3:: Seutas lontaran

645 189 14
                                        

"I know I sound crazy
Don't you see what you do to me?
I wanna be your lost boy
Your last chance
a better reality..."

🎵ATL - somewhere in neverland

[ III ]

Beberapa hari berlalu semenjak ucapan mama yang cukup menyita perhatian Syifa, ya walaupun ia sama sekali tak menggubrisnya. Syifa menolehkan pandangan ke sekelilingnya yang terlihat ramai di ruang ganti, hendak pelajaran olahraga tentunya.

Cewek dan berisik, mungkin memang sudah satu paket dan diyakini oleh Syifa saat ini. Hanya dengan berganti pakaian saja, yang bisa dilakukan 5 menit—atau mungkin 10 menit. Tidak berlaku bagi kaum hawa.

Dengan menyinyir gosip-gosip dari murahan sampai kelas atas, diiringi dengan sempat-sempatnya menyatok rambut, atau juga membanjiri dirinya dengan parfume yang baunya na'uzubillah menyengat bagi guru BK. Bahkan juga menjalani perawatan fachial dadakan dikamar mandi, seperti menggunakan lotion dan sebangsanya.

Syifa tak bisa menolak takdirnya sebagai cewek, dan kalau bicara gosip, ya ia juga melakukannya. Tapi ia tak habis pikir dengan teman-temannya yang menghabiskan setengah waktu dari ganti bajunya untuk dandan.

"Syif! Ngeliatinnya gitu amat, sih." Celetuk Icha saat mendapati Syifa memerhatikan Vanya—cewek termodis dikelasnya—sedang memakai lipbalm. "Kayak gak pernah aja,"

Syifa menatap Icha polos. "Emang enggak." Kemudian ia memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Icha. Berkacak pinggang, dan bertanya dengan raut wajah serius. "Please, deh. Kita masih sma, Cha. Ngapain sih ngurusin begituan."

Icha menatap Syifa jengah, "Please, deh. Itu cuma lipbalm! Bukan lipstick. Justru karena kita udah sma, lo tuh harus ngebuka mata lo, dengan lo pake gituan dengan batas wajar gak akan terjadi apa-apa. Justru itu salahsatu cara merawat diri kali ah."

Syifa hanya mengangguk-angguk. "Gausah naif. Penampilan emang penting, Syif. Walaupun bukan satu-satunya aspek yang dinilai orang lain dari kita." Icha menaikan bahunya, kemudian menarik tangan Syifa untuk segera keluar dari ruang ganti.

***

Matahari sudah terbenam diikuti langit berwarna jingga kemerahan, tak menghentikan Syifa untuk tetap bersantai ria dirumah Arif. Dengan gesit, Syifa mengambil toples snack dimeja dan memakannya sambil menonton TV.

Arif mengikuti Syifa dari belakang, dan ikut duduk di sofa. "Lah kok lo gak pulang? Tumben," Pasalnya, setiap maghrib, Syifa buru-buru pulang untuk menyambut mamanya yang pulang kerja. Kalau papanya, biasanya pulang sekitar jam 10 malam.

"Males,"

"Berantem sama nyokap?" Tembak Arif langsung.

Merasa tepat sasaran, Syifa melotot sinis bak ibu tiri. "Gak usah ikut campur." Membuat Arif berdecak, kesal akan sikap jutek Syifa. Ia tak ambil pusing, segera melanjutkan nonton TV.

"Alit," Syifa memanggilnya. Tanpa menoleh, Arif hanya menyahut malas melalui dehaman. Membuat Syifa memanggilnya lagi dengan nada merajuk. "Ih, Alit! Nengok sini,"

"Ck apaan sih?" Mau tak mau, ia menengok.

"Gue gimana sih? Menurut lo?"

"Hah?"

"Ya... penampilan gue itu.. gimana?"

Tanpa pikir panjang, Arif menyahut, "Kayak abis tauran."

"Ih, yang bener?!"

Arif melotot kaget, pertama kalinya dalam sejarah ia berteman sama syifa 16 tahun, dari orok, Syifa menanyakan perihal penampilan. "Emang lo lagi kenapa sih,"

BestFriend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang