"Ah, makin hari makin cakep aja dah Gue." Kalimat-kalimat pujian terhadap dirinya sendiri, terlontar begitu saja dari mulutnya seiring dengan kedua tangannya yang tengah merapikan rambut dibalik cermin.
Siapa lagi bila bukan, Keano Alvaro. Sudah menjadi suatu rutinitas, bila setelah mandi, Ia akan berdiri sejenak didepan cermin untuk bersiap dan menyukuri betapa tampannya Dia.
"KEAN, SARAPANNYA UDAH SIAP DIBAWAH."
Seusai teriakan nyaring yang bersumber dari Kinan itu terhenti. Kean tersenyum senang, pasalnya perutnya juga sudah berisik minta diberi asupan gizi. "OKE SIS!" teriak Keano seraya meluncur keruang makan.
Aletta Kinantya. Gadis berusia 21 tahunan yang memiliki kulit putih dengan rambut coklat yang Ikal dibawah dengan panjang sebahu, benar benar membuat penampilannya tampak seperti gadis belasan tahun. Sebaya dengan Keano. "Gue keburu mandi, Lo makan sendiri ya." Ujar Kinan yang langsung dibalas anggukan persetujuan oleh Kean.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu yang tak disadari Kean, membuat Kinan langsung memutar balik tubuhnya dan menatap kearah Kean. "Itu ada tamu kayaknya, Lo bukain cepetan sanah!" Perintah Kinan yang langsung mendapat tatapan tajam dari manik mata Kean. Sedikit berteriak, pemuda itu berseru. "Ogah. Lo engga liat Gue lagi sibuk makan?"
Kinan menghela nafasnya dalam. Menatap Keano dengan tatapan jengahnya seraya merutuki nasibnya yang harus memiliki adek durhaka, macam Keano ini. "Badan Gue bau dapur, Kean. Lo aja yang udah wangi dan tampan, yakan?"
Tok.. Tok.. Tok..
Ketukan itu, kembali terdengar lagi. Kali ini, Keano juga mendengarnya. "Udah buruan bukain sana, Kean. Yang tau diri dikit kenapa sih, udah gue masakin enak-enak, ya kali Lo masih nyuruh Gue ngebukain pintu."
Kean menyerah. Malas berdebat lebih panjang lagi dengan Kinan. Pemuda itu meletakkan sendok dan garpunya, berdiri dari kursi, dan melenggang melalui Kinan sambil berdecak kesal. "Tai, Lo." berjalan kearah pintu utama.
Sementara Kinan, tersenyum penuh kemenangan dan melanjutkan kembali langkahnya menuju kamar.
Gurat wajah kesal yang tadinya begitu kentara, benar benar sirna ketika Kean telah membuka pintu utama. Disana, Prilly berdiri. Menangis sesenggukan dengan kedua tangan yang memeluk dirinya sendiri. Hal ini, membuat Keano panik seketika. Pemuda itu, menangkupkan kedua tangannya diwajah ayu Prilly lalu mengangkat wajah itu agar sejajar dengan miliknya. "Lo kenapa, Pril?" tanya Kean khawatir.
Keano membiarkan untuk beberapa saat, tatapannya beradu dengan tatapan Prilly yang tidak bisa mengontrol tangisnya. "Oke, kalo Lo nggak bisa cerita sekarang. Nggakpapa, Gue ngerti." Kean menyerah, tidak lagi memaksa gadis dihadapannya itu untuk bersuara.
Keano justru menarik Prilly kedalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis sepuasnya didalam dada bidang miliknya seraya menuntun gadis itu untuk memasuki rumah Keano.
*****
Sekarang, Ali kembali duduk di kursi balkon kamarnya. Matanya, menatap tajam kearah gedung-gedung pencakar langit yang tampak menjulang sambil menikmati sebatang rokok yang kini tengah Ia isap.
Dia tahu, rokok, vodka, wine, dan soda akan membahayakan tubuhnya. Seperti apa yang dulu seringkali Kiara katakan padanya. Tapi untuk saat ini, pikiran Ali begitu mumet hingga entah bagaimana, Ali menganggap bahwa apa yang Dia lakukan ini sedikit memberinya kesenangan.
Berbicara tentang Kiara, hal tersebut mengingatkan Ali pada kejadian semalam. Ali memang tidak tahu persis apa yang terjadi tadi malam. Tidak ada yang Ia ingat dengan jelas, kecuali; Kiara bersamanya tadi malam.
Ali menghela nafas panjang, dan kembali mengingat sesuatu. Pagi tadi, ketika terbangun, Ia begitu terkesiap melihat sebuah tanda bahwa semalam Ia melakukan tindakan tidak benar tehadap seorang gadis yang Ali pikir adalah Kiara.
Seprai putih yang terpasang di ranjang Ali, terdapat bercak darah yang mengisyaratkan bahwa Ia telah merenggut sesuatu berharga milik seorang gadis.
Pikiran Ali, benar benar melayang pada sosok Kiara. Mengkhawatirkan gadis itu, mengingat apa yang telah Ali lakukan. Ali tidak habis pikir, bagaimana jika dirinya benar merusak Gadis yang selama ini selalu Ia jaga mati-matian sepanjang hidupnya.
Ali akan menyesal. Dan tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Kejadian semalam, adalah satu malam terbodoh yang Dia alami selama hidupnya.
Ali menghempaskan putung rokok tersebut jatuh kebawah. Tangannya beralih mengeluarkan sebuah dompetnya dari saku celananya.
Ali membuka dompet tersebut, dan mengeluarkan sebuah foto didalamnya. Terlihat bahwa dirinya dan Kiara tersenyum bahagia dibalik foto itu. Kiara dengan tawa gemas nya sibuk memeluk boneka teddy bear ukuran jumbo sambil menyandarkan kepala didada Ali. Sementara Ali, sibuk merangkul Kiara seraya menatap Gadis itu tersenyum --tanpa melihat kearah kamera.
Ali tersenyum, mengenang masa itu. Melihat bagaimana tawa Kiara mampu menghangatkan hati Ali meskipun itu hanya terlihat dari balik foto. Gadis itu, sungguh ajaib.
Detik berikutnya, Ali merasakan bagian dadanya terasa sakit membayangkan apa yang saat ini sedang Kiara lakukan.
Apa gadis itu menangis?Marah?
Kecewa?
Hancur?
Dan, terluka?
Ali memejam sejenak, berusaha menghilangkan pikiran buruknya tentang Kiara. Pemuda itu kembali memasukkan foto tersebut kedalam sakunya, lalu berganti mengambil pematik rokok.
Tadinya, Ali sempat ingin mengambil ponselnya dan segera mengubungi Kiara. Namun, niat itu kembali Ia urungkan karena Ali belum siap bila saja ketakutannya akan menjadi kenyataan. Lebih lebih, Ali begitu takut bila Kiara akan membencinya karena Ali telah menodai kesuciannya.
Sekarang, yang Ali lakukan adalah memainkan pematik rokok itu meski pikirannya tetap sibuk tertuju pada Kiara. Ia menyalakan apinya, lalu mematikannya. Menyalakannya lagi, lalu mematikannya lagi. Begitu seterusnya hingga Ali akan berhenti dengan sendirinya karena bosan.
*****
A/N : Yakk finally published! Kritik saran dibutuhkan banget ni:))
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT SCANDAL
FanfictionHidup dalam keluarga yang jauh dari kata harmonis, membuat Prilly Axelia enggan untuk jatuh cinta pada siapapun untuk alasan apapun. Bahkan, Ia juga tidak percaya akan adanya cinta. Sampai pada suatu saat, takdir menyadarkannya akan cinta melalui A...