22. Another Problem

2.7K 206 0
                                    

"Mau ngomong apa?"

Livi bertanya dengan nada datar. Yang ditanya malah tersenyum menyeringai, membuat Livi mendengus jijik.

"Jangan datar kayak gitu dong," ujar orang itu. "Ntar cantiknya ilang."

"Kata Deva, gue malah tambah cantik kalo mukanya datar."

Perkataan Livi membuat lawan bicaranya diam dan menatapnya dengan pandangan tidak suka. Oh bukan. Mungkin karena Livi menyebutkan nama Deva pada perkataannya barusan, makanya ekspresi orang itu berubah.

"Gak usah kemakan sama gombalannya Deva," desis orang itu. "Kata-katanya nggak ada yang bisa dipercaya."

"Bisa," ujar Livi. "Dia bicara sesuai fakta. Kalo dia suka ya suka. Kalo nggak suka yaa nggak suka. Gak kayak elo. Manis di mulut busuk di hati."

Orang itu menatap Livi dengan pandangan terluka, yang jelas-jelas hanya pura-pura. "Kenapa lo ngomong kayak gitu ke gue?"

"Ya suka-suka gue. Emang lo kenyataannya kayak gitu kok," dengus Livi. Matanya menatap tajam.

"Gue gak bohong soal perasaan gue ke elo Liv. Gue gak bohong. Gue tulus sama lo, gue serius sama lo. Waktu itu cuman salah paham."

"Oh, masa?" tanya Livi sinis. "Kalo lo emang serius, kenapa jadiin gue taruhan?"

"Oke, biar gue jelasin sama lo dari awal," ujar Aziz. "Awalnya gue emang jadiin lo bahan taruhan gue sama temen-temen waktu SMP. Gue pikir gue gak bakalan suka sama lo Liv, karena gue ngerasa lo juga gak bakalan serius sama gue. Tapi setelah satu bulan, gue makin menikmati hubungan kita. Gue ... gue mulai jatuh cinta beneran sama lo, nyakitin lo aja gue gak mau. Gue bener-bener tulus sama lo, Liv. Gue-"

"Stop." Livi menatap Aziz semakin tajam. Aziz langsung mengatupkan mulutnya. "Berhenti ngomongin omong kosong itu ke gue. Lo juga bilang kayak gitu setahun yang lalu."

"Tapi lo gak mau denger, bahkan setengahnya pun belum!" seru Aziz. "Kenapa lo gak mau dengerin semua penjelasan gue?"

"Buat apasih lo jelasin lagi? Udah gak penting. Gue udah sama Deva sekarang, jadi lo gak perlu jelasin apapun ke gue soal hubungan kita dulu."

Aziz menatap Livi dengan pandangan yang sulit diartikan. Livi sudah terlanjur tidak menyukai cowok dihadapannya ini. Dengan semua tingkah lakunya, semua omong kosongnya. Sebenarnya pun, Aziz ini berkali-kali lipat lebih parah daripada Deva. Deva memang badboy, tapi banyak yang suka. Sedangkan Aziz? Orang-orang bakal buru-buru pergi menjauh sebelum didekati olehnya.

"Tapi Liv, lo tuh gak tau kalo-"

"Lo mau ngomongin apa sebenarnya ke gue?" tanya Livi, kembali pada nada datarnya. "Gue buru-buru."

Aziz mengatupkan mulutnya lagi, menatap jengkel ke arah Livi. Tapi Livi seolah tidak peduli dengan tatapannya itu. Livi sudah muak dengan semua perkataan Aziz.

"Orangnya belum dateng," ujar Aziz. Tepat pada saat itu, bel pintu kafe ini berdenting. Livi dan Aziz melirik ke arah pintu. Kening Livi mengkerut, apalagi ketika Aziz nampaknya mengenal orang yang baru datang itu.

"Dia siapa?" tanya Livi to the point, begitu orang itu menghampiri meja mereka. Padahal Aziz dan orang itu sedang asyik mengobrol.

"Oh, dia Faira, sepupu gue," ujar Aziz, "Sekaligus mantannya Deva waktu SMP."

Faira tersenyum ke arah Livi, sedangkan Livi malah mendengus geli sambil memalingkan muka.

"Oh jadi elo yang dulu mutusin Deva di depan umum dan ngefitnah dia?" tanya Livi sinis, membuat senyum di wajah Faira langsung menghilang. Livi menatap Faira sinis. "Ternyata lo sepupunya Aziz. Hah, memang lo berdua sepupu yang kompak ya. Sama-sama tau gimana caranya nyakitin orang lain."

Aziz baru mau buka mulut saat Faira membuka suara, "Iya, gue mantannya Deva. Lo pacarnya Aziz kan?"

Livi membelalakkan mata. "Lo gak usah pura-pura gak tau kalo gue ini pacarnya Deva dan udah lama putus dari Aziz. Ingat, udah lama."

Faira berusaha menata air mukanya. "Ooh, gitu ya? Maaf gue nggak tau kalo lo pacarnya Deva. Tapi setau gue, bukannya Deva suka gonta-ganti pacar ya?"

"Dulu, sekarang nggak," jawab Livi. "Dia udah kapok kayaknya gonta-ganti pacar. Yah mungkin takut dapet yang kayak elo kali ya."

Sebelum Aziz maupun Faira sempat bereaksi, Livi bersuara lagi. "Lo berdua tuh mau ngomongin apa? Kalo tujuan lo disini cuman buat mempengaruhi gue supaya putus dari Deva, you better to go. Gue gak akan terpengaruh. Gue cinta sama Deva, dan gue percaya Deva sepenuhnya. Gak peduli mau gimanapun lo berdua jelek-jelekin Deva di depan gue, gue gak akan terpengaruh. Gak akan pernah."

Livi mengucapkan semuanya dengan nada serius, tanpa ada ragu sama sekali. Bahkan tatapan mata dan juga intonasinya sempat membuat Aziz maupun Faira menelan ludah. Perkataan Livi malah terdengar seperti gertakan dan ancaman untuk mereka berdua.

"Kenapa lo berdua diem aja? Bener kan kalo tujuan lo ngajak gue kesini emang buat itu? Yaudah, mendingan gue pulang aja daripada ngurusin hal gak penting kayak gini."

Livi bangkit dari duduknya dan hendak berbalik. Namun, perkataan Faira menginterupsinya lagi.

"Kalo dia pacarin lo cuman demi harta gimana?"

Livi terdiam dengan kening berkerut. Harta? Jelas-jelas kekayaan keluarga Abyasa lebih banyak ketimbang kekayaan keluarganya sendiri, jadi apa yang mau Deva ambil?

"Kita semua tau seberapa kayanya keluarga Abyasa, right? Jadi apa yang lo bilang itu nggak mungkin terjadi. Dan kalaupun iya, gue yakin Deva nggak bakal setega itu. Deva serius sama gue, dan gue percaya sama dia. Jadi mau seberapa besar usaha lo berdua buat ngehancurin hubungan kita, itu gak akan berpengaruh sama sekali."

Livi menatap kedua saudara sepupu itu sejenak. Ketika dia hendak berbalik, Aziz bergumam.

"Urusan kita belum selesai sampai disini, Liv," katanya.

Livi tertawa remeh. "Yaudah, selesain aja urusan yang kata lo belum selesai itu. Gue gak peduli."

***

Haloooo hehehehe. Repost ya, soalnya kemarin kurang memuaskan gitu. Ngomong" kayaknya untuk beberapa part selanjutnya bakal slow update karena hapeku rada-rada sinting, hiks😢. Mungkin 6+ part lagi bakalan ending kali ya. Yaaah ditunggu sajalah ya. Oke, see you!😉

One and Only (STOP PERMANEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang