Seperti minggu-minggu sebelumnya, Deva biasa menghabiskan weekend bersama keempat sahabatnya atau Livi. Pada weekend kali ini, Deva akan menghabiskannya bersama Livi. Jam 8 pagi, dia sudah sampai di rumah kekasihnya itu. Biasanya jam segini Livi sudah bangun tidur.
Deva meraih buket mawar merah disebelahnya, lalu turun dari mobil. Dengan senyum sumringah, dia berjalan menuju pintu utama rumah keluarga Dewantara. Tangannya menekan bel rumah. Dia menunggu sambil memandangi buket yang ada di tangannya.
Bunganya cantik dan wangi. Kayak kamu, Lee.
Begitu mendengar suara pintu dibuka, Deva langsung mendongak. Senyum sumringahnya langsung luntur, berganti dengan ekspresi cengo ketika melihat siapa yang membukakan pintu.
"Cari siapa?" tanya seorang pria yang berdiri dihadapan Deva. Suaranya terdengar datar, berbanding terbalik dengan matanya yang menatap Deva dengan ramah. Mata pria itu justru mengingatkan Deva pada kekasihnya.
Ekspresi cengo Deva langsung berganti menjadi cengiran lebar begitu Deva menyadari siapa yang ada di hadapannya.
"Om papanya Livi ya?" tanya Deva.
"Iya. Kamu siapa?"
"Saya Deva, Om. Pa-,"
"OOOH KAMU DEVA," pria itu tiba-tiba berseru. "Ayo, masuk masuk!"
Deva masuk ke dalam. Pria itu, yang tak lain adalah Tristan, langsung merangkul Deva hangat, membuat Deva sebenarnya merasa bingung juga. Tristan lalu mengajak Deva duduk di ruang tamu.
"Mau ngajak Livi jalan-jalan nih?" Tristan membuka pembicaraan.
"Iya Om," jawab Deva sopan.
"Pasti buketnya buat Livi kan? Kamu tau aja dia sukanya mawar merah," ujar Tristan sambil melirik buket yang ada di tangan Deva.
"Oiya dong Om, kan aku pacarnya," jawab Deva sambil nyengir. "Cantik kan Om? Kayak anak Om. Tapi masih lebih cantik anak Om lah."
Tristan tertawa. "Kamu gombalnya ke Livi dong, jangan ke Om. Ntar malah om yang baper."
Deva terkekeh. "Om gokil, ih. Kirain Om orangnya galak. Kayak yang di tipi-tipi."
Tristan tertawa. "Kalo Om galak-galak, ntar kalian malah makin-makin deh pacarannya. Terus kamu jadi ngajak Livi kawin lari deh, Dev."
Deva langsung terbahak begitu mendengar perkataan Tristan. "Astaga, kawin lari ya Om."
Tristan ikutan tertawa. "Yaa siapa tau kan? Kayaknya kamu bakal menghalalkan segara cara buat bisa sama Livi."
Deva nyengir. "Namanya cinta, Om. Yaa semua cara dihalalin lah. Ntar anak Om juga bakalan Deva halalin kok," katanya dengan santai.
Tristan terbahak. "Ya ampun, kamu santai banget ya ngomongnya. Penuh percaya diri, seringan bulu."
Deva makin nyengir. "Yaa apasih yang nggak buat Livi?"
Tristan tersenyum. "Oiya, gimana kabar Papa kamu?"
Kening Deva langsung mengkerut. "Papa? Om ... kenal Papa?"
Tristan mengangguk. "Kamu anaknya Farandi Abyasa kan? Om rekan bisnis Papa kamu. Kita dulu pernah ketemu lho Dev. Waktu hotel kamu yang di Bengkulu grand-opening, Om kan dateng. Mungkin kamu nggak inget, soalnya kejadiannya tuh 10 tahun yang lalu."
Deva terlihat berpikir sejenak. "Ooo, yang disana. Deva inget waktu itu pergi kesana, tapi nggak inget kalo ketemu sama Om. Mungkin Om yang ngasih Deva mainan robot-robotan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only (STOP PERMANEN)
Ficção Adolescente[STOP PERMANEN] #76 in TeenFiction (January 5th 2017) ••• Deva adalah tipikal cowok yang biasa kamu jumpai. Ganteng, pintar, jago olahraga, tapi sayang dia playboy dan juga badboy. Dan biasanya, tipe cowok yang seperti ini malah banyak digandrungi o...