Bosan.
Satu kata yang menggambarkan keadaan Prilly saat ini adalah bosan. Mata kuliah pagi sudah berlangsung selama 2 jam lamanya, itu artinya sudah 2 jam pula Bu Dhea --Dosen Killer-- itu mengoceh tanpa henti.
Prilly menghela nafasnya kasar. Memandang kearah Bu Dhea dengan tatapan kosong sambil sesekali menguap guna menahan kantuk yang saat ini tengah melandanya.
Entahlah, hari ini tampak berbeda bagi Prilly. Raganya memang disini, tapi tidak dengan jiwanya. Jiwanya seakan melayang kesana kemari mengkhawatirkan kondisi Ali yang semalam demam tinggi.
Prilly mengkhawatirkan Ali, sekiranya begitu.
"Hhhh.." Desis Prilly lirih seraya menempelkan dagunya diatas lipatan kedua tangannya di permukaan meja.
Sesekali, Prilly melirik kearah Aulia yang duduk dibangku sampingnya. Gadis itu sangat berbeda jauh dengan Prilly yang hari ini sangat malas. Aulia justru begitu rajin memenuhi halaman buku catatannya dengan point-point penting yang sedari tadi dijelaskan Bu Dhea.
Prilly kembali menegakkan tubuhnya dan memposisikan dirinya seperti mahasiswa/mahasiswi lainnya. Ia berusaha berkonsentrasi dan memfokuskan pikirannya pada segala penjelasan yang terlontar dari bibir Bu Dhea.
Namun sayangnya, nihil.
Prilly gagal, Ia tak berhasil melakukannya.
Sepertinya, Ali telah menjejali segala rongga pikiran Prilly hingga apapun yang saat ini Prilly lakukan, tetap hanya Ali lah yang Ia pikirkan.
TUK!
Bunyi itu ada seiring dengan mendaratnya sobekan kertas di atas meja Prilly.
Gadis itu mengernyit bingung meskipun pada akhirnya sobekan kertas itu tetap Ia ambil.
Pril, Lo kenapa?
Prilly tersenyum ketika membaca tulisan yang tertera di kertas itu. Ia hafal betul bahwa ini tulisan Aulia. Mungkin alasan Aulia lebih memilih untuk bertanya lewat kertas karena Ia tidak ingin Bu Dhea tahu bila ada mahasiswinya yang kurang memperhatikannya.
Kemaren Ali demam tinggi, nggak tahu kenapa Gue khawatir aja.
Prilly menuliskan jawabannya diatas sebuah kertas, sama persis seperti yang Aulia lakukan tadi. Dan saat Bu Dhea tengah lengah, Prilly memberikan kertas itu pada Aulia.
Aulia sedikit terkekeh membaca balasan dari Prilly. Prilly, gadis itu biasanya paling anti sama cowok. Dan sekarang... Ia justru mengkhawatirkan Ali hingga tak bisa berkonsentrasi saat kuliah.
Cie!
Kayanya, ada yang lagi ekhem nih wkwkPrilly membulatkan matanya sempurna membaca balasan Aulia, sungguh Ia geram sekali.
Ngaco, Lo. Kita mentok cuma temen, nggak lebih.
Jangan konyol, Aul!Setelah selesai menuliskan balasan, Prilly kembali menyerahkan kertas tersebut pada Aulia.
Iye temen, ati ati ntar demen. Mampus Lo. Bhakwkwk!
Membaca balasan Aulia yang ini, membuat Prilly tak mampu menahan rasa geramnya terhadap Aulia. Gadis itu kelepasan menggeram dengan sedikit keras seraya meremas kasar kertas itu tanpa berniat untuk membalasnya sama sekali.
Sikap Prilly yang seperti itu, membuat Bu Dhea menatapnya dengan tajam disertai dengan deheman yang menyeramkan. Prilly menelan salivanya kasar dan menunduk takut. Sepertinya, itu peringatakan keras bagi Prilly jika Ia masih ingin tetap selamat hingga mata kuliah Bu Dhea selesai nanti.
*****
Ali dan Prilly kini berjalan berdampingan memasuki area mall ternama didaerah ibukota. Selepas mata kuliah Prilly tadi selesai, Ali langsung menjemput Gadis itu dan mengajaknya untuk jalan-jalan.
Awalnya Prilly memang menentang keras keinginan Ali, mengingat bahwa semalam pemuda itu terserang demam tinggi. Namun dengan kemampuan Ali berdalih yang lihai, pada akhirnya Prilly mengalah dan mengiyakan keinginan pemuda itu.
Meskipun, dengan berat hati.
"Kita mau ngapain sih kesini? Mending juga tadi langsung pulang, Lo bisa istirahat. Dan cepet sembuh!" Prilly menggerutu seraya menatap Ali dengan tatapan kesalnya.
"Ngapain aja lah yang asik. Main timenzone. Nongkrong. Atau...."
"Lama, Lo. Udah ah, mau pulang aja." Prilly membalikkan tubuhnya dan bersiap untuk melangkah. Namun dengan cekatan, Ali menahannya. Ia mencekal lengan Prilly hingga membuat langkah Gadis itu mau tak mau menjadi terhenti.
"Nonton! Iya! Ayo, nonton!" Wajah sumringah benar-benar tercetak jelas di wajah tampan Ali, sementara Prilly hanya menatap pemuda itu jengah.
"Nggak ah, males Gue. Nonton aja sendiri." Tolak Prilly yang seketika mampu membuat raut wajah sumringah Ali menjadi padam begitu saja.
Ali mengusap wajahnya kasar, tiba tiba Ia begitu merasa merindukan sosok Kiara saat ini. Biasanya, Kiara selalu menyambut ajakan nonton Ali dengan penuh semangat. Dan sekarang, Prilly justru melakukan hal yang sangat bertolak belakang.
"Hidup Lo itu terlalu monoton kalau cuma Lo isi sama kuliah - pulang - kuliah - pulang lagi. Nggak ada asoy asoy nya sama sekali." ujar Ali yang seketika mampu membuat Prilly terhenyak.
Ali benar, selama ini Prilly selalu melakukan hal monoton. Ia tidak pernah keluar dari zona amannya. Dan mungkin, ini waktunya. Bersama Ali Ia akan mencoba hal baru.
"Udah ah, ayuk!" Ali kembali berucap seraya merangkul hangat pundak Prilly dan mulai berjalan beriringan.
Selama derap langkah mereka terhuyung menuju lantai bioskop. Tidak ada percakapan yang tercipta. Ali sibuk dengan pikirannya sendiri, sementara Prilly sibuk menikmati sensasi tersendiri saat Ia berada didalam rangkulan hangat Ali seperti saat ini.
Sejak keadaan rumah tangga orang tuanya hancur berantakan, hubungan Prilly dan Papanya memang turut merenggang. Rasanya, seperti ada tembok tak kasat mata yang menjulang dan menjadi pembatas besar diantara keduanya.
Bahkan Prilly lupa, kapan terakhir kali Gadis itu menikmati dekapan hangat dari Papanya.
"Mau nonton apa, nih?" Tanya Ali yang sontak membuyarkan pikiran-pikiran Prilly.
"Pril, Lo habis ngelamun ya?" Tanya Ali lagi dengan intonasi yang lebih lembut daripada sebelumnya.
"Kenapa, heum?" Belum sempat Prilly menjawab, Ali sudah kembali bertanya pada Gadis itu seraya mengusap lengan Prilly pelan. Ali harap ini berguna untuk memberikan sedikit ketenangan pada Prilly.
Sejak tadi, Ali memang tidak pernah melepas rangkulannya pada tubuh Prilly.
"Nggak, Gue cuma kangen sama bokap aja. Dulu, Gue sering dirangkul kaya gini kalau lagi jalan. Hehehe." Prilly menggigit bibir bawahnya saat kalimat-kalimat itu berhasil lolos dari bibirnya. Rasanya, Ia ingin menangis bila mengingat betapa dekatnya dirinya dulu dengan papanya.
Sekali lagi, itu dulu.
Dan tidak lagi, untuk sekarang.
"Sst.. Jangan gigit bibir Lo, kaya gitu. Ntar Luka, Bego." Ali sedikit terkekeh seraya menyentil ringan hidung Prilly guna mencairkan suasana dan menghibur Prilly.
"Lagian, Gue ajak Lo kesini buat seneng-seneng. Oke?"
Prilly mengusap kelopak matanya yang sudah terasa basah seraya mengangguk setuju dan tersenyum manis kearah Ali.
"Gue nggak nangis, kok. Nggak akan nangis."Ali yang gemas akan tingkah Gadis itu, langsung mencubit kedua pipi Prilly tanpa ampun. "Nah gitu dong, gemes Gue."
"Yaudah, Gue beli tiket dulu ya. Lo tunggu disini, jangan kemana-mana. Oke?" Ujar Ali yang kemudian berlalu dari hadapan Prilly dan berbaur dengan kerumunan orang yang mengantre di depan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT SCANDAL
FanficHidup dalam keluarga yang jauh dari kata harmonis, membuat Prilly Axelia enggan untuk jatuh cinta pada siapapun untuk alasan apapun. Bahkan, Ia juga tidak percaya akan adanya cinta. Sampai pada suatu saat, takdir menyadarkannya akan cinta melalui A...