Tanyaku.
Seakan sedang tertangkap basah Rei langsung menggeleng "Nggak. Gue nggak ngomong apa-apa, kok!"
"Oh." Jawabku pendek. Bertepatan dengan itu, 2 cecunguk yang tadi ku-SMS muncul dengan wajah panik. Mereka terlihat seperti habis berlari. Habisnya keringat mengucur di dahi mereka dengan sangat deras.
"Akhirnya, Ayo bicara didalam." Ucap Rei. Kami melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan yang beberapa hari ini menjadi tempat liburan kami.
Setelah mendapat posisi masing-masing, aku langsung mengeluarkan semua beban yang dari tadi ingin kubagi. Bukan curhat, tapi ini mengenai foto di loker keramat. Mereka mendengarkan dengan serius.
"Ja-jadi ada yang bakal jadi korban lagi?" Ucap Felic takut.
"Sepertinya begitu. Kuharap kita dapat mengatasi ini." Ucap Rei. Aku memerhatikan gadis di foto itu dengan seksama. Jika dilihat-lihat dia cukup manis. Dan wajahnya agak familiar. Oh astaga dia teman SMPku. Annisa Yulianti.
"Nisa." Gumamku. Semua yang ada di ruangan itu lalu menoleh dan menatapku bingung. Aku mengangkat wajah "Gue kenal orang ini."
Yang lain nampak terkejut. "Berarti kita dapat dengan mudah mengawasi gadis itu. Kau kenal dia kan?" Tanya Daren. Aku mengangguk tak yakin.
"Baiklah mari kita bahas ini lain kali. Sudah ditentukan bahwa Yona akan mendekati si target jadi kita tak perlu cemas." Rei mengakhiri pembicaraan dan nempersilahkan kami kembali kekelas.
Sampai didepan pintu aku tak langsung keluar. Kurasa inilah saatnya menyampaikan dugaanku "Sebenarnya.. gue pengen ngomong sesuatu..." Ucapku. "Gue nggak bakal ulang kata-kata gue jadi dengar baik-baik. 'Jangan percaya dengan berita angin'." Aku langsung melangkahkan kaki keluar dan berjalan menuju kelas. Aku bukanlah gadis melow yang akan bersikap dramatis disaat-saat seperti ini. Tapi aku juga tak boleh membuat mereka mencurigaiku seakan akulah pelakunya. Tidak boleh. Karena itu akan semakin menyulitkanku.
***
Bel istirahat berbunyi membuat anak-anak dengan ganasnya menyerbu kantin. Begitu pula aku. Aku akan makan sambil menjalankan misi.
Aku mencari targetku. Dan ketemu. Kulihat Nisa duduk sendirian di salah satu bangku kantin. Aku menghampirinya dan duduk didepannya. Nisa mendongak menatapku lalu cepat-cepat menunduk.
"Lo dari dulu nggak berubah. Masih pendiam. Dan tuh kacamata kagak bisa dicopot apa?!" Ucapku bercanda. Yah walaupun aku sangat benci bersikap sok akrab. Tapi ini harus kulakukan.
"Kam-kamu nga-ngapain disini?" Ucapnya pelan masih sambil menunduk. Suaranya itu lho.. kecil banget kayak lalat sekompleks dangdutan.
"Emang nggak boleh? Ini bangku umum kali. Lagian tempat lain penuh. Dan lo tau sendiri status gue disini." Ucapku. "Emang gue ganggu yak? Lo pengen makan berdua ama cowok lo yah?"
Nisa menggeleng. "Enggak kok. Aneh aja. Kamu mau gabung sama anak cupu kayak gue."
"Woles aja kali." Ucapku sambil menyuruh seorang murid yang lewat untuk membelikanku makanan. Aku kembali mengalihkan pandangan kearah Nisa.
Setelah beberapa menit berbincang. Makananku datang dan langsung kulahap. Tidak berapa lama bel berbunyi membuatku harus segera bangkit. Aku sebenarnya tak apa membolos. Tapi Nisa kurasa tak setuju dengan pemikiranku.
"Besok mau gak gue jemput?" Ucapku tiba-tiba. Nisa membulatkan mata.
"Emang nggak ngerepotin?" Ucapnya takut. Aku menggeleng kuat. Daripada situ mati lebih baik repot dikit.
Akhirnya karena banyak alasan aku lontarkan Nisa mengangguk menyetujui. Aku kembali kekelas dengan perasaan cukup puas. Yah setidaknya untuk pengawasan disekolah akan aku serahkan ke yang lain.
***
Pagi hari yang masih cukup dingin ini aku sudah berangkat untuk menjemput Nisa. Aku membelah jalanan yang masih lenggang dipagi hari dengan deru motor yang memekakkan telinga. Tidak berapa lama aku sampai dirumah Nisa.
Kuketuk pintu kayu didepanku. Terlihat seorang wanita paruh baya membuka pintu. Aku masih mengenalnya. Dia ibu Nisa.
"Tante, Nisa-nya ada?" Ucapku sopan. Wanita didepanku tersenyum lembut.
"Tadi dijemput teman SMPnya, nak." Ucap Ibu Nisa. Kurasa dia tidak mengenalku padahal dulu aku pernah berkunjung kesini beberapa kali. Tunggu dulu, teman SMP? Bukannya aku? Siapa sebenarnya yang menjemput Nisa?.
"Ya sudah tante. Tadi cuma kebetulan lewat jadi mampir deh." Ucapku berbohong tak ingin membuat Tante Lili--ibu Nisa--khawatir.
Tante Lili mengangguk. Aku segera keluar dari pekarangan rumah dan melajukan motorku dengan kencang. Dan.. shit.. aku lupa menanyakan sudah berapa lama Nisa berangkat. Aku meraih handphone di saku blazer ku. Aku menghubungi Rei.
"Halo?!". Ucapnya diseberang sana.
"Cepat kegerbang sekarang! Awasi kalo Nisa udah dateng. Soalnya dia dijemput sama orang nggak dikenal." Teriakku ditengah suara deru motor.
"Oke. Gue kegerbang sekarang! Dan jaga diri lo. Jangan sampai kecelakaan gara-gara ngebut." Ucap Rei. Sepertinya Rei tahu bahwa aku sedang melajukan motor ku dengan kecepatan tinggi. Aku ingin berterima kasih namun yang keluar malah..
"Kebahagiaan gue udah punah. Jadi mati pun gue terima."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Girl
Mystery / ThrillerYona Rosehalf. Seorang gadis SMA yang mempunyai kepribadian sangat jauh dari kata sempurna. Tukang bolos, langganan guru BP, tukang palak. Semua ada pada Yona. Tapi apakah itu kepribadian aslinya atau ada rahasia lain? Rei Kanie. Seorang ketua OSIS...