Gravity

114 6 0
                                    

Bumi tidak pernah menghardik daun untuk jatuh kepadanya

Tapi daun tahu pada akhirnya harus jatuh kemana

Sekalipun sebelumnya ia mengikuti kemanapun hembusan angin pergi



Mungkin benar di dunia ini, ada orang yang tetap merasa kesepian sekalipun ia sedang berada di keramaian. Ada orang yang masih saja merasa tidak memiliki siapa-siapa, padahal ada begitu banyak teman di dalam hidupnya. Ada orang yang masih merasakan kesedihan, meskipun ia terus tertawa dengan orang-orang di sekitarnya. Mungkin beberapa dari kita pernah atau sedang merasakan hal tersebut dan celakanya orang-orang di sekitar kita tidak menyadari hal tersebut.

Orang-orang di sekitar kita mungkin memang berada sangat dekat dengan kita. Dapat mendengar dengan jelas suara kita dan tawa kita. Tapi mereka belum tentu dapat menyadari rasa kesepian dan kesedihan yang sebenarnya berada di dalam diri kita yang paling dalam.

Hal itu lah yang sedang aku rasakan dalam beberapa tahun belakangan ini. Ada begitu banyak teman di sekitarku. Ada begitu banyak orang baru yang aku temui. Ada begitu hal yang dapat membuatku tertawa. Tapi tetap saja, aku masih merasakan kesepian yang amat sangat. Aku masih merasakan rasa sedih yang seperti tidak ada ujungnya. Aku dapat tertawa begitu lepas dengan teman-temanku, tapi setelah aku sampai di dalam kamar dan mematikan lampu kamar, rasa sepi dan sedih itu kembali datang tanpa ampun.

Sudah bertahun-tahun aku merasakan sepi yang terlalu menusuk setiap kali aku sendirian di kamar atau dimanapun. Sudah bosan dan kelu rasanya harus selalu mencari alasan untuk tidak lagi merasakan sepi dan sakit seperti ini. Salah satu cara yang ampuh menepis perasaan itu adalah dengan melarutkan diri dalam pekerjaanku. Menghabiskan sebagian besar waktu untuk bekerja. Berada di kantor sampai aku hanya bisa tidur begitu sampai di apartemen. Bangun pada pagi harinya dan kembali melarutkan diri dalam pekerjaanku. Begitu seterusnya hal yang selalu aku repitisi setiap harinya. Setidaknya dengan begitu aku merasa hidupku berarti bagi hal yang lain. Setidaknya aku dapat membuat diriku sendiri lelah hingga tidak lagi mampu merasakan perasaan sepi dan sedih itu setiap hari.

"Lo itu apa nggak bosen setiap hari di kantor. Sabtu, minggu kadang juga ke kantor. Kerjaan lo apa segitu nggak ada habisnya?" suatu ketika Indri pernah melontarkan protes saat ia sedang menginap di apartemenku dan melihat langsung bagaimana keseharianku setelah aku memutuskan untuk pindha ke Jakarta. "Please, try to make your life live donk, Ray"

Aku hanya terdiam dan menarik nafas dalam-dalam. Try to make my life live?

You know, Ndri. I feel so live with this suck routines.

"Mau sampai kapan, Ray?" Tanya Indri sambil masih terus membereskan piring kotor sisa makan malam.

"Sampai gue udah nggak bisa inget lagi sama Bayu. Sampai gue lupa gimana perasaan gue sama Bayu. Sampai..."

"Sampai kapanpun itu hal yang nyaris mustahil, Ray"

"Lo nggak tahu rasanya, Ndri," aku mulai mengatur nafasku agar tetap normal. Aku selalu terpancing untuk menangis setiap membicarakan hal ini. Membicarakan tentang masa laluku. Membicarakan tentang Bayu.

"Make a new memory, Ray," kata Indri pelan.

If make a new memory is as simple as make a new pancake after the last one was failed, i am sure that I could make a new memory since so many years. I am sure I don't need time as much as this to make my life back after he decided to choose another woman. But, make a new memory isn't as simple as that.

Rumah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang