"FOR GOD'S SAKE, GUE BENER-BENER NGGAK PERNAH NGELAKUIN INI!" seru Livi sambil menghempaskan ponsel Deva ke atas sofa, setelah melihat apa yang ditunjukkan oleh Alvi padanya. "Mana mungkin gue bertingkah kayak slut gini dan datang ke bar? Pakai baju ketat pula! Gue juga gak pernah nge-chat Aziz kayak gini sejak terakhir kali kita putus! Ini rekayasa, ini tipuan! Ada orang yang pura-pura jadi gue dan tau banget gimana caranya ngetik kayak gue. Ini bohongan, Vi. Demi apapun gue gak ngelakuin semua ini buat nyakitin Deva."
"Kita percaya," jawab Alvi. "Dan gue tau Deva juga percaya. Tapi kayaknya Deva nggak sepercaya itu, Liv. Kayaknya sih Deva gak percaya, tapi mungkin ada sesuatu yang buat Deva jadi marah kayak gini. Gue gak tau apa."
"Lo bener-bener nggak berhubungan apa-apa lagi kan sama Aziz?" tanya Alex dengan nada serius. Jarang-jarang dia bersikap seperti ini.
Livi mengangguk. "Iya. Tapi baru-baru ini dia emang ngajakin gue ketemuan di kafe gitu. Awalnya kan gue gak mau, tapi dia maksa. Dia bilang dia mau ngomongin soal Deva, makanya gue dateng. Eh tau-tau dia bawa si Faira-mantannya Deva itu. Terus gue dihasut-hasut buat ninggalin Deva."
Alvi dan Alex termangu mendengar cerita Livi. "Faira? Faira temen kami SMP dulu?"
Livi mengangguk. "Iya. Ternyata dia itu sepupunya Aziz."
Kedua cowok itu kompak melebarkan mata karena kaget. "Sepupu?!"
Livi mengangguk pelan. "Lah, lo berdua gak tau kalo mereka sepupuan? Gue kira tau."
Alex dan Alvi saling berpandangan dengan ekspresi tidak percaya yang agak berlebihan. Semenit kemudian, Alvi memukul pelan kepala Alex. "Muka lo biasa aja, Lex."
"Diih, lo kira muka lo kayak gimana?" tanya Alex. "Kayak kutu kejepit."
"Gue aja gak tau muka kutu kayak gimana, apalagi yang kejepit," dengus Alvi. Dia mengalihkan pandangan ke arah Livi. "Jadi, lo mau kita bantuin apa supaya Deva mau dengerin penjelasan lo?"
"Hmmm. Gue gak tau. Deva marahnya beda sekarang. Gue takut pas gue mau ngomong ke dia tau-tau gue diputusin."
"Deva gak bakal ngelakuin itu. Percaya sama gue," ujar Alex. "Dia cinta setengah mati sama lo tau, Liv. Dia 270 derajat berubah jadi lebih baik sejak deket sama lo. Jadi gak mungkin cuman gara-gara hal ini dia mutusin lo."
"Alex bener," sahut Alvi. "Sejak ada lo, Deva berubah drastis Liv. Menurut gue mungkin kemarin dia kayak gitu karena papanya pulang, makanya mood dia jadi nggak bagus, terus dia malah dapet pesan kayak gitu. Makanya dia jadi marah sampe sekarang."
"Apa separah itu akibat yang ditimbulkan kalo papanya pulang?" tanya Livi pelan. "Seberapa parah sih hubungan Deva sama papanya?"
"Nanti lo juga tau Liv," ujar Alex. "Yang penting sekarang kita pikirin cara supaya Deva mau dengerin kata-kata lo dan nggak marah lagi. Gue juga takut gara-gara ini Deva malah kembali jadi kayak dulu lagi."
"Tumben otak lo lancar, Lex."
***
Deva memutar-mutar sedotannya sambil melamun. Pikirannya mengelana tidak menentu. Banyak hal yang dia pikirkan, begitu banyak sampai dia tidak bisa berhenti memikirkannya. Pertengkarannya dengan Livi beberapa hari lalu yang paling dia pikirkan. Selain itu dia juga mendapat pesan aneh dari orang tidak dikenal. Pesan yang isinya menunjukkan bukti 'perselingkuhan' Livi dan Aziz.
Perselingkuhan adalah kata yang lebay sebenarnya. Tapi, sudahlah.
Deva menyesal karena meninggalkan ponselnya begitu saja di rumah Alvi. Pasti sekarang keempat temannya sedang melakukan sesuatu untuk menyelamatkan hubungannya. Deva tidak tahu bagaimana cara untuk berbaikan dengan Livi, jadi dia berpasrah diri saja dengan apa yang akan anak-anak Superior lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only (STOP PERMANEN)
Teen Fiction[STOP PERMANEN] #76 in TeenFiction (January 5th 2017) ••• Deva adalah tipikal cowok yang biasa kamu jumpai. Ganteng, pintar, jago olahraga, tapi sayang dia playboy dan juga badboy. Dan biasanya, tipe cowok yang seperti ini malah banyak digandrungi o...