Bab 16. Yona Rosehalf

307 32 0
                                    

Aku sedang berada di markasku. Menyandarkan punggungku disandaran kursi dan meluruskan kaki. Benar.. maksudku dengan markas adalah tempat perkumpulanku dengan anggota geng ku. Bukan geng ala cabe-cabean itu, tapi geng perkelahianku.

Sudah 3 hari ini aku tak masuk sekolah. Entah kenapa aku masih malas. Rasanya jika bertatap muka dengan mereka ingin sekali aku memukuli satu-satu muka sok mereka. Sangat mengesalkan. Aku juga tak pulang kerumah. Tak ada yang mencariku juga. Mereka malah akan merasa bahagia dengan kepergianku. Aku juga perlu menenangkan pikiran dari dunia penuh kemunafikan di dunia ini. Walaupun kadang-kadang bayangan 3 orang yang selalu didekatku selama ini melintas, dan kuakui rasanya menyesakkan.

Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang membanting pintu dengan kencang. Aku membuka mataku yang sedari tadi terpejam. Seseorang sedang merangkul seseorang yang penuh luka lebam.

Aku berjalan menghampiri orang itu yang kini sedang duduk di sofa. "Ngapa lo, Man?" Tanyaku saat sampai di samping Maman yang terluka.

Dia menggeleng pelan. Dia pasti kesulitan berbicara dengan semua luka diwajahnya itu. Bahkan kalau diperhatikan baik-baik, bibirnya sudah terlihat sangat besar alias monyong.

"Dia dikeroyok Bos." Lapor orang yang tadi merangkul Maman. Namanya Jo. Badannya sangat besar dan wajahnya terlihat sangar.

"Dikeroyok siapa?" Tanyaku pada Jo. Berani sekali orang itu mengeroyok anggota geng ku. Harus kuberi pelajaran.

"Geng BlackMan. Mereka tiba-tiba aja mukulin Maman. Gue waktu itu lagi beli makanan di warung. Pas gue denger orang dikeroyok. Ternyata Maman. Untung aja polisi lewat." Ucapnya panjang lebar. Aku manggut-manggut.

"Berani bener ee?? Mau dikasi itu geng." Ucapku sambil tersenyum misterius. Yang lain hanya menatapku penasaran.

Aku lalu menyuruh salah satu dari anak buahku untuk mencari informasi keberadaan geng tersebut. Aku juga ingin tahu mengenai si ketua geng. Dan sasaran pertamaku tentu saja Si ketua.

Setelah informasi didapatkan, aku segera bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.

"Kita mau ngelawan mereka? Ok bos siap. Kita sediain barang-barangnya dulu." Ucap Juna. Aku menoleh lalu menggeleng.

"Bukan kita, tapi gue." Ucapku pendek lalu bergegas keluar rumah.

Saat sampai digerbang, seseorang menahan bahuku. Aku menoleh dan melihat Alex. Aku mengangkat sebelah alisku.

"Yakin lo mau ngelawan mereka sendiri? Salah-salah lo berakhir kayak Maman." Ucapnya tegas tapi ada nada khawatir tersembunyi dibaliknya.

"Gue cuma mau balas kebaikan kalian semua. Sekalian Refreshing. Udah lama tangan gue nggak nonjok orang." Ucapku diiringi senyum tipis. Aku langsung memakai helm ku dan mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Aku ingin menikmati malam ini.

Aku sampai di depan gerbang sebuah rumah megah. Rumahku. Aku butuh persiapan untuk kelancaran rencanaku. Aku melesat memasuki rumahku yang sangat hening lalu langsung bergegas menaiki kamarku. Aku berganti pakaian. Kini aku memakai tenktop hitam dibalut dengan jaket kulit hitam dan celana hitam ketat. Yah.. aku memakai pakaian yang menonjolkan bentuk tubuhku.  Aku memake-up wajahku dengan dandanan cabe-cabean jaman sekarang. Aku lalu memakai High-Heels yang tak pernah kusentuh dan untung saja masih muat. Seluruh tubuhku terbalut pakaian berwarna hitam. Hanya kulit dan bibirku yang beda. Aku memakai lipstick berwarna merah, tidak mungkin aku memakai lipstick hitam. Selain terlihat jelek, aku juga tak punya lipstick itu.

Aku sudah siap. Aku kembali keluar dan langsung memakai helm ku lalu mulai melaju membelah macetnya jalan raya. Setelah lama berkendara akhirnya aku sampai juga di tempat tujuanku.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang