Cherry Pov
"Park Jimin!!" teriakku begitu melihat turun dari bis yang kutumpangi. Adikku Jimin tersenyum kepadaku. Ia berdiri dari kursi halte dan berlari kecil ke arahku.
"Noona, waahhh akhirnya Noona pulang juga," kata Jimin dengan wajah berseri-seri.
"Ehhm," gumamku. "Kau merindukanku?"
Ia mengangguk kemudian memelukku sesaat. Aku memperhatikan lengan Jimin segera setelah ia melepaskan pelukannya. Ada memar sebesar telur ayam disana.
"Apa yang terjadi dengan lenganmu? Apa kau melukai dirimu sendiri lagi?" tanyaku panik.
"Hehe, gwenchana Noona," katanya sambil cengengesan. Ia menggaruk kepalanya yang pasti tak gatal.
"Apa kau berantem dengan anak tetangga lagi?"
"Tidak! Aku tidak melakukannya lagi. Dan aku baik-baik saja. Noona tidak perlu khawatir kepadaku,"
"Aku tidak khawatir kepadamu. Aku khawatir kepada anak-anak itu," kataku bohong.
"Iisshh Noona, kupikir Noona mengkhawatirkanku," Jimin terlihat kesal dengan perkataanku. Tetapi aku tidak boleh menunjukkan rasa khawatirku kepadanya. Ia tidak akan dewasa jika terus kumanja.
"Park Jimin! Kau harus sadar, bahwa kau tidak dalam usia yang patut untuk dikhawatirkan. Kau sudah dewasa,"
"Hmm, baiklah," katanya kemudian. "Noona jangan menyesal,"
Apa ini? Mengapa ia tidak marah-marah kepadaku? Seharusnya ia marah karena aku mengatakan ia sudah dewasa. Kemana Jiminku yang masih bocah? Aahhh, aku mulai menyesal sekarang.
"Aku tidak akan menyesal," aku masih menyangkal perasaanku. "Ayo kita pulang,"
Angin segar membelai wajahku yang memerah karena sinar matahari. Aku senang akhirnya aku bisa pulang dan bertemu dengan Jimin. Meski kurasa ia sedikit aneh sekarang. Aku masih memasang tampang biasa saja di depannya meskipun aku mulai menyadari keanehan yang ia miliki. Aku berjalan beberapa langkah di belakang Jimin sambil terus memperhatikan punggungnya. Ia bahkan tidak mau menungguku. Menyebalkan.
Rumah kami memang tidak terlalu jauh dari halte. Aku tidak sabar bertemu dengan Appa dan Eomma. Mereka pasti masih bekerja ketika aku sampai di rumah. Ah, jadi aku hanya akan berdua saja dengan Jimin. Aku tersenyum sendiri mengingat ketika kami hanya berdua (waktu kami masih kecil), kami selalu merusak barang-barang di rumah. Aku ingin bermain dengannya, dengan Jimin kecilku. Tetapi, setelah enam bulan aku meninggalkannya, ia sudah berubah menjadi anak yang sok dewasa.
"Noona mau eskrim?" tanya Jimin tiba-tiba saat kami melewati toko kelontong.
"Ah ya, udara sangat panas," ujarku. "Kurasa eskrim akan sangat menyegarkan,"
"Belikan aku," katanya.
"Park Jimin!! Kau menawariku eskrim dan sekarang kau memintaku untuk membelinya, aaiissshh jinjja!"
Jimin terkekeh senang. Ah, dia ternyata memang masih bocah. Aku berjalan melewati Jimin dengan kesal dan masuk kedalam toko. Seseorang yang berdiri di belakang meja kasir menarik perhatianku ketika aku baru saja membuka pintu. Ia manatapku dan pandangan kami bertemu. Entah kenapa aku serasa tersedot ke adegan masa lalu bersamanya. Tatapan itu tidak berubah, aku merindukannya.
"Noona kenapa berhenti di depan pintu?" lamunanku pecah dan aku gelagapan karena Jimin mendorongku tiba-tiba. Aku menatap Jimin tajam. "Namjoon hyung, anyeong!" celetuk Jimin tepat di telingaku. Damn! Mengapa anak ini mengenal Kim Namjoon?
KAMU SEDANG MEMBACA
Werewolf Boys [BTS FANTASY-END]
FanfictionFollow sebelum baca ❤ Jangan lupa vote dan komentar yaa biar makin semangat!!! *** Aku tak menyangka!!! Selama ini aku tidak pernah mendengar mitos apapun disini. Namun ternyata mereka nyata. Makhluk yang kukira hanya bagian dari khayalanku itu tern...