"Do I wanna know?
If this feeling flows both ways
Sad to see you go
Was sorta hoping that you'd stay...."🎵AM - do i wanna know
[ V ]
Tepat setelah ketua osis menyelesaikan sambutannya—sekaligus menandakan upacara pembukaan telah selesai—Arif berlari kecil menghampiri Syifa dengan senyum yang tak pudar di wajahnya.
"What's up dude!" Dengan gaya sok kerennya, Arif menepuk kedua bahu Syifa dari belakang seakan tak ada kejadian apapun tadi malam. Syifa menyerngit menatap Arif.
"Ah elah, jangan bete dong. Gua becanda doang kok, tadi malem." Lelaki itu menodongkan jari telunjuk dan tengahnya sebagai simbol 'peace'.
Namun sayangnya, Syifa—dengan wajah sinisnya—hanya menatap Arif dari kepala hingga kaki, kemudian berjalan tanpa memberikan balasan apapun. Dalam hatinya tentu ia menggerutu, Becanda my ass! Gak lucu sama sekali!
Arif menarik lengan Syifa cepat, memasang wajah melasnya agar diampuni. Sungguh, ini sama sekali bukan dirinya yang mengemis maaf kepada seorang cewek. Tapi, ya, beda lagi persoalannya jika ini adalah Syifa.
Ia menggosok hidungnya. "Serius, Syif! Lo cakep kok, gak kayak tauran. Terus bukan sesepuh badak juga. Ohiya satu lagi, lo juga wanita tulen gak KTP doang, suer! Jangan baper dong,"
"Gue gak butuh pujian setelah penghinaan."
Hati Arif mencelos, ia meringis pelan kemudian terkekeh—yang hanya menyamarkan kegugupannya jika tidak dimaafkan. "Ayolah gua udah melas melas gini, diliatin orang orang lagi kampret,"
Arif mengedarkan tatapannya ke beberapa anak atau bahkan semua anak yang menontonnya. Ia menyiratkan tatapan 'cepet-pergi-lo-semua' dengan melotot sadis.
Lalu dengan gesit melangkahi Syifa, dan sekarang merentangkan kedua tangannya lebar lebar menutupi jalan Syifa. Raut wajahnya seolah menantang dan sama sekali pantang menyerah.
Namun dengan ego yang kelewat tinggi, Syifa malah berdesis. "Get out of my way!" Lalu berdehem, dan berkata lagi. "And leave me because i'm not in the mood to put up with your bullshit, Alit!"
Arif hanya tersenyum miring, membuat bulu kuduk Syifa sedikit berdiri. Ia tahu pasti ada yang direncanakan lelaki itu. Sementara disekeliling mereka, para perempuan sudah menjerit senang melihat senyum Arif, bahkan ada yang sempat-sempatnya mengabadikan momen.
Tiba-tiba saja Arif duduk bersila, melipat kakinya. Dengan lantang ia berkata, "Gua gak akan bangun sebelum lo maafin."
Syifa tersentak. Kemudian dengan tampang jijik dan tak pedulinya ia malah berseru, "Bodo amat! terus aja sampe mampus!"
Masih tersenyum, Arif mengangguk santai. "Oke."
Syifa hanya melongo tak percaya ide gila yang sedang dimainkan sahabatnya ini. Dia pikir dia ini siapa?! Tak lama lagi ia kan akan bertanding basket, tak mungkin juga Syifa menahannya lama-lama. Terlebih siswa dari berbagai sekolah mulai datang.
Syifa menarik nafas dalam-dalam. Dan bersumpah setelah ini akan menjewer telinga Arif habis-habisan karena membuat mereka menjadi bahan tontonan. "Okay, i give up! lo bangun sekarang!"
Arif menaikan sebelah alisnya, Syifa berdecak keras. "Iya gue maafin lo, semprul!" berjalan cepat meninggalkan Arif, namun tak bisa dikelak, wajahnya tersenyum melihat tingkah aneh sahabatnya. Lenyap sudah kemarahannya tadi malam.
Yah, namun timbul kejengkelannya akan tingkahnya barusan.
***
Dengan satu kali lompatan, dan hup! Bolanya masuk! Arif tersenyum lebar seraya bertos ria dengan teman-temannya. Diiringi bunyi peluit yang mengakhiri pertandingan babak satu, mereka semua memilih duduk dipinggir lapangan mengontrol deru nafas yang sudah tersengal-sengal.
Para penonton di tribun sudah bersorak meramaikan jalannya pertandingan. Bahkan sesekali terdengar seruan memanggil Arif selaku kapten yang berperan penting.
Arif membuka tasnya dan berdecak kesal. Sial, ia lupa membawa minum! Ia hendak berjalan kearah temannya untuk meminta minum, namun seseorang menoyor kepalanya dari samping. Arif menoleh dan saat melihat orangnya, ia malah tertawa cengengesan.
Syifa menjulurkan tangannya kedepan wajah Arif. Air mineral digenggamannya. "Kebiasaan lupa bawa terus." Dengan segera, Arif menegaknya habis. Lalu menyeka keringat didahinya.
"Bawa handuk, gak?"
Arif menggeleng sambil menyengir. Syifa memberikannya handuk kecil abu-abu dengan tangan kirinya yang sedari tadi disembunyikan dibalik tubuhnya. Arif sedikit terperangah, "Gila you know me so well, nyet."
Syifa hanya mencibir dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling lapangan. Arif memperhatikan Syifa dari ujung matanya. "Syif, punya karet gak?" Syifa mengerutkan dahinya namun kemudian mengambil karet dari bungkus makanan yang didekatnya.
"For what?" Tanpa menjawab, Arif justru menyentuh rambut Syifa, mengumpulkannya menjadi satu lalu mengikatnya menggunakan karet. "Biar gak gerah, hari ini panas banget."
Pipi Syifa memanas. Yatuhan, sikap Arif membuat jantungnya bergoyang disko didalam sana! Perlakuan kecil seperti inilah yang membuat Syifa selalu nyaman didekat Arif. Seolah belum puas membuat Syifa meleleh, Arif berujar singkat. "Mau gimana pun penampilan lo, for me, you look as beautiful as ever."
***
Anggit sedari tadi menatap Arif dan Syifa berbicara. Ia melihat semuanya. Dimulai dari Syifa datang menoyor kepala Arif, hingga Syifa berlalu ke lapangan futsal. Ia sulit mengakui jika ia kesal melihat kedekatan mereka berdua yang akrab.
"Mereka hanya sahabatan, Nggi. Tenang. Tarik nafas. Buang. Tarik nafas. Buang." ujar Anggi kepada dirinya sendiri. Ia duduk dibangku yang tersedia di sepanjang pinggir lapangan basket. Menatap Arif lekat-lekat.
Saat sudah bisa mengontrol dirinya sendiri, ia mendengar percakapan dua gadis dibelakang tempat duduknya.
"Si Arif sama Syifa langgeng amat ya dari dulu,"
Kemudian suara orang lain terdengar, "Lah mereka kan gak pacaran,"
"Ya lo liat aja mana ada cewek cowok sahabatan tanpa rasa. Liat aja cara Arif natap Syifa!! Behh—"
Merasa telinga dan hatinya panas kembali, Anggit bangkit dari duduknya dengan amarah menguasainya.
Dilain sisi, kalau ada hari dimana pembunuhan dilegalkan. Sudah jelas Syifa akan membunuh Dikha. Hell, kurang ajar apalagi tuh anak, menumpahkan segala tanggung jawab kepadanya.
Sementara dirinya sempat-sempatnya tanding basket sedangkan gadis itu harus mengecek kerja anggota osis dengan cara berjalan kesana kemari dan tentu saja, menyuruh sana-sini.
Tapi bagaimana pun, Syifa menyukai pekerjaannya. Sedari dulu, ia suka sekali mengikuti organisasi-organisasi semacam ini. Karang taruna, misalnya. Ia sampai merengek-rengek minta Arif untuk menemaninya sama-sama mendaftarkan diri. Dan jelas saja, Arif menolak. Menurut lelaki itu, apa enaknya menjadi bansur. Bahan suruan.
Yah, setelah mengatakannya, telinganya merah luar biasa akibat dipelintir Syifa. Lain halnya dengan Arif, lelaki itu justru tidak suka menjadi pusat perhatian. Apalagi mengikuti organisasi yang menurutnya tidak berguna.
Siang matahari yang terik justru semakin menambah gelora para siswa-siswi SMA berteriak saling menyemangati pemainnya. Acaranya sudah bisa dibilang 90% sukses, dan untung saja semakin siang justru acara semakin ramai.
Karena amat lelah, Syifa pun duduk dipinggir koridor sambil meneguk botol minumnya. Keringatnya mulai menetes melalui pelipisnya. Bahkan tak sadar saat seseorang mengamati dirinya dari dekat.
Matanya bertatapan dengan Arkha yang ternyata sedari tadi menatapnya. Karena merasa canggung, Syifa tersenyum sekilas kemudian hendak pergi. Namun justru Arkha menarik lengannya dan mengajaknya mengobrol dikursi panjang.
Cukup terkejut, namun ia mengiyakannya dan setelah itu, obrolan panjang tak terelakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
BestFriend?
Novela JuvenilSyifa memang tak bisa jauh-jauh dari Arif, sahabatnya sejak kecil. Dulu, jika ada seseorang yang menganggu Syifa, Arif akan cepat hadir seperti superhero dan mengatakan bahwa dirinya sahabat Syifa yang akan selalu melindunginya. Sekarang, Arif pun a...