Ruang Hati

135 11 0
                                    

Jika kau masih bertanya seberapa luas

Aku tidak pernah bisa menghitung luasnya

Bahkan menentukan batasnya pun aku tidak bisa

Coba lihat sendiri, kunci ruangan masih kau bawa

Dulu kau yang membuat kode ruangan ini

Sekarang aku sendiri tidak bisa membukanya

Engkau lupa memberitahuku kode untuk membuka ruangan ini


Tiga hari lagi aku sudah harus meninggalkan kenyamanan Jogja dan kembali ke Jakarta. Should i back to Jakarta? Bagi The Jakarta's dreamers mungkin ada kebahagiaan tersendiri saat harus kembali ke Jakarta. Tapi bagiku, yang memilih Jakarta sebagai tempat pelarian dan persembunyian, tanpa Jakarta's dream, seperti tidak memiliki perasaan apapun. Tidak ada kebahagiaan, tidak ada kerinduan, dan tidak ada kesedihan. Seringnya, bagiku Jakarta merupakan sebuah kota tanpa rasa. Aku hanya membutuhkan Jakarta untuk tempat lari dan bersembunyi. Aku membutuhkan Jakarta seperti seorang anak kecil yang membutuhkan tempat untuk bersembunyi saat sedang bermain petak umpet. Aku tidak ingin memiliki rasa apapun pada Jakarta. Aku tidak ingin jatuh cinta pada Jakarta, seperti aku jatuh cinta pada Jogja. Aku tidak ingin mendewakan Jakarta, sehingga aku harus selalu kembali ke Jakarta. Aku tidak ingin terperangkap seumur hidup di dalam hiruk pikuk kota yang terlalu besar bagiku.

Di Jogja, aku masih dapat merasakan betul bagaimana rasa sakit dari masa lalu, meskipun aku bahagia untuk pulang ke Jogja. Selalu ada rindu untuk Jogja. Untuk rumah. Untuk Bapak dan Ibu. Tapi selalu ada rasa sakit setiap mengingat Jogja. Aku telah terlalu jatuh cinta di kota ini. Hingga akhirnya aku terlalu patah hati di kota ini juga. Rasanya seperti rasa sejuk yang sangat nyaman, namun juga ada rasa dingin yang menusuk tulang hingga membuat air mata takut untuk menetes, karena jika air mata menetes, ia hanya akan menjadi butiran es.

Aku tidak pernah membenci Jogja, seperti aku tidak pernah mencintai Jakarta. Seperti berjalan tanpa rasa mungkin. Tapi setidaknya dengan cara seperti ini aku masih dapat melanjutkan hidupku dan berusaha menjadi perempuan normal pada umumnya. Bekerja dan memiliki karir yang terus menanjak. Memiliki kehidupan mandiri di perantauan. Merasakan mudik setiap lebaran datang. Merasakan tertawa bersama dengan teman-temanku. Berbelanja sedikit gila-gilaan saat ada hujan diskon. Tapi satu yang tidak pernah dapat aku lakukan, atau mungkin belum dapat aku lakukan, kembali jatuh cinta. Mencintai Bayu seperti menjadi pilihan abadi dan menghapus secara otomatis semua pilihan lainnya. Mempersilahkan Bayu untuk memasuki hidupku, bukan hanya mempersilahkannya sekedar singgah, tapi mempersilahkannya untuk menetap tanpa jeda. Please back home, Bay... I'm your home... your heart knows where the home is... I'm your home, Bay.

Hari ini aku memutuskan untuk mengunjungi pameran Binnale Jogja yang merupakan pameran seni rupa dua tahunan yang diselenggarakan di Jogja. Pameran seni rupa ini rutin dilakukan setiap dua tahun sekali. Ruang pamer yang digunakan ada di beberapa tempat, kali ini aku memutuskan untuk mengunjungi Taman Budaya yang berada di pusat kota. Selain itu, tidak jarang juga menggunakan ruang publik untuk display karya seni rupanya, seperti di sepanjang jalan Maliobor dan di beberapa lampu merah. Ini lah yang membuat Jogja berbeda dengan kota lainnya. Di Jogja, ruang pamer karya seni tidak hanya berada di dalam galeri atau museum, tapi juga di ruang publik. Di Jogja, seni tidak selalu dikomersilkan, seni dapat dinikmati oleh siapapun dari kalangan manapun. Seni adalah kehidupan. Apa artinya seni yang hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang mampu untuk membayar tiket dan tidak dapat dinikmati oleh yang tidak mampu membayar tiket. Walaupun semakin lama, semakin banyak art event yang mematok harga tiket masuk dengan alasan untuk lebih menghargai seniman. Jaman mungkin memang sudah berubah. Banyak hal di Jogja yang akhirnya dapat dikomersilkan. Tapi Jogja tetap lah Jogja yang tidak pernah kehabisan bibit-bibit rindu untuk diberikan kepada siapapun yang pernah menyinggahinya.

Rumah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang