"Metaphorically, I'm the man
But literally, I don't know what I'd do
'I'd live for you,' and that's hard to do
Even harder to say when you know it's no..."🎵Twenty one pilots - ride
[ XVIII ]
"Kak Syif, suka genre musik apa? Pop, blues, atau jazz? Atau rap? Atau-"
"Yang penting enak di telinga gue, ya suka."
Anggit hendak membuka mulutnya lagi untuk bertanya, namun Syifa dengan cepat berkata lagi. Menyelanya.
"Stop ya. Itu pertanyaan terakhir yang lo kasih, gue bingung kenapa lo tiba-tiba jadi wawancarai gue gini. Tanya makanan favorite, musik, tipe cowok idaman, bahkan ritual gue abis bangun tidur pun lo tanyain."
Syifa menatap Anggit dengan sebelah alis yang dinaikkan. Ia benar-benar bingung akan sikap adik kelasnya ini.
Setelah bel pulang sekolah, Anggit main ke rumah Syifa dengan alasan untuk mengobrol-ngobrol. Nyatanya, setelah menginjakkan kaki di kamar nuansa hijau pastel-kamar Syifa-ini, Anggit bertanya mengenai apapun kepada Syifa.
Juga memperhatikan benda-benda yang ada dalamnya. Yang lama kelamaan membuat Syifa gerah akan sikap Anggit.
Anggit terdiam tak membalas perkataan Syifa, namun Ia malah mengajukan usulan yang membuat Syifa terbelalak.
"Kita main ke rumah kak Arif, yuk!"
***Keira menatap kedua cewek yang ada disebelah kiri dan kanannya.
Cewek disebelah kanannya-Syifa-sibuk mengunyah makan malam tanpa mengalihkan pandangan sama sekali dari piringnya.
Cewek disebelah kirinya-Anggit-justru senyum-senyum malu menatap ke seluruh orang yang ada dimeja makan.
Keira tak habis pikir, makan malamnya yang biasanya hanya berempat. Mama, papa, dirinya, dan Arif. Kini bertambah dua perempuan. Terlebih, satu diantaranya baru dikenalnya hari ini.
Menimbulkan suasana canggung luar biasa.
"Ayo nambah lagi makannya," ucap mama Arif membuka suara diantara dentingan garpu dan sendok.
"Udah kenyang, makasih tante." tolak Anggit halus.
Mama Arif mengarahkan pandangan ke Syifa, lalu tersenyum geli. "Syif, tambah lagi tuh. Kan kamu yang biasanya habisin makanan tante,"
Perkataan mama Arif membuat Anggit berpikir cepat. Dan sebelum Syifa menjawab, Anggit lebih dulu berkata. "Anggit nambah, deh, tan, makannya."
"Loh, tadi katanya udah kenyang?"
Anggit hanya menjawabnya dengan cengiran-suatu hal yang sangat jarang dilakukan Anggit.
Membuat Arif dan Syifa mengerutkan dahi bingung akan sikap Anggit seharian ini.
***
Setelah membantu mencuci piring, Syifa menyemil kacang sambil menonton TV dengan serius. Kebetulan sedang disiarkan NBA.
Duduk disebelahnya Arif yang juga tak kalah serius. Syifa menjagokan tim Cleveland Cavaliers. Sedangkan Arif menjagokan tim Golden state warriors.
Anggit merasa lega setelah keluar dari kamar mandi, ia tak biasanya makan malam sebanyak ini. Pantas saja, lambungnya bermasalah sedikit tadi.
Keira yang melihat Anggit baru saja ikut bergabung di ruang keluarga, mengajak ngobrol, "Kakak temen sekelasnya bang Arif?"
"Bukan, tapi adik kelasnya."
Keira hanya ber-oh tak berniat melanjutkan obrolan. Ia memang pribadi yang jutek dan dingin. Tapi kalau sudah akrab dengannya, pribadinya bisa berubah 180 derajat. Seperti pada Syifa, contohnya.
"Keira kan nama kamu?" tanya Anggit sembari tersenyum manis.
"Hmm."
"Kelas berapa?"
"Tujuh."
"Oalah, baru masuk SMP, ya?"
"Ya."
"Sekolahnya dimana?"
"Bakti mulya."
"Oh, jauh banget, kalau gak salah itu setengah jam kan perjalanannya. Terus kesananya naik apa? Mobil?"
"Ya iyalah, masa naik becak."
Ucapan sinis Keira membuat Anggit hanya bisa mengelus-eluskan dadanya sabar. Ia bertanya lagi, kini memelankan suaranya.
"Kak Syifa sering main kesini, ya?"
"Ya."
"Kamu deket dong sama kak Syifa?"
"Banget."
Anggit mengangguk-angguk mengerti walau dalam hatinya lumayan kecewa. "Emang biasanya kalo disini, kak Syifa sama kak Arif ngapain aja?"
Keira menatap bingung kearah Anggit. Untuk apa juga cewek didepannya ini bertanya hal semacam itu?
"Ya banyak. Salah satunya, kayak sekarang. Nontonin NBA. Mereka selalu nonton bareng sambil teriak-teriak histeris kalo jagoannya kalah."
Setelah mendengar jawaban dari Keira, Anggit segera bangkit dan duduk di sofa sebelah Arif. Lalu berkata dengan riangnya, "Wih basket ya? acara favorite banget."
Anggit pun melarutkan dirinya menonton acara tersebut bersama Arif dan Syifa. Meninggalkan Keira dengan semburat ekspresi bingung diwajahnya.
Dan akhirnya, Keira tahu satu hal pasti.
Bahwa cewe yang baru dikenalnya itu adalah rival Syifa, dalam mendapatkan hati abangnya.
Keira terkikik geli dibuatnya.
***
Sekitar pukul 8 malam, Anggit dan Syifa pulang kerumah masing-masing. Mama Arif sudah menganjurkan mereka pulang karena besok adalah hari sekolah.
Tapi, Syifa menunggu sampai acara NBA nya selesai. Dan itu bisa di maklumi oleh mama Arif karena memang sering terjadi. Lagipula rumah Syifa hanya beberapa langkah saja dari rumah Arif. Namun masalahnya, Anggit tak mau pulang jika Syifa belum pulang. Entah apa alasannya. Akhirnya, Syifa pun mengalah.
Kini, Keira menatap jahil ke arah Arif. "Jadi, abang pilih yang mana?"
"Tim golden state warriors dong."
Sembari mendengus kesal, Keira berkata lagi. "Bukan yang itu! Maksud Kei, abang pilih kak Syifa atau adek kelas abang yang tadi itu?"
Arif terkekeh, "Ngomong apaansih lo."
"Gak usah pura-pura bego deh, bang."
Arif menjitak dahi Keira, namun tak menghiraukan ucapan adiknya. Membuat Keira gregetan dan berkata lebih jauh lagi. "Kalau gue sih ya, lebih pilih yang apa adanya."
Arif mengerutkan dahinya. Bingung akan perkataan Keira yang ambigu.
"Nyadar gak sih, bang? kak Anggit tuh lagi ngikutin perilaku kak Syifa. Mungkin dia pengen niruin kak Syifa biar deket sama lo, bang. Biar jadi sosok kak Syifa dimata lo. Atau juga menggantikan sosok kak Syifa."
Kemudian Keira melanjutkan lagi omongannya. "Yang gue tanyain adalah, emang sosok kak Syifa yang sebenarnya dimata abang itu sebagai apa? Sampe-sampe kak Anggit mau menjadi sosok itu."
Arif hanya membisu tak menjawab apapun. Sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Kalo emang spesial kenapa gak cepet-cepet di resmiin aja, sih, bang? Nanti kalau ada orang lain masuk malah makin ribet loh."
Dan ucapan Keira yang terakhir sebelum akhirnya ia masuk ke kemarnya, membuat Arif semakin membisu.
Arif diam-diam membenarkan ucapan Keira.
Ia pun merasa Anggit seharian ini mencoba menjadi bukan dirinya. Dan berkat ucapan Keira, ia sadar. Anggir memang meniru Syifa.
Tapi untuk apa? Mencoba menarik perhatiannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
BestFriend?
Teen FictionSyifa memang tak bisa jauh-jauh dari Arif, sahabatnya sejak kecil. Dulu, jika ada seseorang yang menganggu Syifa, Arif akan cepat hadir seperti superhero dan mengatakan bahwa dirinya sahabat Syifa yang akan selalu melindunginya. Sekarang, Arif pun a...