Parfum 12

338 42 3
                                    

Woohyun terkulai lemas di tempat tidurnya. Tidak ada papun yang bisa dilakukannya saat ini, dia lemah, dan dia lelah. Bukan hanya tubuhnya yang menderita saat ini tapi hati dan pikirannya yang tak hentinya memikirkan Eun ji terus membayang di benaknya. Apa yang harus dia lakukan? Atau seharusnya dia bersama Eun ji sekarang? Atau mungkin sebaiknya dia menelpon Eun ji, meminta maaf dan menjelaskan segalanya? Sayangnya, semua itu percuma saja saat tubuhnya sendiri tak dapat ia kendalikan, seluruh tenaganya seperti menghilang, kabur meninggalkannya entah kemana, tapi, Woohyun juga tak bisa pasrah dan diam begitu saja, hanya saja, tiap kali dia menggerakkan tubuhnya, bagian tubuhnya yang lain justru terasa lebih berat. Bagaimana ini? Woohyun memutar otak, dan pada akhirnya dia hanya bisa pasrah pada keadaan, meskipun dia tahu ini bukan dirinya. Woohyun bukanlah orang yang mudah menyerah pada kenyataan, menentang adalah salah satu prinsip hidupnya, tapi mungkin ada saatnya ketika seseorang harus menyerah terhadap apa yang selama ini telah ia pertahankan.

Woohyun menutup kedua matanya perlahan, mencoba mencari ketenangan disana. Yah, seperti inilah seharusnya hidupnya, dimana dia merasakan segalanya sendirian. Hanya seorang diri. Tanpa siapapun di sisinya. Semua orang meninggalkannya. Ayahnya, ibunya, dan sanak keluarganya yang lain pun semua membuang dirinya. Dia ditinggalkan. Dia ditelantarkan. Seharusnya Woohyun sudah tahu rasanya, seharusnya dia sudah terbiasa dengan perasaan sepi ini, dengan kegelapan yang menyelimuti setiap harinya, sampai Eun ji hadir dalam hidupnya, dalam hidup Woohyun yang sepi, seperti raga tak bertuan. Eun ji membuat Woohyun lupa bagaimana rasanya ditinggalkan karena Eun ji selalu ada disisinya, tak peduli bagaimana awalnya Woohyun menolak kehadiran gadis itu di hidupnya, tapi lama kelamaan malah Woohyun menjadi terbiasa dan tak bisa hidup tanpa kehadiran Eun ji.

Waktu begitu cepat berlalu. Mungkin Woohyun terlalu terlena dengan dunia yang diciptakannya bersama Eun ji sampai Woohyun lupa, bahwa sebenarnya, dunia mereka berdua itu semu. Kebahagiaan yang mereka rasakan selama ini mungkin saja tidak nyata, dan Woohyun, entah mengapa, punya firasat kalau sebentar lagi mereka harus kembali kedunia nyata. Tempat dimana segalanya bermula.

Woohyun memicingkan pendengarannya, saat telinganya samar-samar menangkap bunyi kunci pas yang di tekan. Meskipun matanya masih tertutup, tapi, Woohyun sedikit waspada. Bagaimanapun, hanya dia, Sungkyu, dan Eun ji yang tahu pas apartemennya, dan saat ini sudah larut malam, mengingat Eun ji yang sangat marah padanya tadi siang, jadi apa mungkin saja yang datang adalah Sungkyu?

"Woohyun..." suara itu. Segera saja Woohyun membuka matanya. Sekuat tenaga dia memaksa dirinya untuk bangkit dan berdiri, berjalan keluar kamar meski tertatih dan menghampiri sumber suara.

"Woohyun?" suara itu lagi setelah melihat Woohyun melangkah keluar kamar. Wajah Woohyun makin pucat dan keringat dingin kini memenuhi seluruh tubuhnya.

"Kau baik-baik saja?" Woohyun tak menjawab, kini ia bersandar di pintu kamar, berusaha menyerap oksigen semampu ia bisa.

"Eun ji yyah, apa yang kau lakukan disini malam-malam begini?" Tanya Woohyun setelah berhasil menguasai dirinya, dan menatap Eun ji.

Eun ji. Yah, dia Park Eun ji. Masih lengkap dengan pakaian kantor yang dia kenakan tadi siang. Wajahnya Nampak letih, dan make up nya sudah luntur, tapi bukan itu yang membuat Woohyun bingung, tadi siang Eun ji Nampak sangat marah, dan malam ini dia datang begitu saja ke tempat Woohyun. Apa Woohyun sedang bermimpi ? Berhalusinasi? Apa sebenarnya dia adalah malaikat pencabut nyawa yang menjelma menjadi Eun ji agar Woohyun dengan sukarela di cabut nyawanya? Tidak. Woohyun yakin yang datang itu sungguh Eun ji. Eun ji yang sebenarnya, yang kini sedang memandang Woohyun dengan mata berkaca-kaca.

"Woohyun..." lirih Eun ji lagi, kemudian berlari ke arah Woohyun setelah membuang tas tangannya ke sembarang tempat.

"Maafkan aku, maafkan aku" Eun ji memeluk Woohyun erat, kemudian begitu saja air matanya tumpah, ia terisak di bahu kekasihnya.

"Yyahh, gwaenchana?" Woohyun lumayan terkejut, ini rasanya tidak biasa. Dalam waktu kurang dari 24 jam Eun ji yang marah tiba-tiba datang padanya dan meminta maaf. Sebuah keajaiban! Eun ji yang biasanya marah sampai berhari-hari, dalam waktu kurang dari sehari, sekarang malah datang meminta maaf di tengah malam pula. Apa terjadi sesuatu?

"Maafkan aku. Aku sangat merindukanmu" ujar Eun ji manja. Sudah cukup. Woohyun tidak akan bertanya lagi apa yang terjadi. Sekarang ini, Woohyun sudah sangat bahagia. Baginya, inilah surga, saat dirinya dan Eun ji bersama dan tak ada jarak atau apapun yang bisa memisahkan mereka.

"Hmm...nado. Saranghae" lirih Woohyun di telinga Eun ji, dan tanpa diduga, Eun ji malah makin mempererat pelukannya pada Woohyun membuat Woohyun terkekeh.

"Apa kau ingin kita terus seperti ini?" Tanya Woohyun, dengan manja Eun ji mengangguk.

"Kau tidak ingin lepas dariku?" Woohyun lagi, dan lagi-lagi Eun ji mengangguk.

"Arasso, tapi bisakah kita duduk di sana? Aku tidak terlalu fit..." Eun ji melepaskan pelukannya dan dengan sebal menatap Woohyun, dasar si tukang perusak suasana satu ini.

"Apa kau tidak ingin aku?" Tanya Eun ji, Woohyun tertawa geli mencubit pipi pacarnya, dan kembali memeluk pacarnya dengan mesra.

"Aku ingin selamanya kita seperti ini" ujar Woohyun. Selamanya seperti ini.

Jika seperti ini terus, anda mungkin tidak akan bisa bertahan sampai tahun depan.

Woohyun meringis. Kenapa perkataan dokter itu justru mengusik di pikirannya saat dia ingin fokus pada Eun ji.

"Tapi bisakah kita duduk?" kembali Woohyun bertanya, dia sedikit lagi ambruk jika tidak segera duduk, dengan sebal Eun ji melepas pelukannya, mencubit pelan perut Woohyun, dan berjalan menuju sofa di tengah ruangan. Woohyun dengan sisa-sisa tenaga yang masih dimilikinya terkikih dan berjalan dengan sangat pelan menyusul Eun ji, meskipun gadis itu tidak menyadarinya.

"Jadi apa yang membawamu kesini jam segini?" Tanya Woohyun setelah dia duduk dan bersandar di sofa, di sisi Eun ji.

"Aku tidak ingin membahas apapun sekarang" Eun ji jutek. Kemudian menatap Woohyun, dan menyadari kalau pacarnya itu sepucat mayat, "Aku hanya ingin bersama kekasihku malam ini" dan Eun ji meraih bahu Woohyun, menariknya agar Woohyun berbaring dengan kepala diatas paha Eun ji.

"Wahh...nyaman sekali" ucap Woohyun spontan. Ini adalah malam terbaik dalam hidupnya.

"Kau sakit?" Tanya Eun ji, Woohyun mengangguk.

"Apa kita perlu ke rumah sakit?" Woohyun menggeleng. Rumah sakit? Yang benar saja! Dia tidak ingin Eun ji menjadi panik jika tahu sakit yang sedang diderita Woohyun. Cukup Eun kyung saja yang membuat Eun ji khawatir untuk saat ini, meskipun pada akhirnya Eun ji nanti akan tahu, tapi setidaknya jangan sekarang, karena Woohyun tahu, Eun ji masih sangat takut kehilangan adiknya itu.

"Aku hanya merasa tidak nyaman saat kau jauh dariku" Woohyun meraih tangan Eun ji, menggenggamnya erat, dan meletekkannya di dadanya. Nyaman sekali.

"Aku juga." Eun ji singkat. Woohyun tersenyum, dan kembali menutup matanya, kini perasaannya lebih tenang. Dia sudah mendapatkan kembali tempat dimana seharusnya dia berada. Sisi Eun ji.

[http://nulisbuku.com/books/view_book/7276/ok-fix-kita-bercinta]

ParfumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang