PART 8

21 2 0
                                    


DISA POV.

Setahun berlalu, dan aku bersyukur kak Dita sudah lulus, dengan IP 3,00. Dan sekarang, giliranku untuk disibukkan dengan skripsi. Dan selama setahun pula aku memutuskan kontak sementara dengan mas Afdal, namun aku salut dengannya yang masuh mengirimuku cokelat setiap bulannya.

Ada satu hal yang masih aku rahasiakan dari keluargaku, tentang mas Afdal yang pernah melamarku saat kunjungan ke rumahnya. Tentang kak Arman dan kak thima, mereka sekarang bahagia karena kak Thima sedang mengandung 7 bulan. Plus mereka juga sudah pindah kerumah baru mereka seminggu setelah pernikahan mereka, kadang kala mereka berdua datang saat bulan ramadhan untuk buka puasa bersama selama tiga hari.

" ya Allah, aku kangen mas Afdal. Apa salah?."

Sekarang, aku sedang sendiri di kamar. Merenungkan nasib cintaku yang tak jelas, dan nasib skripsiku kedepannya, awalnya aku mengambil kuantitatif, tetapi aku menggantinya jadi kualitatif.

Aku bertekad untuk menghubungi mas Afdal sore ini juga. Biarlah dia mau menganggapku apa, yang penting aku inginmenelfonnya dan menjawab lamarannya waktu itu. Ah... asal kalian tau, ini pertama kalinya aku akan menelfon mas Afdal, selama ini kami hanya saling mengirimkan pesan saja.

" ha...ha...halo assalamualaikum mas Afdal.." sapaku gugup saat telfonnya diangkat.

" waalaikum salam Dis." Aku terkejut mendengar suara yang membalas salamku. Akumemperkatikan kembali layar ponselku, mungkin aku salah menelfon orang. Sayangnya aku memang menelfon mas Afdal.

" maaf, apa mas Afdalnya ada? Ini siapa yah? Perasaan kalau Onio yang mengangkat telfon suaranya juga akan seperti suara akan-anak."

" ini aku, disa. Afdal." Aku membekap mulutku agar aku tak berteriak. Aku tak percaya jika aku mendengar suara mas Afdal barusan. Lantas aku mematikan sambungan lebih dulu dan mengatur nafasku yang terasa sesak.

" ya Allah, astagfirullah... hah...hah...hah..."aku mengatur nafasku yang masih sesak. Berusaha menormalkan. Syukurlah sudah adzan ashar, sebaiknya aku shalat ashar dan menenangkan fikiranku.

......

Sebulan sudah berlalu lagi, dan selama itu pula aku tidak pernah mengangkat telfon dari mas Afdal lagi. Aku jujur, masih syok atas kejadian sebulan lalu dimana aku mendengar suaranya pertama kali. Bahkan kata kak Dita, mas Afdal sampai datang ke rumah tapi aku selalu menghindar.

Ponselku berdering, dan menampilkan nama kak Dita disana.

" ya Assalamualaikum kak."

" waalaikum salam, kamu masih di rumah?." Tanya kak Disa diseberang, terdengar suara orang lain disana.

" iya kak, hari ini aku ijin dulu dari KKN."

" syukur deh."

" kenapa kak?."

" enggak, yaudah. Kakak masuk kelas dulu yah."

Menghiraukan apa yang kak Disa katakan, aku kembali melanjutkan menonton drama korea musim spring.

Satu jiam berlalu, dan satu episode lagi drama korea selesai. Aku bangkit menuju toilet, dan baru saja aku akan masuk kamar mandi, seseorang sepertinya sedang bertamu di rumahku.

" mas Afdal?. Ngapain kerumah?."

Aku lantas keluar dan menerimanya menjadi tamuku.

" Assalamualaikum, Dis." Lagi-lagi aku mendengar suara itu.

" wa...waalaikumsalam mas, silahkan masuk." Mas Afdal masuk dan melihat keadaan rumahku yang terlihat sederhana.

" ternyata kamar kamu seperti kapal pecah yah aku kira kamu gadis yang rapih." Mas Afdal duduk asal di sofa yang ada.

THE  LAST CHOCOLATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang