THE LOST WORDS

122 9 0
                                    



 There are so many words in this world

But, suddenly all the words are disappear

Then when my world intersects with you,

all the words seem gone away from me



It's still about Jakarta. Kota yang bagiku terasa begitu besar. Kota yang sangat susah untuk kukenali lekuk-lekuk jalanannya. Kota yang tidak juga menempati satu nomor urut pun untuk menjadi kota tempatku menetap bahkan hanya untuk satu atau dua tahun. Sekalipun aku harus melewati hari-hariku di Jakarta, aku harap aku hanya sekedar singgah yang sebentar dan segera kembali ke Jogja. Bagiku gemerlap dan hiruk pikuk Jakarta tidak mampu mengalahkan kemewahan Jogja. Tidak sama sekali! Pada Jakarta aku mengalah, mengijinkan Aras untuk meraih mimpinya di kota ini, hingga akhirnya kota ini juga lah yang merubah Aras. Atau mungkin tepatnya, di kota ini Aras merubah tujuan hidupnya dan akhirnya memilih lelaki lain untuk dijadikan pasangan hidupnya. Di kota ini pula, bertahun-tahun yang lalu aku harus segera merevisi habis-habisan rencana hidupku setelah kehancurannya yang hanya dalam hitungan detik. Aku tidak membenci Jakarta, aku hanya memiliki kenangan buruk tentang dan di kota ini.

Kembali mendatangi bandara bukan hal yang mudah bagiku. Apalagi untuk kembali mendarat di Jakarta. Ada kenangan dan rasa sakit yang harus mati-matian aku lawan saat berada di tempat ini. Kejadian bertahun-tahun yang lalu itu seperti baru saja terjadi kemarin sore. Beberapa kali aku berhenti dan sejenak termenung di tempat-tempat tertentu dari tempat ini. Mereka seperti melambaikan tangannya kepadaku dan menawariku untuk singgah. Kenangan buruk kadang semenyebalkan itu. Beberapa kali juga aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan, seakan berharap semua kenangan yang tidak menyenangkan itu ikut hilang bersama hembusan nafasku. Memang butuh waktu dan beberapa kali kembali mengunjungi tempat ini untuk membuat semuanya terasa biasa saja.

Memories are memories. They would still being moment to remember. We couldn't cut them as part of our life. Harder we try to pull them out, harder they would stay in our mind. Jadi cara terbaiknya adalah membiarkan mereka tetap berada dalam ingatan kita dan tidak berusaha menyentuhnya sedikit pun. Sekalipun ia harus tersentuh, usahakan bukan karena keinginan kita. Sometime, memories are things that we should face. Aku tahu rasanya seperti luka yang kembali tersentuh. Aku merasakan tanganku menjadi dingin dan nafasku menjadi dingin. Aku tahu ada rasa ngilu saat menatap satu sisi di bandara Jakarta ini. Ada satu tempat yang menjadi monument kehancuran kehidupanku bertahun-tahun lalu. Tapi bukan kah kenangan akan tetap ada sekuat apapun kita mengusirnya dari ingatan. Bukan kah ia bersifat seperti ekor cicak, yang jika dipotong akan kembali tumbuh kembali. Tidak akan pernah bisa lepas dari hidup kita. Jadi, sekali lagi, cara terbaik adalah membiarkan mereka tetap ada dan tidak berusaha menyentuhnya sedikitpun. Menerima kehadiran kenangan, sekalipun itu begitu pahit. Bukan kemampuan menerima adalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam hidup?

Aku membiarkan kenangan tentang Aras terus berkelebat dalam fikiranku. Tapi aku pastikan kelebatannya tidak lah sehebat dulu. Kekuatannya perlahan melemah. Ia hanya sebagai kenangan yang sesekali teringat. Aku masih mempersilahkannya hadir dengan sesuaknya. Bukan karena aku tidak memiliki kendali atas kenangan-kenangan yang aku miliki dari masa lampau. Tapi karena aku memilih untuk menerima kenangan-kenangan itu, bagaimanapun rasanya.

Sementara itu, sebagaian lain fikiranku terisi oleh Rayya. Semesta seperti telah mengatur segalanya dengan cara yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Semesta menghadirkan Rayya dalam kehidupanku seakan untuk menggantikan kenangan tentang Aras. Aku membayangkan kenanganku tentang Aras dan Rayya seperti dua pihak yang saling berperang dalam fikiranku. Perlahan Rayya melemahkan kenangan tentang Aras di dalam fikiranku. Tidak banyak hal yang aku ketahu dari Rayya. Tapi aku begitu hafal binar matanya, senyumnya, tawanya, suara renyahnya, dan suara datarnya ketika ia sedang bersedih. Aku hafal setiap ia mengucapkan "Oh ya?" atau "Really" atas setiap hal yang baru saja ia ketahui dan (atau) tidak pernah dia duga sebelumnya.

Rumah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang