5 tahun kemudian
RENA
Aku memeluk sebuah album foto yang sudah hampir seminggu ini tak pernah lepas dariku. Album foto yang berisi kenangan tentang dia. Banyak sekali kenangannya.Aku terus menatap hujan yang turun lewat jendela kamarku. Kini aku tak lagi menyukai hujan. Bahkan mungkin aku membencinya. Karena setiap hujan turun, aku pasti mengingat kenangan itu. Kenangan tentang dia.
Kadang aku berpikir, kenapa aku malah mengingatnya lagi? Kenapa aku sembuh dari amnesia? Jika aku boleh memilih, lebih baik aku amnesia saja. Agar aku tak mengingatnya.
"Rain, bisa gak kamu gak mikirin Vito terus?!" tanya Dion.
Ya, Dion. Semenjak Vito pergi, dia sangat posesif, pemarah, emosional dan sensitif. Dia terus mengatakan padaku, agar aku melupakan Vito.
Seperti sekarang. Dia ada di kamarku. Untuk mengatakan hal itu lagi. Farida, Lea dan Rafael juga ada disini.
"Iya, Rain.... Kamu move on dong..., laki-laki di dunia ini masih banyak. Yang suka sama kamu juga banyak, yang nunggu jawaban dari kamu banyak," kata Farida.
"Iya, Rain.... Kamu tau kan si Adrian? Dia kan suka sama kamu dari SMP. Sampai sekarang ngejar-ngejar kamu terus kan?" kata Lea.
"KALIAN TUH GAK TAU GIMANA PERASAAN AKU! KALIAN GAK TAU APA YANG AKU RASAIN!" teriakku.
"Kita tau! Kita tau gimana perasaan kamu! Tapi tolong kamu lupain Vito. Vito gak akan pernah balik lagi. Jangan pernah kamu berpikir kalo Vito bakal balik lagi!" kata Dion emosi.
"KAMU! KAMU GAK TAU! Kamu gak bakalan tau! Kamu gak bakalan tau rasa sakit yang aku rasain!" teriakku emosi sambil menunjuk-nunjuk wajah Dion.
Aku melempar album foto yang kupegang ke hadapan Dion. Beberapa lembar foto terlepas dari tempatnya dan berserakan. Ada juga sebuah amplop.
"Rain, aku tau! Aku tau apa yang kamu rasain! Karena aku sayang sama kamu! Aku cinta sama kamu!" kata Dion.
Aku memejamkan mataku. Ah! Sial! Kenapa aku mendengar kalimat itu lagi dari Dion. Sudah setahun ini aku mendengarnya. Aku membuka mataku. Aku melihat Dion sudah berdiri tiga puluh sentimeter dihadapanku. Refleks aku menjauhkan tubuhku dari hadapan Dion. Aku menghampiri pintu kamarku dan membukanya.
"Cepat kalian semua keluar!" kataku dengan nada dingin.
Farida yang mengerti nada bicaraku yang sudah tidak mau diganggu lagi langsung mengajak Lea dan Rafael keluar. Kini tinggal Dion yang masih berdiri sambil menatapku. Entahlah tatapannya sama sekali tak bisa kubaca.
"Keluar!" perintahku.
"Rain, tolong kamu ngerti perasaan aku, tolong kamu buka pintu hati kamu buat aku...," kata Dion.
"Kamu cepetan keluar dari kamarku. Sekarang aku gak peduli lagi umur kamu lebih tua dari aku, aku gak peduli! Aku udah cape harus bersikap sopan sama kamu. SEKARANG KAMU KELUAR DARI KAMARKU!" teriakku.
Dion keluar dari kamarku. Aku segera menutup pintu kamarku dan menguncinya. Sekarang kakiku lemas, aku jatuh terduduk di lantai.
Aku menatap album foto yang tadi kulemparkan. Aku meraih amplop yang tergeletak di atas album foto yang berserakan. Aku membukanya. Sebelumnya aku tidak tahu apa isinya. Aku baru sadar isi amplop itu adalah surat. Aku baru ingat, Farida pernah memberikannya padaku. Namun aku belum sempat membacanya.
Dear Rain
Rain, dulu kita pernah tanpa sengaja bertemu. Kita sering bertengkar dan beradu mulut. Kadang aku merasa kesal dengan ulahmu. Kadang aku berpikir dan mempertanyakan, kenapa aku harus bertemu dengan orang menyebalkan sepertimu? Namun sekarang aku tahu, kenapa tuhan mempertemukan aku denganmu. Itu karena aku tidak akan bisa hidup tanpamu.
Rain, kamu tahu? Semakin dalam perasaan ini, semakin sakit hatiku. Ketika aku tahu kamu melupakanku, aku berpikir. Lebih baik aku mati saja. Tapi tenang saja, aku tidak sampai bunuh diri kok....
Rain, sebenarnya waktuku sudah tidak banyak lagi. Dokter sudah mengatakan umurku tidak akan lebih dari dua bulan. Walaupun mungkin saja tuhan memberikan aku umur lebih dari itu. Aku akan merasa bersyukur sekali. Walaupun itu hanya satu menit atau hanya beberapa detik, aku akan sangat bersyujur sekali.
Tapi Rain, jika aku pergi nanti, aku hanya meminta satu hal padamu. Mmm... sebenarnya tidak hanya satu, permintaanku banyak. Tapi ada yang paling utama. Jangan pernah menangisi kepergianku dan teruslah tersenyum.
Oh iya, aku juga punya satu permintaan lagi. Jaga liontin yang pernah aku kasih ke kamu ya. Itu adalah kenang-kenangan dariku. Jangan sampai hilang.
Maaf aku hanya orang pengecut yang menyukaimu. I Love You, Rain.
Vito Bastian
Setelah membaca surat itu, seketika aku langsung menangis histeris. Sekarang aku benar-benar menyesal. Rasanya aku ingin bertemu dengan Vito.
Aku ingin memeluknya dan mengatakan kalau aku juga menyayanginya, mencintainya. Bahkan rasanya satu detik pun aku tidak melupakannya. Secara fisik aku memang pernah melupakannya. Tapi hatiku tak pernah melupakannya, satu detik pun.
Aku terus menangis. Hingga akhirnya aku terlelap karena lelah setelah menangis.
☔☔☔
Gak jelas ya ceritanya?
Maaf telat update...
Revisi: 16 Maret 2018
Anita_Rain🌂
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tentang Kita
Teen FictionAda apa diantara kita? Ada cerita apa? _____________________________________ "Rain, gue sayang sama lo." "Gue juga sayang sama lo. Sayang banget." "Gue sayang sama lo karena lo itu sahabat gue yang paling baik. Ya... walaupun lo itu kadang-kadang ny...