CHAPTER - 12

154K 14.6K 1.2K
                                    

Chanyeol panik bukan main. Ini adalah pertama kalinya laki-laki itu melihat Emma dalam kondisi yang buruk. Dengan cepat ia berlari ke arah Emma yang tak sadarkan diri lalu meletakkan sebelah tanganya di lengkungan leher Emma dan berusaha untuk membuatnya sadar.

"Emma!"

Chanyeol menepuk pipi gadis itu, "Kau kenapa?"

Jantung Chanyeol terpacu dengan cepat begitu mendapati keringat bercucuran di wajah Emma. Oh sial. Ia tidak tau harus berbuat apa di saat seperti ini. Membawanya kerumah sakit sama saja dengan pergi bunuh diri. Akan banyak orang yang mengenalinya. Dan Chanyeol tidak ingin ada artikel aneh yang memberitakan dirinya keesokan harinya.

Tiba-tiba Sebuah ide melintas di pikirannya. Chanyeol buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam saku lalu menghubungi salah satu kontak yang ada di sana.

Telepon berhasil tersambung. Namun orang yang Chanyeol hubungi tak kunjung menjawabnya.

"Halo," jawab orang itu setelah beberapa lama.

"Sial, kenapa lama sekali menjawabnya?!" tanya Chanyeol dengan nada suara tinggi.

Jae Bom, orang yang berada di seberang telepon itu tertawa pelan, "Wow, santai bung. Ada apa kau menelponku?"

"Apa kau masih di klinik?"

"Secara teknis iya."

"Apa maksudmu 'secara teknis iya' ? Jawab dengan bahasa yang bisa kumengerti."

"Aku hampir pulang, tapi sekarang masih di klinik. Ada apa?"

"Tunggu di sana. Aku dalam perjalanan."

Chanyeol lantas mematikan sambungan telepon. Tanpa menunggu waktu lama ia mengangkat tubuh Emma dan membawanya masuk ke dalam mobil. Omong-omong soal Jae Bom, laki-laki seumuran Chanyeol itu adalah seorang dokter yang bekerja di klinik gedung SM entertainment. Mereka adalah teman sekolah waktu SMA dulu, jadi tak heran kalau mereka terlihat akrab.








--









Setelah sampai di klinik, Chanyeol langsung menyerahkan Emma kepada Jae Bom untuk diperiksa.

"Siapa dia?"

"Akan kujawab pertanyaanmu nanti. Sekarang cepat periksa gadis itu."

"Baiklah, baiklah."

"Sial. Dia tidak akan mati kan?"

"Santai, bung."

Lagi-lagi Jae Bom tertawa pelan. Chanyeol benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa dokter sepertinya bisa bersikap santai di saat genting seperti ini.

"Sepertinya dia hanya pingsan karena kelelahan, istirahat yang cukup bisa membuatnya pulih kembali."

Jae Bom memeriksa reaksi pupil Emma dengan cahaya senter dan juga memeriksa denyut nadi gadi itu dengan seksama. Namun sepertinya ada hal yang janggal, Jae Bom mengerutkan keningnya lalu menatap Chanyeol, "Tunggu, apa bisa kau keluar sebentar?"

Chanyeol menuruti perkataan Jae Bom dan keluar dari ruang periksa. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 20.15, lumayan larut sehingga ia bisa sedikit bernapas lega karena tidak ada rekan seagensi yang akan memergokinya datang ke sini.

Namun sepertinya kesempatan Chanyeol untuk bernapas lega telah hilang, karena dari kejauhan ia melihat Jongin tengah melambaikan tangan dan memanggil namanya.

"Hei, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jongin penasaran.

Chanyeol mulai merasa sedikit gugup, "Tidak ada. Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?"

"Krystal demam, aku berencana meminta beberapa obat penurun panas di sini."

Jongin memasuki ruang periksa dan hal tersebut membuat Chanyeol khawatir. Bagaimana jika laki-laki itu melihat Emma? Oh, Chanyeol baru ingat. Saat pertama kali dirinya membawa Emma ke dorm, Jongin sedang pergi berkencan dengan Krystal. Untung saja.

Tak berapa lama Jongin dan Jae Bom keluar dari dalam ruang periksa.

"Aku akan pulang ke dorm, kau tidak ikut?"

"Aku... akan pulang kerumah orang tuaku malam ini."

"Oh baiklah, jangan lupa besok siang kita tampil di Music Bank."

"Tentu saja."

"Kalau begitu aku akan langsung ke dorm. Terima kasih, hyung. Aku akan memberikan obat ini ke pacarku, sampai jumpa."

Jae Bom tersenyum lalu melambaikan tangannya kepada Jongin yang pergi meninggalkan klinik. Saat Jongin benar-benar hilang di ujung jalan, Jae Bom menatap Chanyeol dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

"Bagaimana keadaannya?"

Jae Bom menarik napas panjang lalu memasang kembali kaca matanya yang sedikit merosot, "Dia hamil."

Chanyeol membeku.

"Usia kandungannya 3 minggu."

Dunia serasa berhenti berputar. Emma hamil? Yang benar saja! Kalau Emma hamil itu berarti gadis itu sebentar lagi akan menjadi ibu. Dan Chanyeol otomatis akan menjadi, ayah? Oh tidak, ini buruk.

"Bisa kau jawab pertanyaanku tadi? Siapa gadis itu?"

Chanyeol memijat pelipisnya. Pembicaraan ini terlalu mendadak dan membuatnya pusing. Jae Bom yang mendapati perubahan ekspresi Chanyeol tersebut semakin mengerutkan keningnya bingung.

"Dia istriku."








--








Hampir 3 jam Chanyeol menunggu cairan infus Emma habis dan akhirnya membawa gadis itu kembali pulang. Chanyeol membaringkan tubuh Emma secara perlahan di atas ranjang kamarnya. Suhu tinggi tubuh gadis itu sudah berangsur turun setelah Jae Bom memberikan satu kantung infus. Jae Bom tentu saja terkejut. Tetapi untungnya laki-laki itu cepat mengerti situasi yang sedang terjadi setelah Chanyeol menceritakan semuanya.

Chanyeol mengambil kursi kecil dari meja belajar lalu duduk di pinggi ranjang. Oh tidak, ini semua salahnya.

Emma masih belum lulus tetapi karena kesalahannya gadis itu harus mengandung seorang bayi. Chanyeol mengusap wajah gusar, memandangi wajah Emma yang tak kunjung siuman seperti itu membuat perasaan bersalahnya menjadi berkali-kai lipat.

Sekitar 30 menit kemudian, Emma bangun dari pingsan dan terlihat bingung ketika mendapati Chanyeol yang sedang duduk di sampingnya.

"Sudah baikan?"tanya Chanyeol.

Emma mengangguk pelan. Kondisinya sudah jauh lebih baik dari pada tadi sore, "Ya, kau bisa pergi sekarang."

Chanyeol terdiam di tempat dan hal tersebut membuat Emma mengerutkan keningnya bingung. Park Chanyeol tidak kunjung keluar dari kamar. Ia dapat melihat laki-laki itu sedand menarik napas dalam kemudian menatapnya dengan raut wajah serius.

"Kau hamil. Apa yang akan kau lakukan?"









-----to be continue.

Coba komen sampek 50 bisa nggak ya? ^^

Married to Mr. ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang