28. Wicked Plan

3.4K 183 6
                                    

Please kindly read author's note after read this part. Enjoy!

***

Deva bersandar di samping mobilnya sambil bersenandung. Dia menaikkan kacamata hitamnya ke atas kepala dan memperhatikan sekitarnya. Dia tersenyum lebar sambil melambai ke arah pekerja rumah Livi yang sedang memotong tanaman.

"Pagi, Mang!" sapa Deva sambil tersenyum lebar.

Mang Joko menoleh ke arah Deva dan membalas sapaannya dengan hangat. "Pagi, Den. Jemput Non Livi ya?"

Deva mengangguk. "Iya nih Mang. Rutinitas sehari-hari. Kalo nggak dilakuin kurang afdol rasanya."

Mang Joko tertawa mendengar jawaban Deva. Sebenarnya panggilannya bukan Mang. Sudah berkali-kali Livi memberi tahu Deva untuk memanggil pria itu dengan sebutan Pak, tapi Deva tetap saja memanggilnya Mang.

Pintu utama rumah Livi terbuka, namun yang keluar justru Aldi. Dengan pakaian olahraga dan handuk di leher, dia keluar sambil meregangkan tubuhnya. Dia langsung nyengir ketika melihat Deva ada di depan rumahnya.

"Hai, adik ipar!" sapanya sambil melambai. Dia menuruni tangga kecil dengan cepat lalu menepuk bahu Deva.

"Hai, kakak ipar," jawab Deva sambil tertawa. "Mau joging ya? Setau gue lo nggak suka joging deh."

"Sepeda gue rusak," jawab Aldi cemberut. "Gue butuh olahraga. Makanya gue memilih buat lari. Lo kenapa datang sepagi ini, Dev?"

"Pagi? Jam setengah 7 masih pagi?"

Aldi menatap dengan bingung. Tangannya melirik ke arah jam tangannya. "Lah, udah jam setengah 7? Gue kira masih jam 6. Yaudah deh, gak jadi jogingnya."

Deva terkekeh. "Kalo nggak niat mending nggak usah."

"Ini juga suruhan dari tunangan lo tau," ucap Aldi. "Katanya sepedaan doang nggak akan berpengaruh buat gue."

Deva terkekeh. "Itu sih karena dianya aja yang suka lari-lari. Dulu pertama kali gue kenal dia karena dia lari terus nabrak gue di kantin."

"Oya?" respon Aldi. "Gue kira kalian emang udah kenal lama, tapi baru deket sejak kelas 11."

Deva menggeleng sambil tersenyum. "Nggak. Dulu tipe-tipe kayak Livi bukan incaran gue. Dia nggak pantas buat jadi pelampiasan."

Aldi mengerutkan kening. Dia hendak bertanya apa maksud Deva, tapi yang keluar dari mulutnya tidak sesuai dengan yang ingin dia tanyakan. "Lo ditabrak Livi terus langsung suka gitu?"

Deva mengangguk sambil tersenyum. "Semacam love at the first sight gitu lah. Gue juga gak tau sih. Yang jelas sejak kejadian itu, gue sering ketemu sama Livi. Atau sama hal yang ada kaitannya sama Livi."

Aldi manggut-manggut. "Ternyata cinta pada pandangan pertama itu memang ada ya."

Deva tertawa. "Nggak sih. Gue gak percaya yang kayak gituan, honestly. Pokoknya sejak kejadian itu gue mulai deket sama Livi."

Aldi manggut-manggut lagi. Dia lalu menepuk bahu Deva dua kali. "Jagain adek gue ya Dev. Gue gak mau dia kenapa-napa. Jangan lo buat sedih. Gue bakal datangin lo langsung kalo lo ngapa-ngapain dia. Dia adek gue yang paling gue sayang, Dev. Dan gue harap lo serius ya sama dia."

Deva mengangguk. "You can trust me."

Pintu utama kembali terbuka, dan kali ini Livi muncul dengan tas disandang sebelah bahu dan tangan masuk ke dalam saku hoodie hitamnya. Mulutnya mengeluarkan gelembung permen karet. Gelembung itu langsung meletus, lalu bergantikan dengan senyuman lebarnya ketika melihat Deva.

One and Only (STOP PERMANEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang