Sudah hampir sebulan sejak Livi mengantar Deva pulang dari bar. Sejak itu, Deva mulai menyandang status jomblo karena diputusi secara bersamaan oleh ketiga pacarnya karena ketahuan berduaan dengan Alivia. Sejak itu pula, mereka mulai sering terlihat bersama hampir disetiap kesempatan. Hal itu juga membuat penghuni Khatulistiwa tertarik dan juga penasaran, ada apa sebenarnya diantara kedua most wanted sekolah itu.
Seperti sekarang ini. Deva berdiri dihadapan Livi yang sedang asyik membaca buku.
"Hai Livi."
Livi mendongak dan melihat Deva dengan senyum lebarnya datang menghampiri sambil membawa sebotol soda di tangannya. Livi tersenyum tipis melihat kedatangannya. Deva mengambil tempat untuk duduk dihadapan Livi.
"Nih. Gue ada soda. Lo mau?" tawar Deva sambil menyodorkan botol soda itu ke Livi.
"Bukannya di perpus gak boleh bawa makanan atau minuman?" tanya Livi.
"Aah, selow ae. Kalo sama gue semua aja bisa," jawab Deva santai. Livi tertawa sambil mengambil botol soda yang disodorkan Deva. "Makasih ya."
Deva membalasnya dengan anggukan sambil tersenyum sumringah. Livi meminum soda sambil kembali membaca buku.
"Kayaknya asik banget bacanya," celetuk Deva. "Baca apaan sih?"
Livi mengangkat bukunya di atas meja. Setelah membaca judulnya, Deva justru terbahak.
"Lo baca kayak ginian? Gue kira lo baca yang sejenis The Mortal Instruments atau Supernova. Tapi ini?" ujar Deva tidak menyangka sambil tertawa-tawa.
Livi merengut. "Emangnya kenapa kalo gue baca Dilan?"
"Yaa cewek kayak lo baca Dilan? Itu kayak bukan lo banget, Liv. Lo kan hmmm tomboy."
"Jadi menurut lo gue nggak cocok baca novel genre kayak gini? Dev, setomboy apapun cewek, dia tetap suka hal-hal romantis. Mau sekecil apapun bentuknya. Mereka tetap suka, bahkan mereka bakal selalu ingat setiap detailnya. Karena itu berarti buat mereka."
Deva terdiam mendengar perkataan Livi. Dia mencoba mencernanya baik-baik. Yang dikatakan Livi bukan semacam kode atau apa, tapi yang dia katakan lebih mendekati ke 'fakta'. Deva memang biasa bersikap romantis pada setiap pacarnya, tapi pada hal-hal yang umum. Seperti membelikan bunga atau coklat.
Livi itu beda. Jangan perlakuin dia sama kayak cewek-cewek lo sebelumnya.
Deva sudah bertekad, mulai sekarang dia akan berusaha extra keras untuk mendapatkan Livi. Livi bukan cewek biasa. Livi itu beda. Deva sudah tahu sejak pertama kalinya mereka mulai dekat. Cara Livi bersikap kepadanya itu berbeda dengan cewek-cewek lain yang berusaha mendekatinya. Livi itu apa adanya. Dia menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Secara tidak sadar, Livi menunjukkan pribadinya yang sederhana dan tidak muluk-muluk kepada Deva. Dan itu berhasil membuat Deva jatuh cinta.
Deva menatap Livi sambil tersenyum. "Lo pernah nggak ketemu cowok kayak gue sebelumnya?"
Livi menggeleng. "Belum."
"Lo risih nggak kalo deket sama cowok kayak gue?"
Livi menggeleng lagi. "Enggak."
"Kenapa?"
Livi menutup buku yang dibacanya, lalu meneguk sodanya. Dia menatap Deva yang menanti-nanti jawabannya.
"Lo emang tukang buat onar. Bandel, playboy, apalah itu. Tapi gue tau kalo lo itu baik. Dari cara lo bersikap sama gue, cara lo ngobrol sama gue. Lo anak yang baik, Dev. Lo nggak mandang seseorang dengan sebelah mata. Makanya gue nyaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only (STOP PERMANEN)
Teen Fiction[STOP PERMANEN] #76 in TeenFiction (January 5th 2017) ••• Deva adalah tipikal cowok yang biasa kamu jumpai. Ganteng, pintar, jago olahraga, tapi sayang dia playboy dan juga badboy. Dan biasanya, tipe cowok yang seperti ini malah banyak digandrungi o...