Alvi membuka perlahan pintu rumah Deva dan mengintip sedikit, memperhatikan keadaan di dalam rumah Deva.
Sepi. Seperti biasanya.
Alvi baru saja akan melangkah perlahan memasuki rumah Deva sebelum dia mendengar bunyi buk menghantam punggungnya yang membuatnya hampir jatuh kedepan.
"Anjir Xa, sakit!" seru Alvi sambil mengusap punggungnya. Dia melotot ke arah Hexa.
"Sori Vi. Gue kesandung tangga," ujar Hexa sambil menunjuk tangga.
Alvi berdecak. "Yaudah, ayo masuk."
Alvi dan Hexa masuk ke dalam rumah Deva. Mereka menaiki tangga lalu menghampiri pintu yang dipenuhi stiker beberapa band beraliran rock. Hexa membuka pintu kamar Deva perlahan dan disambut dengan sampah kaleng-kaleng soda yang berserakan di lantai.
"Deva bener-bener udah tobat ya," gumam Hexa sambil memperhatikan bekas-bekas kaleng soda. Mereka lalu menemukan Deva yang berdiri di balkon kamarnya.
"Kelihatannya Tuan Playboy kita lagi galau nih," sindir Hexa sambil membuka pintu balkon.
Deva menoleh. Dia tertawa hambar.
"Gue kira lo udah molor jam segini, Xa," ujar Deva.
"Gue tidurnya malem-malem kali."
"Dia kepo soal lo, Dev. Makanya dia mau ikut," celetuk Alvi.
"Kalo gak kepo bukan Hexa namanya."
Hexa berdecak. "Kalo udah lo berdua yang ngelawan gue, gue pasti kalah mulu.
Alvi dan Deva tertawa. "Lo memang cocoknya jadi korban bully, Xa."
Hexa berdecak. Dia mengeluarkan permen karet dari kantongnya. "Nih, supaya lo gak stress."
Deva mengambil permen karet yang disodorkan Hexa lalu mengunyahnya. "Hmmm, rasa semangka."
"Kenapa lo manggil kita, Dev?" tanya Alvi to the point.
Deva langsung mendesah panjang. "Gue ... galau."
"CIEEEE DEVA BISA GALAU JUGA YA," Hexa langsung heboh.
"Lebay," cibir Alvi sambil menjitak kepala Hexa.
Hexa cemberut. "Lo galau kenapa Dev?"
Deva terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya dia bersuara. "Gue nembak Alivia."
"Terus?!" tanya Alvi dan Hexa kompak.
"Lo diterima kan?"
"Dia gak nolak lo kan?"
"Dia seneng kan?"
"Dia pasti berbunga-bunga."
"Dia nangis bahagia kan?"
"Dia pasti meluk lo abis bilang 'iya', ya ka Dev?"
"Aih Dev, jawab dong. Jangan buat makin kepo."
Deva tersenyum tipis. Senyumnya justru membuat Alvi dan Hexa makin gemas, ingin mencubit Deva agar cepat-cepat menjawab pertanyaan mereka.
"Sayangnya gue ditolak."
Alvi melotot, sedangkan Hexa memekik. Untuk beberapa saat tampang mereka terlihat seperti orang bodoh, sampai Deva memukul kepala mereka satu-satu.
"Biasa aja muka lo berdua," dengus Deva. Dia menarik kursi dan merapatkannya pada kedua temannya.
"Demi apa lo ditolak Livi?!" Hexa yang pertama kali sadar.
"Masa sih Dev?" tanya Alvi tidak percaya. "Ah gak mungkin lo ditolak Livi. Mungkin dia kasih kode kali supaya lo lebih berjuang lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only (STOP PERMANEN)
Fiksi Remaja[STOP PERMANEN] #76 in TeenFiction (January 5th 2017) ••• Deva adalah tipikal cowok yang biasa kamu jumpai. Ganteng, pintar, jago olahraga, tapi sayang dia playboy dan juga badboy. Dan biasanya, tipe cowok yang seperti ini malah banyak digandrungi o...