BAB 4 Yona Rosehalf

489 45 4
                                    

Aku datang kesekolah sangat-sangat pagi--oke oke.. bukan sangat sebenarnya karena ini sudah jam 6.15. Baru dua siswi yang datang. Mereka terlihat sangat sibuk dengan rumpian mereka.

Ngerumpi kok disekolah? Dasar.

Aku menyenggol meja mereka sedikit saat aku berjalan disamping mereka. Kalau tidak salah dengar mereka sedang membicarakan si ketos baru. Langsung saja dua wanita itu memberikan tatapan tajam padaku yang kubalas dengan mata melotot dan alis terangkat tinggi. Dengan reflek mereka yang masih normal, mereka langsung menundukkan kepala takut-takut.

Yaelah.. lebay amat.

Kulanjutkan lagi jalanku menuju kekursiku. Sampai disana baru saja aku akan mendaratkan bokongku tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki tampan tengah berdiri di depan pintu kelas sambil menatapku.

Apaan tuh liat-liat? Aku tahu kalau aku itu cantik tapi tatapannya nggak usah gitu juga kali. Tatapannya itu seakan sedang menelitiku sedemikian rupa.

"Yona!" Ucapnya tiba-tiba sambil menatapku. Mataku langsung membelalak dan dengan reflek aku menengok kekiri dan kekanan. Mencari orang yang dipanggilnya. Eh.. yang namanya yona dikelas ini kan cuma aku. Aku memusatkan perhatian kearah laki-laki tinggi, berwajah tampan, dan berkulit putih itu. Aku menunjuk diriku sendiri sambil memberikan tatapan mata seakan-akan bertanya 'aku?'. Laki-laki itu mengangguk.

Tanpa banyak cincong aku langsung menghampirinya--bukannya karena bahagia dipanggil oleh seorang cowok ganteng, lho. Tapi lebih kepada kepo. Tau kan anak-anak jaman sekarang keponya nggak ketulungan.

Aku sudah berdiri dengan tegak didepan laki-laki itu dan astaga.... tinggiku hanya sebatas hidungnya saja. Gila!! Ini cowok apa raksasa. Tinggiku juga tidak bisa dibilang pendek. Oh.. astaga.

"Apaan?" Ucapku sambil memasang muka datar ala-ala premanku. Eeaa...

"Gue mau ngomong!" Ucapnya sambil melirik ke kedua siswi yang tadi sedang ngerumpi. Aduh.. dia mau ngomong apaan nih? Kok gue deg-degan gimana gitu. Ah.. bodo amatlah sama ini jantung.

"Ngomong apa?" Tanyaku lagi. Laki-laki itu menatap mataku sangat dalam membuatku hampir saja salah tingkah. Untung saja kontrol muka datar ku masih berfungsi.

"Nggak bisa disini!" Ucapnya si laki-laki yang barusaja kuperhatikan memiliki rambut yang sangat wow.. sempurna. Hitam dan tersusun rapi. Ala-ala boyband korea. Bukan rapi kayak belah tengah lho. Kalo itu mah bukan keren tapi cupu.

Tunggu dulu.. nggak bisa disini? Aduh.. apa nih cowok mau ngajak nyudut nih. Bahaya. Bahaya. Gini-gini aku juga cewek baik-baik.

"Terus?" Ucapku sambil menatapnya curiga. Kurasa dia paham dengan kecurigaanku karena selanjutnya dia berkata.

"Gue nggak bakal macem-macem sama lo. Gue cuma mau bertanya sesuatu. Dan ini private banget."

Aku mengangkat sebelah alisku. Jujur setelah penjelasannya yang kurang-lebih panjang itu, aku masih saja belum mengerti. Tepatnya karena dia belum memberitahukan apa yang ingin dibicarakannya.

"Oh ya.. temen lo belum dateng?" Ucapnya lalu memeriksa kelas.

Lho.. lho.. kok temen? Temen siapa? Felic maksudnya. Wah.. ini orang mau ngomong apa sampe-sampe butuh aku sama felic. Wah.. atau jangan-jangan dia adalah si pengirim surat. Atau bernama lain The killer.

"Felic maksud lo? Dia mah jam segini udah dateng. Tapi nggak tau deh hari ini. Lagian emang gue emaknya?" Tanyaku masih dengan muka datar. "And by the way.. lo tuh siapa? Dateng-dateng ngajak pergi. Siapa sih?"

"Oh. Kenalin gue Rei Kanie. Ketua Osis." Ucapnya tanpa mengulurkan tangan. Tidak sopan-pan-pan.

Ehh.. bentar.. Ketua osis?? Maksudnya si ketos baru? Gila. Masa yang model ganteng gini sih ketos nya. Atau jangan-jangan nih orang ngaku-ngaku kali ya.

Behind The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang