14. The Fact

3.9K 258 1
                                    

Alvi melangkahkan kakinya masuk ke kantin. Keadaan kantin memang sepi, karena sekarang masih berlangsung proses belajar mengajar. Tapi, karena tuntutan perutnya yang sudah kelaparan, Alvi memilih untuk cabut ke kantin disaat pelajaran Komputer berlangsung.

Kadang Alvi bisa jadi lebih gila daripada keempat sahabatnya yang lain.

Dia langsung memesan semangkuk bakso dan es teh manis, lalu membawanya dan mencari meja. Matanya tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis berambut hitam panjang yang menyandang tas.

Tadi kan dia gak ada di lab. Kok dia diluar? batin Alvi. Karena penasaran, dia berjalan mendekati gadis itu.

"Gue boleh duduk disini kan?" suara Alvi membuat gadis itu mendongak. Alvi tersenyum begitu matanya bertemu dengan mata Alika, gadis yang duduk sambil menyandang tas.

"Eh Alvi," ujar Alika. "Duduk aja, gakpapa kok."

Dengan semangat, Alvi langsung duduk dihadapan Alika. Dia mengaduk-aduk baksonya dan mulai mengajak Alika bicara.

"Lo kenapa nyandang tas?" tanya Alvi.

"Gue kurang enak badan, makanya gue izin pulang," jawab Alika. "Ini gue lagi nunggu dijemput."

"Ooo gitu. Iyaa muka lo pucet banget," ujar Alvi. Dia menatap Alika cemas. "Lo demam atau gimana?"

"Kayaknya iya deh," ujar Alika sambil mendesah. Dia lalu menatap Alvi. "Lo kenapa disini?"

Alvi langsung menyeringai, sedangkan Alika mengangguk mengerti.

"Ternyata lo lebih bandel daripada anak Superior yang lain ya," ujar Alika.

Seratus deh buat kamu, Cantik.

Alvi nyengir lebar. "Kesimpulan lo tepat sekali."

Alika tertawa. "Tebakan gue gak pernah salah."

Alvi membalasnya sambil tersenyum. Beberapa saat mereka diselimuti keheningan. Alvi sibuk dengan makanannya, sedangkan Alika lebih memilih memainkan handphone-nya.

Sebenarnya Alvi memutar otak untuk mencari topik yang tepat untuk dibicarakan. Karena jujur saja, se-cool apapun Alvi, dia tidak tahan juga harus diam seperti ini.

Apalagi dengan Alika.

Selagi Alvi masih memutar otak mencari topik yang tepat, Alika sudah lebih dulu bersuara.

"Deva gimana?" tanya Alika tiba-tiba.

Alvi mengernyit. "Maksudnya gimana apa?"

Alika mendesah pelan. "Lo pasti tau kan? Livi. Deva. Mereka ...,"

"Oooh itu," ujar Alvi sambil mengangguk-angguk. "Nggak mungkin gue gak tau."

"Yeah, gak mungkin lo gak tau," Alika mengulangi perkataan Alvi.

"Tapi jujur aja, gue nggak tau alasan apa yang buat Livi nolak Deva," kata Alvi. "Yaa kalo alasannya karena Deva itu playboy dan Livi takut nasib dia nanti bakal sama kayak pacar-pacar Deva sebelumnya sih gue maklum aja. Tapi Deva tuh sekarang beda, gue aja sampe bingung apa yang buat Deva bisa kayak gitu. Dan satu-satunya alasannya itu cuman Livi. Livi pasti tau itu."

One and Only (STOP PERMANEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang