Setelah cukup puas menikmati indahnya panorama di bukit tadi, Ali dan Prilly memutuskan untuk segera pulang. Terlebih lagi, saat ini langit mulai gelap karena awan hitam terlihat sudah menggumpal. Nampaknya, tak lama lagi hujan akan turun.
"Lo pegangan ya, Pril. Gue mau ngebut, soalnya." Perintah Ali yang kini melajukan motor CB 250R dengan kecepatan tinggi. Sehingga, membuat Prilly yang kini berada di jok belakang terpaksa untuk memeluk tubuh kekar Ali.
Prilly benci mengakui ini, tapi Ia tak bisa mengelak bahwa faktanya...
Dipelukan Ali itu, nyaman.
Dan ya, Ali itu peluk-able banget.
Sepanjang perjalanan menuju appartement Ali, tidak banyak obrolan yang tercipta diantara keduanya. Meskipun begitu, sesekali Ali tetap melirik kearah kaca spionnya hanya untuk sekedar melihat wajah dari Gadis yang kini memeluknya erat.
Namun, belum sempat Ali mencapai appartementnya, rintik hujan telah lebih dulu terdengar dan begitu terasa di permukaan kulit.Mau tidak mau, Ali memutuskan untuk melambatkan laju motornya, dan menepi pada tempat yang teduh.
"Kok berhenti, sih?" Tanya Prilly saat Ia menyadari bahwa laju motor Ali telah benar-benar terhenti sempurna.
"Lo nggak lihat kalo ini hujan? Neduh dulu, yuk!" Ajak Ali yang kemudian langsung menggandeng tangan Prilly. Cepat-cepat, Ia segera membawa Gadis itu untuk mencari tempat berteduh.
Tepat setelah keduanya telah menemukan tempat berteduh, hujan turun semakin deras. Bahkan, turut disertai dengan angin kencang dan kilatan petir yang menyambar.
Prilly menunduk seraya mengusap-usapkan kedua tangannya untuk menahan dingin.
"Lo kenapa, Pril?" Tanya Ali yang kini melihat Prilly tertunduk.
Prilly hanya menggeleng pelan tanpa mendongakkan wajahnya menatap Ali.
Entahlah, saat ini Prilly merasa begitu lemah. Dingin yang Ia rasakan semakin merasuk seakan menusuk ke tulang hingga pada akhirnya membuat Gadis itu menggigil hebat.
Tanpa pikir panjang, Ali Melepaskan jaket yang semula membalut tubuhnya dan memakaikannya pada tubuh Prilly.
Selepas itu, Ali lantas mendekatkan dirinya pada Prilly hingga tanpa mereka sadari, keduanya saat ini sudah tak berjarak sama sekali.
Ali merengkuh tubuh mungil Prilly kedalam dekapannya supaya Gadis itu mendapat kehangatan."Kaya gini yang Lo bilang nggakpapa? Lo menggigil hebat, Pril!" ujar Ali yang kini mengusap lembut rambut belakang milik Prilly. Tak jarang pula, Ali mengecup singkat pucuk kepala Prilly agar Gadis itu merasa tenang.
Namun Prilly tetap bungkam. Dingin yang Ia rasakan seakan membelenggu dirinya dan membuatnya membeku.
*****
Prilly masih meringkuk dibalik selimut tebal yang kini membungkus tubuhnya.
Selepas tadi derasnya hujan mengguyur tubuh Prilly, Gadis itu memang sengaja untuk terlelap sejenak setelah Ia membasuh tubuhnya dengan air hangat."Laper.." Ujar Prilly seraya mengerjapkan matanya perlahan. Seolah Ia tengah berusaha untuk mengumpulkan segenap kesadarannya.
Ketika Prilly melirik kearah jam dinding, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 10 malam. "Pantesan Laper, udah jam segini juga."Dengan sedikit malas, akhirnya Prilly beranjak dari kasur empuknya dan berjalan gontai kearah meja makan. Disana tampak begitu sepi, tidak ada Ali. Mungkin, Pemuda itu sudah terlelap jauh kedalam fantasi mimpi.
Cepat-cepat Prilly mengambil sepiring nasi beserta dengan lauknya, yaitu ayam goreng dan segera melahapnya habis.
Ketika Prilly hendak kembali kekamarnya, sorot matanya menatap sosok Bi Irah yang kini berjalan kearah dapur sambil membawa sebuah nampan yang berisi sepiring bubur lengkap dengan segelas teh hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT SCANDAL
Fiksi PenggemarHidup dalam keluarga yang jauh dari kata harmonis, membuat Prilly Axelia enggan untuk jatuh cinta pada siapapun untuk alasan apapun. Bahkan, Ia juga tidak percaya akan adanya cinta. Sampai pada suatu saat, takdir menyadarkannya akan cinta melalui A...