PART 4

28 2 0
                                    

Yang diatas itu Mr. Choco yah....

---------

Mr. Choco POV.

2 bulan sudah berlalu, dan aku tau jika Disa sudah melewati masa ujian tengah semester.

Dan selama 2 bulan pula, aku berhasil memenangkan perlombaan piano, walau hanya tingkat nasional. Dan hingga saat ini aku belum memberitahukan pada Disa jika aku seorang pianis dan juga bekerja sebagai pianis di caffe.

Aku memang sudah mengejarnya sejak dia masuk kuliah, tapi aku mengenalnya sebelum dia masuk SMA. Aku tak sengaja betemu dengannya saat dia kelas 2 SMAyang hampir di ganggu oleh preman yang juga lewat. Dan yang membuatku jatuh cinta dengannya karena ternyata dia jago bela diri silat. Aku hampir menjadi pahlawan kesiangan, namun tak jadi lantas meninggalkannya dengan senyum mengembang dibibirku.

Ya Allah, aku ingin dia menjadi milikku. Do'aku dalam hati.

Dan itulah pertama kali aku melihatnya. Disa yang tomboy dan pemberani.

Maka dari itu, aku mencari informasi dengan usahaku tentang kelurganya.

Aku membutuhkan waktu setahun lebih untuk mencari informasi yang lengkap seperti sekarang. Dan dengan bantuan orang-orang yang memang mengenal siapa aku dan bagaimana diriku.

.....

Beberapa hari yang lalu, aku mengiriminya pesan untuk ke kebun raya. Dan syukurlah dia meng-iyakan ajakanku. Dan sekarang, aku sedang menunggunya di gang rumahnya. Dan dari kejauhan, aku bisa melihatnya berjalan kearahku dengan senyumnya. Reflex, aku juga ikut tersenyum.

" hai, maaf lama menunggu." Ujarnya Disa, dan aku membalasnya dengan senyum dan sedikit anggukan.

Dia naik ke motor bebek bututku, dan aku mengendarainya dengan perlahan karena pagi ini ternyata macet parah.

" wajarlah macet, karena daerah hini memang terkenal dengan macetnya." Lagi-lagi aku hanya mengangguk menanggapinya.

Perjalanan selama satu jam lebih lima belas menit plus macet akhinya kami sampai di kebun raya.

Aku menurunkan Disa di luar tempat parkir, dan Disa terlihat mengerti akan isyaratku memintanya menunggu diluar.

Setelah memarkir motor dan menyusul Disa, kami berjalan memasuki kebun raya dengan aku yang membayar tiket masuknya.

Aku mengeluarkan notebook cokelatku dan menuliskan sesuatu.

Pertama kita akan kemana dulu?

" lebih enak jika kita berjalan saja tanpa arah. Gak akan nyasarkan?." Aku mengangguk meng-iyakan seraya tersenyum.

Ah, apa yang kau bawa di tas besarmu?

Aku bertanya padanya sambil berjalan tanpa arah sesuai keinginannya.

" mas? Apakah buruk jika aku memanggilmu begitu?." Aku hanya tersenyum tanda aku menyukai panggilannya.

" lebih baik mas menulisnya di ponsel saja lebih mudah. Ah, dan yang di tasku ini isinya our lunch."

Aku menaruh notebook cokelatku dan menggantinya dengan ponselku.

Dengan lamban kami berjalan menelusuri jalan setapak di kebun raya ini, sambil sesekali Disa mengajak kami untuk berfoto. Jujur saja, aku tak terbiasa jika berfoto dan aku belum mengatakannya pada Disa.

" apa kau keberatan, jika kita duduk di sini?." Aki dan Disa memang sudah cukup jauh berjalan tanpa kami sadari. Karena Disa kadang membuat video yang awalnya aku tolak, namu Disa mampu merubah moodku hingga aku menyetujuinya untuk merekam bebraoa kegiatan konyol kami.

THE  LAST CHOCOLATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang