16. Togetherness

3.9K 266 1
                                    

Pagi yang cerah di hari yang biasa.

Tapi bagi Deva, hari ini bukan sekedar hari cerah yang biasa. Hari ini benar-benar cerah, cerah yang sangat cerah. Secerah sinar cintanya pada Alivia.

Sebenarnya karena Alivia juga, Deva kini menganggap hari-harinya 10x lebih cerah dibanding biasanya. Bukan 10x, tapi 999+ kali lebih menyenangkan.

Kayak notif LINE dong.

Biasanya setiap pagi, Deva akan menjemput Livi di rumahnya yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumah Deva. Maka itu, Deva kini menjemput Livi.

Sesampainya di depan rumah Livi, Deva turun dan bersandar di pintu yang lain. Matanya menunggu pintu itu terbuka dan menampakkan sosok perempuan yang cantiknya melebihi bidadari di kayangan.

Wait, Deva bahkan tidak tahu bidadari di kayangan bagaimana bentuknya.

Satu menit ... dua menit ... tiga menit. Akhirnya pintu itu terbuka, menampakkan cewek dengan baju seragam dan hoodie hitam. Hari ini dia memakai kacamata. Dia nyengir ke arah Deva, yang dibalas Deva dengan wajah cemberut.

"3 menit," kata Deva sambil cemberut.

"3 menit itu kan sebentar Dee," cewek itu membela dirinya sambil mendekat ke arah Deva.

"Mau semenit, dua menit, bahkan satu detik sekalipun. Tetep aja namanya nunggu," dengus Deva dengan kening mengkerut. Livi terkekeh.

"Kamu lucu kalo cemberut," kata Livi sambil menyentuh dahi Deva. Wajah cemberut Deva langsung berubah, berganti dengan senyuman.

"Ah kamu bisa aja," katanya sok malu-malu. Livi memukul pelan bahu Deva sambil mendengus, membuat cowok itu tertawa.

"Udah ih, jangan main-main mulu. Ntar kita telat," ujar Deva sambil membukakan pintu mobil. "Silahkan masuk, Tuan Putri."

"Dev, ini menggelikan," ujar Livi sambil tersenyum geli. Deva hanya tertawa. Dia berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil lewat pintu satunya lagi.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, mereka saling melempar candaan satu sama lain. Kadang mereka juga bernyanyi bersama mengikuti musik yang di putar di radio, sampai mereka tiba di sekolah.

"Nanti kamu pulang sama aku lagi ya," kata Deva setelah mereka turun dari mobil.

"Nggak ah. Aku hari ini mau pergi sama Alika."

"Yaudah aku anterin."

"Nggak ah. Kasian Alika. Ntar dia jadi nyamuk."

Deva tergelak mendengar jawaban pacarnya itu. Livi juga ikut tertawa.

"Yaudah. Perginya naik apa? Kalo bisa gausah naik transportasi umum. Sama Tara kek, atau siapalah. Dia kan bawa mobil tuh ke sekolah."

"Iya iyaa, ih bawel banget," ujar Livi sambil mengacak rambut Deva gemas. Beruntung baginya karena tingginya dengan Deva tidak begitu jauh. Dia kira-kira setinggi dagu Deva.

"Bawel bawel gini sayang kan?" tanya Deva sambil menaik-naikkan alisnya.

"Hmmm nggak." Bersamaan dengan itu, Livi mengedipkan sebelah matanya dan berlari mendekati Alika yang sedang membuka loker. Deva hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya pelan. Rasanya dunianya kini begitu lebih hidup sejak adanya Livi. Kehadiran Livi di hidupnya ternyata membawa dampak yang begitu besar. Deva tidak tahu, kalau keseriusan yang dia pilih benar-benar berhasil. Selama ini, Deva selalu memainkan perasaan orang. Mempermainkan rasa cinta yang diberikan orang lain pada dirinya. Bagi Deva, cinta yang diberikan oleh mantan-mantannya sebelumnya itu tidak ada artinya. Hanya omong kosong semata karena Deva menganggap perasaan yang mereka berikan kepadanya itu semata-mata hanya karena sesuatu yang Deva punya. Tapi sejak dia jatuh cinta pada Livi, Deva banyak menyadari hal-hal tentang cinta. Cinta yang dia rasakan sekarang bukan hanya sekedar suka di awal, lalu berakhir dengan meninggalkan karena bosan.

One and Only (STOP PERMANEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang