Sebelas

58 1 0
                                    

RENA
"Bagaimana kabar tuan putri tomboy hari ini?" kata seseorang.

Aku mengkerutkan dahiku. Ketika mendengar suara orang itu.

"Suaranya kayak kenal?" gumamku dalam hati.

"Tuan putri tomboy, kenapa kau begitu serius membaca buku? Apakah kau tidak mendengar orang di sebelahmu bicara?" tanya orang itu.

Aku menoleh ke sebelah kananku. Dan melihat sesosok orang yang dari kemarin aku khawatirkan.

"Vito?" tanyaku.

"Iya tuan putri tomboy, ini aku pangeran Vito" jawab Vito.

"Ih... gue jijik banget dengernya," kataku.

"Tuan putri tomboy, apakah selama aku tidak berada di sampingmu kau merasa kesepian? Apakah kau merindukanku?" tanya Vito.

"Lo nyebelin. Untung aja lo baru sembuh dari sakit, kalo enggak udah gue jitak kepala lo seratus kali," kataku sambil menatap Vito kesal.

"HAHAHA... Aduh... sadis banget sih lo," kata Vito.

Suasana hening. Aku melihat Vito. Wajahnya masih tampak pucat, namun tak sepucat saat aku mengantarnya pulang.

"Lo sakit apa sih?" tanyaku. Vito menatapku.

"Gue gak sakit apa-apa kok. Lo gak usah terlalu khawatirin gue," jawab Vito sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Aku merasa tidak yakin dengan jawaban Vito. Rasanya tidak mungkin jika Vito tidak sakit apa-apa.

Tiba-tiba Vito melihat ke leherku. Dahinya tampak berkerut.

"Liontin kemana?" tanya Vito.

"Ini gue pa...," kataku sambil memegang leherku. Namun kalimatku terhenti karena aku merasakan liontin yang Vito berikan tidak ada di leherku.

Aku menatap Vito panik. Takut Vito marah padaku.

"Li, liontinnya ada di rumah..., biar gak hi, hilang gue simpen di laci," kataku berbohong.

"Beneran?" tanya Vito.

"I, iya," jawabku gugup.

"Lo gak seharusnya bohong sama gue," kata Vito sambil menunjukkan sebuah liontin di depan mataku. Liontin bulat berwarna perak dengan hiasan berbentuk hati di tengahnya.Aku menatap Vito kaget.

"Gue nemuin liontin ini kemarin sore di lapangan basket," kata Vito.

"Lo sengaja ngebuang liontin ini ya?" tanya Vito dengan nada yang tidak aku suka. Aku menundukkan kepala. Tak berani menatap Vito.

"Sorry... gue gak sengaja jatuhin liontin itu," jawabku takut-takut.

Tiba-tiba tangan Vito melingkar ke leherku. Ternyata Vito memakaikan liontin itu di leherku.

DEG

Aku memberanikan menatap Vito.

"Lain kali lo gak boleh lepas liontin itu. Biar gak hilang," kata Vito. Dengan nada terdengar lembut.

"I, iya," kataku.

~Pulang sekolah~
"Aduh... kenapa angkotnya belum datang juga sih? Aku udah laper banget nih...," keluh Lea.

Kini aku, Lea dan Farida tengah menunggu angkot, kami akan pulang.

"Sabar, Le," kata Farida.

"Iya, Le. Orang sabar disayang Allah," kataku.

Cerita Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang