"So pull me closer
Why don't you pull me close
Why don't you come on over
I can't just let you go.."🎵Zedd,maren&grey- the middle
[ XXV ]
Kantin hari ini tidak begitu ramai karena murid kelas X sedang melaksanakan study tour di Yogyakarta. Syifa dan gerombolannya seperti biasa menempati meja paling pojok. Saat itu gerombolan Anggit dan anak kelas XI lainnya datang.
Pandangan Anggit dan Arif beradu, Anggit pun melempar senyum yang dibalas seadanya oleh Arif. Syifa yang melihat hal itu, cemberut dan langsung menginterupsi. "Lit, mau sukro gak?"
Sedangkan Icha tertawa melihat sikap Syifa.
Seperti saat kemarin, telapak kaki Anggit luka akibat begian belakang sepatunya yang robek. Karena sudah jam pulang, Arif berniat mengantarnya pulang. Yang segera disambut usulan oleh Syifa.
"Gue aja yang anterin Anggit pulang."
Belum sempat Arif mengiyakan, gadis itu sudah menyeret Anggit pergi dari sana. Ia seperti akan melakukan apa saja asal Arif tidak bersama Anggit.
Syifa mendongak menatap Arif yang tetlihat fokus membaca buku bertuliskan SIAP SPMPTN 2018, nampaknya niatan cowok itu untuk bisa masuk Teknik Sipil di salah satu universitas terbaik di Indonesia bukan niatan semata.
Syifa menyendokkan satu siomay dan mengarahkannya ke mulut Arif. Gadis itu menyuruh Arif membuka mulutnya, yang tidak digubris sama sekali. Namun namanya Syifa, sulit diberhentikan jika sudah ada kemauan, ia kekeh menyuruh Arif buka mulut.
Arif menutup bukunya, dan menatap Syifa. "Gua mau fokus belajar dulu, udah lo sana mendingan, dah."
Setelah itu ia bangkit dan keluar dari kantin. Syifa mengusap dadanya dan mencibir. Pedes banget sih lo, untung gue doyan pedes Lit.
***
Suasana kelas yang ramai mendadak sepi karena hadirnya Bu Dewi, guru pelajaran BK. Anehnya, bukannya duduk dimeja guru, Bu Dewi justru menghampiri meja Syifa dan berbisik pada gadis itu.
Naufal tahu persis itu bukan pertanda baik. Gurat wajah gadis disebelahnya yang berubah panik, juga cepat-cepat mengemasi tas sekolahnya, menandakan sesuatu terjadi.
Samar-samar Naufal mendengar lirihan gadis itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mama...."
***
Arif mengemudikan motornya dengan cepat, tak perduli banyak klakson yang tertuju untuk dirinya. Setelah diberitahu Naufal, tanpa banyak omong, Arif segera membolos dan menuju ke rumah sakit yang sama.
Ia tahu persis bagaimana Syifa merasa kesepian dirumahnya. Saudaranya yang kebanyakan di Aceh pasti memakan waktu lama diperjalanan menuju Jakarta. Sedangkan Papa Syifa yang pulang selalu malam dan handphonenya tak pernah diaktifkan saat sedang bekerja, membuat Arif yakin gadis itu pasti sendirian sekarang.
Butuh waktu lama untuk sampai dirumah sakit, terlebih karena ia belum pernah ke rumah sakit itu sebelumnya. Dan saat tak menemukan Syifa dimanapun, Arif mengacak rambutnya. Ia menghela nafas panjang.
Tentu saja. Gadis itu pasti sedang menyendiri sekarang. Ia butuh seseorang disampingnya. Seperti yang biasanya dilakukan Arif disaat Syifa membutuhkannya.
Arif mengecek handphonenya. Tidak ada panggilan masuk atau pesan dari Syifa. Tidak ada, biasanya Syifa memintanya untuk menemaninya. Kenapa?
Arif menendang tempat sampah disampingnya, membuat bunyi kegaduhan. Kemudian ia menuju tempat motor sportnya diparkir, tujuannya hanya satu, mencari Syifa.
***
Kaki Syifa berjalan tak tentu arah. Kepalanya terasa pening. Ia sudah memutari sekolah dasar nya dulu dimana ia bersekolah, kurang lebih dua jam yang lalu. Ia ingin menangis. Tapi air matanya belum juga hendak turun. Kesedihan ini menyakitinya. Menyakitinya secara dalam hingga membuatnya tercekik kesulitan bernafas.
Ingatan dikepala Syifa berputar kembali saat dokter mengatakan mamanya koma, akibat tabrakan mobil. Disaat air matanya mulai menetes, sepasang sepatu converse hitam milik seseorang berdiri tak jauh dihadapannya.
Syifa mendongak, dan menemukan Arif disana. Ia tampak berkeringat dan gusar. Cowok itu menarik nafas panjang dan segera berjalan pelan menghampiri.
Gadis itu menggeleng. Ia melangkah mundur. Semakin Arif berjalan menghampirinya, semakin banyak langkah juga ia mundur.
Arif hendak berkata sebelum akhirnya dipotong oleh kalimat gadis itu. "G--gue.. mau sendiri."
Arif berdecak. Ia mengusap tengkuknya kasar, matanya menatap Syifa dalam. Gadis itu tampak gemetar, gadis itu rapuh. Dan yang bisa Arif lakukan hanya membiarkan gadis itu berjalan kembali memunggunginya. Perlahan semakin jauh.
Bukan. Bukan berarti Arif meninggalkannya begitu saja. Diam-diam cowok itu mengikuti Syifa dari belakang.
"Can you please stop following me?"
"No. Karena gua tau pikiran lo lagi kacau."
Syifa tertawa dalam tangisnya, mengelap air dipipinya secara kasar. "Justru karena gue lagi kacau and i just--gue cuman gakmau dipandang lemah kayak gini."
"Even i am? Syif, lo gak lemah. Gak ada yang bilang kayak gitu. Stop over thingking."
Kaki Syifa berhenti melangkah mundur. Dengan posisi masih berhadapan, Syifa berjongkok. Kemudian ia duduk dengan menenggelamkan wajahnya dilekukan kakinya. Menangis disana.
Melihat Syifa sudah mulai bisa mengontrol, Arif berlari kecil menghampiri gadis itu. Dan menarik ke pelukannya.
"Nangis aja selama disisi lo ada gua, Syif."
Syifa menangis lebih kencang. Membuat kemeja sekolah Arif basah karena air matanya. Rasanya ia ingin berada didekapan Arif untuk lebih lama. Meluapkan segara perasaan yang membuncah didada begitu lama.
Maybe home is just a place between the arms of special person. Lo, tempat gue pulang, Lit. Kalo mama pergi dan lo pergi, gue harus kemana?
¤¤¤
a.n
Lama banget gak update hahah♡ semoga masih ada yang nungguin, kalo udh lupa baca chapter sebelumnya aja ya!

KAMU SEDANG MEMBACA
BestFriend?
Fiksyen RemajaSyifa memang tak bisa jauh-jauh dari Arif, sahabatnya sejak kecil. Dulu, jika ada seseorang yang menganggu Syifa, Arif akan cepat hadir seperti superhero dan mengatakan bahwa dirinya sahabat Syifa yang akan selalu melindunginya. Sekarang, Arif pun a...